Bab 14 : Titik Balik

10.5K 783 17
                                    

Tak terasa, sudah satu musim terlewati. Salju sudah mencair dan suhu mulai menghangat. Disinilah Maple, di sebuah penthouse mewah milik Ben. Maple bersyukur bertemu dengan Ben. Ia benar-benar baik, walau tingkahnya kadang aneh. Ben memiliki satu anjing husky yang sangat lucu dan menggemaskan. Namun anjing itu tidak dapat akur dengan Meo, sehingga Maple harus mengurung Meo di kandang agar tidak saling berkelahi.

"Maple?" ucap Ben. Ia melihat Maple dengan senyum khasnya sembari memeluk Maple dari belakang.

"Ah, Tuan Ben, tolong lepaskan s..saya." ucap Maple gugup.
Ia merasa risih ketika Ben selalu di dekatnya atau melakukan kontak fisik kepadanya.

Bibir Ben manyun. Ia tampak sedih melihat Maple yang sangat sulit di dekati. Ia kemudian menatap lekat-lekat wajah Maple yang teduh dan sedikit manis mungkin? Entahlah namun Ben merasa candu melihat Maple, sama halnya ketika menghirup feromon seorang omega.

🦋🍁🦋

Hari ini, aku akan membuat sup tomat sesuai pesanan Ben. Jujur, aku agak tersipu ketika ia memuji masakanku. Karena sejak kecelakaan itu dan mataku yang tidak sempurna ini, aku belum pernah mendapatkan pujian apapun. Aku tiba-tiba tertawa mengingat hal itu.

Aku menatap kearah jendela kaca super jernih itu dari dalam. Matahari menyinari penthouse milik Ben sehingga terasa hangat. Ruangan di dalam penthouse itu cukup modern dan terbuka hampir tanpa sekat dominasi warna putih. Ruangan dapur bersebelahan langsung dengan kaca yang jernih itu, sehingga tiap kali memasak, aku bisa melihat gedung-gedung tinggi dari kaca dan gemerlap lampu kota di malam hari. Terkadang, jika Ben pulang dari kantor, aku bisa melihatnya langsung dari dapur ketika ia sedang menonton tv atau bermain dengan anjing husky miliknya.

Sebenarnya cukup tidak nyaman untuk tinggal disini. Menurutku Ben terlalu baik untuk orang yang hanya berstatus adik iparnya. Akhirnya Aku diam-diam sudah merencanakan mencari apartemen baru untuk ku tinggali bersama Meo. Kucing belang itu juga tidak menyukai tempat ini, ia sedikit makan dan mengeong terus menerus.

"Astaga, Ben!"

Aku terkejut hingga mengangkat spatula itu dari panci yang mengepul, ketika Ben menyentuh pinggangku dari belakang saat aku mengaduk sup. Ia juga menyenderkan kepalanya di bahuku

"Ben, tolong lepaskan tanganmu. " ucapku yang perlahan menurunkan rangkulannya dari pinggangku.

Ben terlihat manyun.

"Dari Hot News, kabar terkini dari XLsen Crop, sebuah perusaan game terkenal milik pengusaha muda, Louis Axelsen mengalami kebangkrutan karena masalah korupsi internal yang menyerang perusahaan tersebut, terlebih lagi para pemegang saham yang menuntut modal mereka di kembalikan. Diperkirakan kerugian mencapai 100 juta dollar. Kabar terkini, beberapa pemegang saham sudah menuntut ke pengadilan atas kembalinya modal mereka."

Ku dengar berita itu dari tv Ben yang sedang menyala. Cukup menggemparkan hatiku. Langsung ku matikan kompor dan bergegas menyimak berita itu dengan seksama. Aku betulkan kacamata pemberian Ben agar lebih jelas melihat wajah Louis dari layar kaca. Aku beralih menatap wajah Ben. Ia tersenyum penuh kepuasan melihat wajah Louis yang pucat pasi menjawab pertanyaan para wartawan yang mengelilinginya dan meliputnya.

🦋🍁🦋

"Aku tak mau jatuh miskin!" ucap Rudolf.

Dua minggu kemudian, suasana kediaman Louis terlihat berantakan. Banyak polisi berlalu lalang menjaga rumah mewah itu yang sudah disita pihak berwenang. Suasana sangat gaduh dan kacau. Penyitaan dan penjualan barang-barang mewah sudah mulai di lakukan untuk menutup modal para pemegang saham.

"Ini semua salahmu, kau juga memakai uang itu untuk kebutuhanmu sendiri! Kau terlibat korupsi, sayang!" ucap Louis.

Rudolf membentak Louis.
"Aku hanya membeli beberapa branded mewah, untuk kebutuhan sosialita dan tentunya kebutuhan anakmu! Siapa yang dari awal bilang ingin melahirkannya? Kau!"

"Apa! Kenapa kau malah menyalahkan Rheu, hah! Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!"
Louis murka, matanya berkaca-kaca menahan amarah. Ia urung menampar pipi Rudolf. Perasaannya sudah kalut dan bingung.

"Kita cerai." ucap Rudolf singkat. Ia kemudian mengemasi barang-barang mewahnya, kedalam kopernya.

"Mau kemana kau, hah! Tunggu dulu, kau juga harus tanggungjawab, karena kau juga pelaku! Kau memakai uang ku diam-diam untuk berfoya-foya!" Louis murka dan memegangi tangan Rudolf dengan erat.

"Apa? Kenapa kau menyalahkanku? Salahkan bawahanmu yang korupsi, bukan aku!" Rudolf menghempaskan tangan Louis kemudian membawa kopernya dan berjalan menuju anak tangga hendak turun.

"Maaa! Maa Eu ikut!" Rheu yang keluar dari kamarnya menuju ke arah Rudolf. Namun pria omega itu menghiraukan putranya dan tetap melangkah keluar dari rumah itu.

"Rudolf!" Panggil Louis. Ia lari kalang kabut mengejar istrinya.

"Kau istriku bukan? Tolonglah, jangan seperti ini, kau tega meninggalkan kami berdua!"

"Hah, Aku bukan istrimu Louis. Antara kita berdua tidak ada surat pernikahan sah. Aku hanya teman tidurmu. Berhentilah mengikutiku Louis! Aku malu." Rudolf memalingkan wajahnya.

Louis tertegun. Ia menghentikan langkah kakinya. "Sialan, Rudolf!"

Rudolf mengangkat wajahnya tinggi-tinggi dengan angkuh,
"Aku tidak mencintaimu Louis, aku rela disini, karena hartamu." Rudolf kemudian mendorong kopernya dan memasukkannya kedalam sebuah taksi yang sudah ia pesan.

"Maaa! Maaa!" Rheu menangis dan mengikuti Rudolf hingga ingin masuk kedalam mobil. Rudolf dengan kasar kemudian mendorong Rheu kebelakang hingga tubuh kecilnya terjatuh.

Taksi yang dinaiki Rudolf kemudian melaju meninggalkan kediaman mewah Axelsen yang sudah dipenuhi tulisan sitaan dari pengadilan.

Rheu menangis sembari terbatuk-batuk karena debu yang ditinggalkan mobil ibunya. Louis bergegas menghampiri putranya itu dan menggendongnya di dalam dekapannya. Louis sesekali mengusap wajah putranya yang penuh cemong debu.

🦋🍁🦋

Beberapa kali Louis terlihat mondar-mandir sembari memegangi ponselnya. Tidak ada jawaban sedetikpun dari ayahnya-Tuan George.

Sudah kesekian kalinya ia menghubungi ayahnya untuk meminta pertolongan kepadanya, namun tidak satupun ponsel diangkat. Bahkan pintu gerbang milik kediaman Tuan George dikunci rapat-rapat dan dijaga. Louis sendiri tidak dapat masuk. Sepertinya, ayahnya benar-benar lepas tangan dan membuang dirinya.
Semua yang diusahakan Louis gagal. Para debt collector mencarinya terus menerus, akibat Rudolf. Istri omeganya itu ternyata juga meminjam uang ribuan dollar untuk berlibur ke luar negeri dan membuat pesta besar-besaran bersama rekan selebritinya.

"Ini, karmaku." ucap Louis sambil mengusap wajahnya, ia berlutut melepaskan ponselnya dari genggamannya kemudian menangis sejadi-jadinya di depan pintu rumahnya yang sudah kosong tanpa isi. Segalanya telah habis dan Louis tidak punya apa-apa.

****

[BL ABO] All The Lonely HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang