Apa Safa baik-baik saja?
Itu yang pertama kali muncul di benak Ludwiq saat menginjakkan kaki di Novotel Makassar Grand Shayla. Saking cemasnya, bahkan laki-laki itu tidak terlalu memedulikan sopir yang diutus pejabat setempat untuk menjemput mereka di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Sebagai asisten, Fendi melakukan tugasnya dengan baik. Laki-laki itu mengobrol sambil mencoba mengalihkan si sopir agar tidak bertanya pada Ludwiq.
Pasti Safa bakal senang kalau ada di hotel ini, batin Ludwiq sambil memperhatikan fasilitas kamar yang cukup untuk menampung dua orang.
Pandangan laki-laki itu beralih pada TV kabel yang tepat berhadapan dengan dua buah ranjang single yang dilapisi seprai putih, dengan bantal bermotif etnik warna toska. Tepat di bawah TV kabel terdapat meja kerja mini, plus wifi yang menyala selama 24 jam. Yang terpenting dari semua fasilitas tersebut adalah AC yang disetel dalam suhu rendah. Belakangan Safa sering sekali kepanasan, meski AC sudah disetel dalam suhu terendah.
"Mungkin aku harus menambah AC baru agar Safa tidak lagi kepanasan," gumam Ludwiq sambil berjalan menuju jendela besar yang terletak tepat di sebelah kiri ranjang.
Dari jendela tersebut, laki-laki itu bisa melihat pemandangan kota Makassar di malam hari. Lampu-lampu yang bersinar mengingatkannya pada Jakarta, kota yang tidak pernah tidur. Menyebut nama Jakarta, yang ada di dalam kepala Ludwiq otomatis tersetel pada sesosok perempuan polos yang dipanggilnya dengan sebutan 'Honey'. Maksud hati ingin mengalihkan diri, justru yang terjadi malah sebaliknya, laki-laki itu mulai mencemaskan Safa.
Belakangan ini Ludwiq terpaksa pergi pagi, dan pulang tengah malam supaya bisa mengontrol diri, karena setiap pulang ke apartemen laki-laki itu pasti mendapati pose tidur Safa yang sangat menggoda. Hormon kehamilan membuat Safa sering kepanasan, dampaknya perempuan itu lebih sering mengenakan hot pants dan kaus kebesaran miliknya. Ludwiq sengaja memperingati Safa agar tidak memakai lagi bajunya, sebab setiap laki-laki itu menggunakan baju yang pernah dipakai Safa, ingatannya pasti tertuju pada posisi tidur istrinya.
"Shit! Sejak kapan aku jadi mesum?" Ludwiq mengacak rambutnya frustrasi. Belum genap sehari tidak bertatap muka dengan Safa, entah sudah berapa kali umpatan keluar dari mulutnya. "Sial, aku bahkan lupa, dua bulan ke belakang Safa belum diperiksa lagi."
"Diperiksa?" tanya Fendi yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan penampilan yang jauh lebih segar. Kini asistennya itu mengenakan kaus santai, yang dipadukan dengan celana khaki. "Siapa yang diperiksa, Bos?"
"Istriku."
Mulut Fendi membentuk huruf o besar, tapi laki-laki itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Sekadar berjaga-jaga, kerena belakangan ini atasannya itu lebih sering uring-uringan tanpa pokok permasalahan yang jelas. Tentu saja hal itu membuat Fendi kewalahan, selain harus mengurus jadwal Ludwiq, dia juga harus berusaha menjaga mood bosnya agar tetap baik, terutama bila akan diadakan pertemuan dengan klien.
"Mau ke mana?" Ludwiq memindai penampilan Fendi dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sebuah penyesalan menghampiri, karena membiarkan asistennya itu berbagi kamar dengan dirinya, tapi bila laki-laki itu membiarkan Fendi menyewa kamar hotel yang lain ... bisa-bisa Ludwiq semakin frustrasi karena tidak ada orang yang bisa dijadikan pelampiasan.
Selama ada Fendi, sudah pasti masalah pekerjaan bisa diatasi. Akhir-akhir ini pikiran Ludwiq selalu terpecah antara pekerjaan, dan Safa. Fendi adalah opsi terbaik untuk menuntaskan masalah pekerjaan, dan Ludwiq ... tentu saja dia akan berjibaku dengan pikiran tentang Safa, perempuan yang sudah sah sebagai istrinya.
"Square Kitchen, Bos." Fendi memamerkan senyum lebarnya. Berharap, senyum itu akan menular kepada Ludwiq. "Di sana hidangannya lengkap, mulai dari makanan tradisional sampai internasional. Sesudah itu, bagaimana kalau kita menuju Sky Bar and Terrace untuk menghibur diri, karena selama ini pikiran kita terus dipenuhi masalah pekerjaan. Ya, hitung-hitung refreshing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Secret
RomanceHidup Safa berubah 180 derajat. Mati-matian dia menyembunyikan kehamilannya dari sekitar. Namun, serapat-rapatnya bangkai disembunyikan, toh akan tercium juga busuknya. - Sebuah ketidaksengajaan membuat Safa kembali memutar kejadian buruk yang dial...