PERMATA HIJAU RESIDENCE

196 14 0
                                    

McLaren P1 GTR Ludwiq menepi di salah satu bangunan setengah jadi yang jaraknya kurang lebih 500 meter dari rumah James. Laki-laki itu sengaja memarkirkan mobilnya di sana, agar penjaga rumah James mengizinkannya masuk. Ludwiq tidak mau mengambil risiko James mengetahui kedatangannya dengan mendengar suara mobilnya yang khas, karena sudah pasti laki-laki itu akan menyuruh penjaga rumah mengusir Ludwiq dari sana.

Dulu, Ludwiq sering mendatangi rumah James yang ada di Permata Hijau Residence tersebut, sekadar untuk menghadiri perjamuan keluarga. Jadi, kemungkinan besar penjaga rumah itu masih mengingatnya sangatlah besar. Ludwiq akan mencari alasan agar dipersilakan masuk ke dalam rumah mewah James yang jarang ditempati tersebut, untuk menjemput istrinya tentu saja. Apa pun yang terjadi, laki-laki itu bertekad akan membawa miliknya kembali.

"Pak." Ludwiq memanggil satpam yang tengah terduduk di depan pos rumah James. Laki-laki itu sengaja tidak memijat bel yang letaknya berada di samping kanan pagar.

Si satpam yang kira-kira berusia awal lima puluhan mendekati Ludwiq. Laki-laki itu menyipitkan matanya sambil memindai penampilan Ludwiq dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Masih ingat saya, Pak Jamal?" Ludwiq membaca name tag yang tertempel di baju si satpam. Mereka memang tidak terlalu akrab, tapi beberapa kali pernah mengobrol di dekat kolam renang saat keluarga Gunawan merayakan ulang tahun James delapan bulan lalu.

Laki-laki yang dipanggil Ludwiq dengan nama Pak Jamal mengerutkan alisnya, mencoba mengingat siapa laki-laki yang kini berdiri di depan pagar. Sesekali Pak Jamal menggaruk kepalanya yang tidak ditutupi topi. "Mas ini ... ah, Mas Ludwiq 'kan, temannya Mas James?"

Ludwiq semringah mendapati umpannya ditangkap. Tidak lama lagi aku akan membawamu kembali, Honey. Aku yakin, James yang membawamu pergi, batin Ludwiq. "Iya, Pak, saya teman James."

Pak Jamal memperhatikan Ludwiq yang tengah mengelap keringat di pelipisnya, karena meskipun sudah sore udara di Jakarta tetaplah panas. "Mobil balapnya di mana, Mas? Tumben nggak bawa mobil."

Ludwiq mendesah seakan-akan frustrasi. Laki-laki itu bersiap melakukan aksinya. "Mobil saya ada di bengkel, Pak, ada masalah sedikit. Jadilah saya nebeng teman ke sini, tapi sialnya mobil teman saya malah mogok di kompleks sebelah, terpaksalah jalan kaki. Telepon James nggak diangkat, padahal dia yang nyuruh saya ke sini tiga hari lalu."

Pak Jamal mengangguk-angguk mendengar penjelasan Ludwiq. "Mas James mungkin sibuk ngurusin perempuan yang dibawanya."

Ludwiq mencoba bersikap tenang dengan menghadiahi Pak James segaris senyuman. Sekarang keyakinan laki-laki itu semakin bulat bahwa perempuan yang disebut Pak Jamal itu istrinya, Safa. Keterlaluan kamu James, berani-beraninya main tusuk dari belakang. "Perempuan itu istri saya, Pak. Kebetulan kemarin saya ada proyek di Makassar, jadi saya titip Safa sama James. Kasihan, kalau ditinggal di apartemen sendirian."

"Oh, bapak kira itu pacarnya Mas James. Ternyata istri Mas Ludwiq toh."

Ludwiq tertawa ringan. Namun, kepalanya kembali memutar rencana dadakan yang sudah disiapkannya di sepanjang jalan menuju Permata Hijau Residence. Refleks Ludwiq mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya. "Bisa minta tolong nggak, Pak?"

"Bisa-bisa, Mas."

"Bukain dulu dong gerbangnya," pinta Ludwiq tenang. "Panas di sini."

Pak Jamal menepuk keningnya, sebelum membuka pintu gerbang lebar-lebar untuk Ludwiq. "Masyaallah, lupa Mas. Monggo, silakan masuk."

Ludwiq tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Laki-laki itu bergegas masuk ke area rumah James, lalu segera memberikan kunci mobil yang tadi diambilnya kepada Pak Jamal. "Pak, bisa minta tolong jagain mobil Avanza hitam di kompleks sebelah? Saya sudah telepon bengkel dan minta derek, tapi dari tadi saya tunggu mobil dereknya belum datang juga. Takutnya mobil saya ada yang curi di sana."

Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang