Bab 16 : Dengan Siapa Maple Bahagia?

9.1K 676 6
                                    

"Ini dari Pei, Rhe." ucap Louis sembari mengulurkan roti itu. Ia mencoba tersenyum walau sedih.

"Peii, Euu kangen Peii! Papa! Kita bisa bertemu Pei?" tanya Rheu sembari menatap wajah ayahnya lekat-lekat.

Louis menghela napasnya, ia kemudian melepas kostum maskot kelinci yang sedang ia pakai.

"Papa! Kenapa kita tidak tinggal cama Pei saja?" Bocah berusia tiga tahun setengah itu merengek dengan ayahnya.

Louis menggeleng sedih. Ia merasa sangat malu bertemu dengan Maple apalagi dengan kondisinya sekarang.

Rheu marah, ia kemudian membuang roti itu kesembarang arah.

Rhe!" Louis berteriak kepada anaknya.

"Cemua orang pergi ninggalin Eu! Eu ga suka! " Rheu bergegas mengambil selimut yang cukup tebal yang terlipat di atas kasur kemudian bersembunyi di sebaliknya.

Louis memijit kepalanya yang pening. Ia kemudian mengambil roti dari tas kertas itu dan mengusapnya. Louis kemudian bergegas mengambil piring dan meletakkan roti itu di atasnya.

Ia lalu menuju ke bilik kamar mandi sederhananya, dan menyegarkan badannya disana.

🦋🍁🦋

"Rhe, bangun makanlah dulu, lumayan kita ada roti," ucap Louis. Kehidupannya sekarang telah berbanding terbalik. Dulunya sering menggunakan piyama sutra yang halus, kini harus menggunakan kaos oblong yang lusuh.

"Rhe, bangun Sayang,"

Beberapa kali Louis memanggil putranya, namun putranya itu tetap bersembunyi dibalik selimut tebal yang kumal itu.

Louis kemudian mencari ide agar anaknya keluar dari balik selimut.
"Hmm Rhe, jika Rhe berkelakuan baik, maka Papa akan mengajak Rheu ke taman bermain? Bagaimana?"
Ditengah kelelahannya, Louis mencoba membujuk anaknya.

Selimut tiba-tiba tersibak dengan lebar, menampilkan wajah Rheu yang penuh semangat.
"Yay! Janji?"

Louis mengangguk, ia kemudian menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking kecil milik Rheu.

"Ya, Sayang, Papa janji."

Rheu sangat gembira sambil menerima roti dari ayahnya itu, pipinya bersemu merah sembari menggigit roti berisi selai itu.

"Perlahan-lahan nak, jangan terburu-buru nanti tersedak." ucap Louis sembari mengusap lembut rambut putranya.

Rheu manggut-manggut sembari mulutnya penuh dengan roti.

Tiba-tiba Rheu berhenti mengunyah, ia kemudian menatap ayahnya sambil kedua tangannya menggegam roti selai.

"Papa maam?" tanya Rheu.

Louis mengangguk, ia berbohong jika sudah makan. "Iya Rhe, habiskan. Papa sudah kenyang."

Beberapa saat kemudian Rheu telah menghabiskan roti selai itu seorang diri. Tangannya belepotan gula halus sehingga Louis harus membersihkan nya menggunakan lap.

"Papa? "

"Hm?"

"Kenapa Papa tidak menikah dengan Peii? Nanti kita bisa bobo baleng dicini. Ia uga olang baik beda cama Mama!" Ucap Rheu sembari menaruh telunjuknya di dagu.

(Rheu disini hanya tahu jika Maple adalah pembantu. Bocah itu tidak tahu jika Louis memang menikah dengan Maple)

"Eh?" Louis terkejut. Bocah sekecil itu sudah mengerti masalah orang dewasa.

"Astagaa Rhe, belajar darimana putra papa ini?"

"Umm, Nenek So!" ucap Rheu dengan bangga.

"Astaga, nenek tua sebelah kamar itu pasti bercerita anaknya yang menikah dengan seorang pembantu." gumam Louis sambil geleng-geleng kepala.

🦋🍁🦋

Maple melamun sedari tadi di meja makan milik Ben sembari memegangi teh panasnya yang masih mengepul. Ia melihat ke arah luar penthouse dimana gemerlap lampu-lampu kota menyala.

Tiba-tiba sebuah rangkulan tangan memeluknya dari belakang.
"Jangan melamun," ucap Ben sambil tertawa.

Maple gugup, ia kemudian menyingkirkan tangan Ben dari bahunya.

"Ben, kita bukan siapa-siapa, tolong jangan lakukan ini lagi." ucap Maple.

Wajah Ben terkejut kemudian sedih.
"Maple, beberapa musim telah kita lewati bersama, tinggal bersama, kenapa kau tidak pernah peka?" ucap Ben. Ia kemudian duduk di dekat Maple.

Maple terkejut, kemudian menghela napasnya sambil memutar cangkir tehnya.
"Apa yang kau harapkan dariku Ben, aku hanya seorang beta!"
Maple kemudian melirik Ben.

"Aargh!" Ben mengetuk-etuk meja makan itu dengan kesal.
"Sedetikpun Maple, tolong pikirkan aku!" Tegas Ben memaksa Maple.

Maple mematap Ben dengan sedih. Baginya, Ben adalah seorang kakak yang melindungi dirinya, tidak lebih.

Terlihat urat-urat kemarahan dan kekesalan terpancar dari wajah Ben.

"Kau sudah kuanggap kakak sendiri Ben, terima kasih untuk semuanya. Aku juga sudah menemukan apartemen yang cocok untuk hewan peliharaan. Mungkin rencananya, sebentar lagi aku akan pergi..." ucap Maple.
Tiba-tiba mata Maple melotot melihat Ben yang benar-benar murka. Kursi yang di duduki Maple jatuh lalu tubuh Maple terhempas kesamping dengan keras hingga menyentuh lantai.

****

[BL ABO] All The Lonely HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang