02🍫The Price of Brain

56 15 4
                                    

"Kamu bener-bener imut, Rheo. Andai kamu marmut, sudah pasti aku ajak ke dunia penyihir."

–Chika–

💜

SEBUAH pena menggores kertas demi kertas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEBUAH pena menggores kertas demi kertas. Sesekali penggunanya merenggangkan tangan, lalu kembali menulis. Sebelah tangannya membalik buku besar. Beberapa kali matanya mengedip karena lelah.

Seorang lelaki lain yang telah memiliki banyak keriput memasuki kamar bercat abu-abu. Ia membawa secangkir cokelat panas dan cemilan biskuit kelapa, yang diletakkan di sisi meja yang kosong.

"Makan dulu."

Fikri menghentikan kegiatannya dan menoleh tersenyum. "Makasih, Kek."

"Proposal kamu bagaimana?"

Fikri mengerling sekilas kertas-kertas yang berserakan di mejanya.

"Dosennya agak susah dicari, Kek. Soalnya sibuk jadi wakil dekan beliau." Fikri menegak. "Tapi tenang aja, Kek. Aku bakalan ngisi waktu luang sama belajar atau riset yang lain sebisaku."

Kakek tersenyum sambil mengusap lembut kepala cucunya. "Kakek bangga kamu rajin seperti ini."

"Iya, Kek." Tentu saja Fikri sangat menyesali apa yang diperbuatnya dulu.

Waktu terus berlalu, Fikri makin rajin mengerjakan tugas akhirnya. Namun, ia mulai terganggu dengan keberadaan seseorang.

ლ⁠(⁠^⁠o⁠^⁠ლ⁠)

Dasi kupu-kupu hitam bertengger di leher Rheo. Laki-laki kikuk itu mengaca di depan cermin, membenarkan posisi dasi. Terlihat kemeja putih yang dibalut rompi hitam pudar dari pantulan kaca. Rheo mengulas senyum tipisnya. Ia merasa aneh.

"Kamu ganteng, kok."

Pupil mata Rheo melebar. Ia mendapati bayangan Chika di belakangnya dan segera membalik.

"Karena kamu cowok," tambah Chika.

Rheo tersenyum canggung sambil menggaruk pelipisnya.

"Mau makan eclair? Masih ada dua jam sebelum buka."

"Boleh."

Keduanya berpindah tempat. Mereka berjalan menuju ruang makan tepat di sebelah dapur. Tidak luas, tetapi cukup untuk meja bundar yang sedang. Ada empat kursi yang mengitarinya. Memang kedai ini hanya memiliki tiga personil. Namun, Chika menambahnya satu untuk kursi tamu.

Sepiring eclair telah tersedia. Pagi-pagi tadi Chika sudah membuatnya untuk menu hari ini sekaligus ada pesanan. Masih ada sisanya beberapa biji. Sebelum memakannya, Chika menyesap teh susu terlebih dahulu. Hmm. Manisnya pas menurut lidah wanita itu.

Rheo juga melakukan hal yang sama. Lelaki itu tersenyum karena tehnya cukup pekat. Dia tidak begitu suka yang terlalu manis. Memang Chika adalah majikan idaman! Batin Rheo.

Truffle Time✓ (Tamat)🌹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang