Bab 8 : Kamar Louis

9K 763 7
                                    

Perasaan aneh dirasakan Louis ketika melihat Maple tersenyum penuh kelegaan ketika membicarakan perceraian. Tiba-tiba kepala Louis menjadi pusing dan dihantui rasa bersalah kepada beta yang menurutnya tidak sempurna itu.

"Ada apa, hm?" ujar Maple sembari mengambil beberapa hidangan buah. Ia heran kenapa hari ini suaminya selalu mengikutinya. Padahal di pesta-pesta sebelumnya Maple selalu ditinggal dan diabaikan.

"Ah, tidak apa-apa. Aku, ehem..... besok aku akan menyuruh asistenku untuk mencetak formulir perceraian."  ucap Louis. Terlihat beberapa kali ia memijit kepalanya.

Maple mengangguk singkat, ia mencomot beberapa buah semangka dari piring kecil yang ia bawa.

🦋🍁🦋

Hujan disertai badai salju tiba-tiba menerpa kota malam ini. Beberapa tamu yang jaraknya masih dekat dengan kediaman Tuan George nekat bergegas pulang. Sedangkan untuk tamu yang berkediaman jauh disarankan menginap di kamar yang tersedia cukup banyak di kediaman Tuan George, termasuk aku, dan Louis.

"Louis, tinggalah disini sebentar bersama Maple. Badai salju diluar semakin besar, sangat beresiko jika mengendarai kendaraan karena jarak pandang yang pendek." ucap Tuan George.

Louis terdiam. Sepertinya ia berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Aku  sampai terheran-heran dengan sikap Louis barusan.

Tuan George lalu menuntun kami menuju sebuah lorong dengan pintu berjejer yang amat banyak, mungkin ada sekitar 15 pintu kamar dengan ukiran khas eropa. Di sisi kanan dan kirinya penuh lukisan dengan sebuah jendela besar di ujungnya. Kami berdua terus melangkah hingga sampai di ujung. Sebuah kamar yang bertuliskan 'Axelsen'. Kamar yang memang dikhususkan untuk Louis kala ia masih sekolah.

Louis membuka pintu kamarnya dahulu, lalu menghidupkan lampu gantung yang mewah berada di tengah-tengah kamarnya. Tempat tidurnya cukup besar dengan desain kelambu berwarna marun dengan rumbai warna emas di sisi kanan- kirinya, seperti tempat tidur kerajaan.

Tuan George tersenyum senang, ia menepuk bahuku dengan keras.

"Wah, senangnya akhirnya kalian bisa tinggal disini, rasanya bahagia melihat kalian berdua." ucap Tuan George.

(Wajah Louis tetap datar)

Aku mengusap bahuku dengan gugup, kemudian menatap Louis sebentar. Aku tahu jika ia tidak nyaman bersama denganku. Dengan takut-takut aku berbicara dengan Tuan George.

"Um, anu... Ayah, apakah s.. saya bisa tidur terpisah dengan Louis?" ucapku dengan sopan kepada Tuan George.

Tuan George mengrenyitkan dahinya, mukanya yang tadi riang menjadi masam.

"Kamar tamu sudah penuh Maple, yang tersisa hanya kamar Louis sendiri. Bukankah kalian suami istri? Tidak masalah bukan jika tidur bersama, bukan? " ucap Tuan George.

Aku dengan takut-takut menatap Louis lagi. Louis masih saja tidak bersuara. Ia melangkah dengan santai masuk kedalam kamar.

"Sana, masuklah, Nak!" ucap Tuan George  sembari mendorongku pelan ke dalam.

"Dadaa, saayang... Semoga malam kalian menyenangkan! Good night! " ucap Tuan George seraya melambaikan tangan dengan tersenyum bangga kemudian menutup pintu kamar itu.

Lagi-lagi Louis tidak bersuara. Ia melepas jas nya, kemudiam bergegas kearahku lalu membuang jas itu.

(Aku menangkap jas itu dengan buru-buru)

"Aku ingin mandi dulu untuk menyegarkan badan." kata Louis singkat.

Aku mengangguk, "baik Louis."

"Lebih tepatnya 'Tuan' bukan 'Louis'," ucap Louis berbalik dan menunjukku seraya membuang dasi dan kemejanya ke sembarang arah.

"B..baik Tuan, " ucapku.

Aku dengan kewalahan memunguti pakaian yang berceceran tersebut, hingga tidak sadar Louis sudah berada di depanku persis. Tubuh Louis sangat atletis dengan otot-otot yang luar biasa indah. Memang, pesona alpha dominan tidak bisa ditandingi, bahkan oleh beta sepertiku.

Aku mendongakkan wajahku ke arah Louis. Louis menaikkan salah satu alisnya kemudian mnyeringai, seperti biasanya dengan raut meremehkan. Ia lalu berbalik dan berjalan menuju kamar mandi.

🦋🍁🦋

Aku mengamati kamar Louis yang ternyata cukup lebar dan luas. Terpasang royal wallpaper di dindingnya yang berwarna krem degan garis sedikit keemasan. Terdapat satu meja belajar yang terbuat dari kayu yang diukir, serta di dekat jendela besar itu terdapat piagam yang disusun rapi.

Mataku kemudian beralih menatap langit-langit kamar Louis yang melengkung berbentuk kubah dengan lukisan awan putih biru diatasnya. Kamar ini sangat mewah dan klasik.

Walau Louis tidak pernah tidur disini lagi, namun entah kenapa aku masih merasakan kenangan masa kecil Louis di ruangan ini.

****


[BL ABO] All The Lonely HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang