Open Gift

3.9K 158 7
                                    

Lewat tengah malam, Safa baru bisa kembali ke penthouse yang disewa ayah Ludwiq. Acara malam ini meriah dan mewah, tamu undangan membeludak, dan dia sangat lelah. Sepanjang acara, Ludwiq tidak mau jauh-jauh darinya. Hal itu membuat Safa tersanjung, juga kesal karena setiap gerak-geriknya selalu diperhatikan, bahkan sampai mereka menginjakkan kaki di dalam panthouse pun laki-laki itu tidak melepaskan rangkulan di pinggangnya.

"Lepas, aku nggak bakalan kabur."

Ludwiq tersenyum, lalu melepaskan rangkulannya di pinggang Safa. "Antisipasi. Aneh kan kalau tiba-tiba mempelai perempuannya nggak ada di pelaminan."

"Jangan nyindir-nyindir deh. Aku nggak bakalan kabur lagi. Lagian percuma juga kabur, kamu sudah jadi suami aku sekarang," gerutu Safa sambil mengempaskan diri di atas ranjang. Mata perempuan itu berbinar melihat tumpukan kado di atas ranjangnya. "Lud, nanti kita nikah lagi ya!"

Ludwiq mendekati Safa, lalu mengusap kepala perempuan itu. "Kok nikah lagi?"

"Ya, biar dapat kado banyak kayak malam ini."

Jawaban Safa sukses membuat tawa Ludwiq pecah. Kepala laki-laki itu menggeleng mendengar penuturan istrinya. "Safa, Safa, kamu kok polos banget sih. Bikin aku gemes."

Safa tidak menyahut. Perempuan itu sudah sibuk melihat-lihat kado yang bertumpuk di atas ranjang. Tiba-tiba saja kepalanya memutar kalimat yang sedari tadi direkam di dalam kepala, kalimat yang berbunyi 'Aku punya hadiah untuk kalian. Setelah acara usai segera buka, ya. Aku titipkan pada resepsionis sebelum ke sini'.

Sebelah alis Ludwiq terangkat melihat istrinya mengobrak-abrik kado. Laki-laki itu akhirnya berjongkok untuk melepaskan sepatu Safa, lalu duduk di ambang ranjang. "Cari apa sih kamu, Hon? Kadonya malah di berantakin begitu."

Safa melirik Ludwiq sekilas sebelum mencari kado yang sekiranya berasal dari James. "Diam deh. Mending kita nggak tidur malam ini, dan buka semua kadonya."

"Buka kado bisa besok. Kamu bersihin makeup, ganti baju, terus tidur sana. Pasti capek banget kan malam ini?"

Safa menggeleng sambil mengangkat salah satu kado, dan menggoyang-goyangkan isinya. Perempuan itu melihat sebuah nama tertulis di salah satu sisi kado tersebut, kemudian bergegas membukanya. "Dapat."

Ludwiq bangkit, lalu berdiri di belakang punggung Safa. Laki-laki itu melepaskan mahkota, tudung, dan jepit-jepit rambut di kepala istrinya pelan-pelan. "Istri itu harus nurut sama suami loh, Hon. Kalau nggak nurut nanti dosa. Abis aku lepas jepit sama mahkota dari sini, kamu hapus makeup, ganti baju, dan langsung tidur, ya. Kalau nggak ...."

"Ini apa?" Safa mengacungkan beberapa lembar kertas yang didapatkannya dari dalam kotak kado. Sebelah tangan perempuan itu mengambil sekotak bening kartu nama, dan memperhatikannya lamat-lamat.

Ludwiq menghentikan aktivitasnya. Laki-laki itu mengambil kertas dari tangan Safa, lalu membuka lembar per lembar kertas yang ada di dalam genggamannya. Di detik berikutnya, dia menggeram, tangan mengepal menahan amarah. "Ini dari siapa?"

"Pak James," jawab Safa sambil memperhatikan satu per satu kartu nama yang ada di dalam kotak bening. "Memang apa isinya?"

"Kasus gugatan cerai aktris. Itu kartu nama siapa?"

"Pengacara-pengacara kondang."

Ludwiq mengelus dadanya berulang. Dalam hati laki-laki itu mengumpat, karena kiriman James berarti mengibarkan bendera peperangan. Sial, berani-beraninya dia.

Safa menutup kotak bening, dan menyimpan benda tersebut di atas nakas. Perempuan itu menoleh ke arah Ludwiq. Dia tersentak melihat wajah suaminya memerah. "Kamu kenapa?"

Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang