28

17.1K 2.2K 193
                                    

Graziano menangis sampai ia terlelap, akhir-akhir ini ia tak bisa mengontrol dirinya sendiri, mungkin itu bawaan orang tengah hamil.

Ini sudah dini hari, pintu kamar dibuka dari luar. Matteo menghembuskan napasnya, saat ia masuk ia mendapati Graziano sudah tidur dengan menyamping membelakangi pintu. Salahnya datang sangat terlambat, itu semua karena Yian menahannya, demi Tuhan Matteo sangat ingin menemui Graziano dengan cepat.

Matteo dan Yian sempat berdebat keras membuat darah Matteo mendidih dan membentaknya, Yian dengan segala akal bulusnya menangis dan berdrama jika perutnya sakit. Hal itulah yang menahan Matteo, ia bisa pergi setelah Yian tidur. Tentu saja Matteo tidak tahu, jika selirnya hanya melakukan hal licik dan berbohong jika perutnya sakit.

Matteo duduk disisi ranjang, melihat sisa air mata dipipi sang omega. Seharusnya ia tak memberi janji akan datang, ini salahnya.

Graziano pasti merasa kecewa padanya, ia merasa tak nyaman dalam hatinya marah pada diri sendiri, bagaimana bisa ia mengecewakan Graziano untuk sekian kalinya. Orang-orang rumah utama terus membicarakan sang Duchess yang berani, bahkan omega ini berani memerintah para alpha disaat dirinya ditahan. Graziano pergi ke istana dengan keadaan yang sepenuhnya belum pulih dari sakitnya.

Matteo membuang pandangannya, ada apa dengannya? Mengapa ia begitu tak bisa mencintai Graziano layaknya seorang istri.

Matteo menggelengkan kepalanya, rasanya pusing memikirkan hal itu, ia memilih ikut berbaring disamping Graziano, memeluknya dari belakang yang sama sekali tak mengganggu tidur sang omega.

Pelukan hangat Matteo tak terlepas sampai pagi, membuat omega hamil itu mengeliat merasa sesak dengan pelukan erat itu.

Graziano mengerjapkan matanya, rasanya ia baru tidur beberapa saat tapi kini matahari sudah menggantikan bulan, ia merasa mual ditambah pening dikepalanya.

"Eumh ... yang mulia." Graziano menepis tangan Matteo kasar, ia ingin muntah saat ini.

Matteo mengerjap, mengumpulkan kesadarannya saat gerakan Graziano yang tergesa mengganggu tidurnya.

Tidak, Graziano tak bisa melangkah lebih jauh lagi, tubuhnya terlalu lemas ia muntah dihadapan Matteo.

"Duchess!" Matteo sepenuhnya bangun, ia menghampiri Graziano yang terus muntah-muntah.

"Apa kau sakit, apa ini efek dari luka punggung waktu itu?" Matteo bertanya dengan panik.

Graziano menggeleng pelan, rasanya lemas ia menyandarkan kepala yang terasa pening pada Matteo.

Matteo mengusap sisa sari pati muntahan dibibir Graziano, ia sungguh khawatir dengan keadaan Graziano sekarang.

"Berbaringlah kembali, aku akan menyuruh pelayan untuk memanggil tabib Loi." Matteo memapah Graziano untuk berbaring diranjang.

Wajah pucat Graziano meyakinkan Matteo jika sang omega sakit.

"Tidak." Graziano mencekal lengan Matteo, melarangnya untuk pergi.

"Ada apa?" tanya Matteo, ia duduk disisi ranjang melepas cekalan Graziano beralih ia yang menggenggam tangan Graziano.

"Aku baik-baik saja Duke, kau tak perlu khawatir dan tak perlu memanggilkan tabib," ucap Graziano.

Matteo tampak tak suka dengan ucapan Graziano.

"Hey, kau tak baik-baik saja. Lihatlah bagaimana kau muntah, aku akan menyuruh tabib datang, dan memanggil pelayan untuk membersihkan bekas muntahanmu itu," tutur Matteo, ia melepas genggaman tangannya.

Graziano membuang pandangannya, semalam ia dibuat kecewa oleh Matteo dan entah sejak kapan Matteo bisa berbaring disampingnya, dan lihatlah sekarang setiap tutur kata Matteo seolah peduli padanya.

"Kau tak usah mempedulikanku Duke, bukankah kau memang tak peduli padaku sejak awal juga," ucap Graziano, ia masih enggan menatap wajah Matteo.

Matteo seakan tahu arah pembicaraan Graziano, ia menghembuskan napasnya. Ia sadar akan rasa kecewa Graziano.

"Maaf untuk semalam, aku benar-benar tak berpikir akan datang sangat terlambat. Aku ingin sekali datang, tapi Selir Yian menahanku ak ... "

"Iya aku tahu, tak seharusnya aku terlalu berharap. Kau tenang saja yang mulia, aku sama sekali tak menyalahkanmu ini murni salahku yang terlalu berharap, tentu saja setelah beberapa hari kau tidak ada dirumah, dan saat kembali kau pasti akan menghabiskan waktumu dengan orang yang kau cintai, memangnya aku siapa." Graziano terkekeh miris, menertawakan dirinya yang sudah seperti keledai dungu.

"Aku juga ingin datang, mengapa kau sekecewa ini. Andai Selir Yian tak mengeluh sakit pada perutnya, mungkin aku akan meninggalkannya dengan cepat, bukan hanya tentang Selir Yian tapi juga tentang anakku, dia tengah mengandung benihku." Terkutuklah mulut Matteo yang harus mengatakan hal itu, ia sendiri merasa menyesal mengatakannya.

Graziano mendudukan dirinya, ia menatap Matteo dengan datar. Sakit? Tentu saja, ia begitu antusias ingin memberi tahu kabar bahagia yang ia miliki, tapi Matteo terlihat begitu peduli pada anak yang dikandung Yian, apa Matteo akan bahagia jika tahu tentang kabar baiknya? Graziano menjadi berpikir negatif.

"Jika yang mulia tak bisa mencintaiku, jika yang mulia tak bisa berbuat adil ... maka berhentilah, jangan bersikap seolah kau peduli ... aku sudah biasa dicampakkan," tutur Graziano dengan suara serak, matanya berkaca-kaca.

"Aku tahu, Selir Yian tengah mengandung calon anakmu. Aku tahu, bahkan sangat tahu kau tak perlu mengingatkanku, pada dasarnya jikalau Selir Yian tak mengandung calon anakmu pun aku tetap kalah olehnya, aku iri padanya, dia bisa mendapat begitu besar cinta Duke Gardenia bagian barat ini," lanjut Graziano, sebulir air mata kembali keluar dari kedua matanya yang sudah menyipit akibat menangis dari semalam.

Tolong biarkan ia lemah untuk saat ini saja, selama ini ia berdiri tanpa penyangga ataupun bersandar pada bahu orang lain, ia lelah berpura-pura kuat dan tegar dalam menjalani hubungan pernikahannya.

"Apa yang Selir Yian miliki, dan tak dimiliki putra Antonio ini, apa yang membuatnya begitu sangat istimewa sampai putra Antonio ini begitu dicampakkan?" tutur Graziano ia sudah berada diambang rasa lelahnya.

Sedangkan Matteo hanya diam membisu, melihat bagaimana kacaunya omega yang selalu terlihat tenang dan memancarkan aura positif itu.

Graziano terisak, ia meremas selimut. Ia ingin berpisah, ia tak mau lagi bersama Matteo. Andai ia tahu, jika menikah dengan Matteo akan membuatnya terluka mungkin ia akan menolak lamaran Matteo sejak awal.

Isakan Graziano semakin pelan, kentara jika ia sadar tak sepantasnya ia menangis dengan begitu menyedihkan.

Matteo merasa tubuhnya dihimpit bertonton batu yang membuatnya sesak, tubuhnya terasa tak bisa digerakan walaupun ia ingin memeluk omeganya saat ini.

"Tidak .. aku tidak mau lagi yang mulia, ini sakit ... " adu Graziano, ia menggigit bibirnya agar tak mengeluarkan isakannya, kepalanya menggeleng lemah dengan lelehan air mata yang semakin deras membasahi pipinya.

"Duchess, kumohon maafkan ak-aku benar-benar tak bermaksud," ucap Matteo setelah lama hanya diam.

"Eum, kau tak salah. Pergilah, pergilah pada Selir itu aku tak mengapa aku tak akan berharap lagi, aku akan menghilangkan rasa yang tak seharusnya Putra Antonio ini rasakan, maafkan aku yang mulia," ucap Graziano lirih.

____

Yang mau join gc, gass hayukk tatangga.






Duke's Life Prophecy [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang