"Morning, Honey," bisik Ludwiq tepat di depan telinga Safa. "Ayo bangun, hari panjang menunggu kita."
Safa tetap bergeming, dan bergelung dalam selimut tebal milik Ludwiq. Semalam, setelah perempuan itu mengobati luka Ludwiq, dia bergegas tidur dan membiarkan laki-laki itu mengungsi ke ruang utama. Sudah dipastikan Ludwiq akan tidur di atas sofa. Memang, sekalipun akan menikah, Ludwiq tidak pernah tidur satu ranjang dengan Safa.
Kini, yang perempuan itu lakukan hanya mengerang sambil kembali menjelajahi alam mimpi. Masa bodoh dengan seruan Ludwiq, toh hari ini dia tidak akan pergi ke Jegu Luxury Hotel seperti biasanya. Antara sadar, dan tidak sadar Safa mengendus perpaduan pinus dan kayu manis khas Ludwiq, aroma yang entah sejak kapan menjadi favoritnya.
"Non, ayo, bangun." Seseorang mengguncang legan Safa lembut.
Masih dalam keadaan mengantuk, terpaksa perempuan itu membuka mata. Reaksinya itu sontak saja membuat empat perempuan kisaran usia 30-an di kiri dan kanan ranjang berseru. Melihat seruan itu, Safa hanya mengerutkan keningnya. "Kalian siapa?"
Bukannya menjawab, keempat perempuan itu malah menuntun Safa menuju kamar mandi. Hal pertama yang perempuan itu hirup adalah aroma terapi juga musik klasik yang membuat perasaannya tenang. Seperti terhipnotis, dia membiarkan tiga di antara keempat peremuan itu membuka seragam Jegu Luxury Hotel, dan menuntunnya berendam di dalam bathub.
Satu perempuan mengurus rambutnya, satu perempuan lagi memijat lengan serta tubuhnya, yang satu lagi memanjakan wajah, dan dari pintu kamar mandi yang terbuka dia bisa melihat perempuan berambut merah yang lain tengah mondar-mandi sambil membawa tas besar, dan kotak makeup semacam koper.
"Ada apa ini sebenanrnya?" tanya Safa yang merasa heran dengan tingkah keempat perempuan itu. "Di mana Ludwiq?"
"Pak Ludwiq sedang ada urusan di luar kota," sahut perempuan berambut bop yang kini memijat kakinya. "Nona jangan khawatir, kami orang suruhan Pak Ludwiq, dan tidak mungkin mencelakai Nona."
"Aku bisa gila bila terus-terusan diperlakukan seperti ini," gumam Safa yang sukses membuat ketiga perempuan di sekitarnya tersenyum.
"Nona beruntung." Hanya kalimat itu yang Safa dengar sebelum dirinya terlelap, saking nyamannya pijatan ketiga perempuan di sekitarnya.
***
"Saf, bangun, Saf!"
Safa mengerang sebelum membuka sepasang matanya yang terasa berat. Perempuan itu menaikkan kedua alisnya begitu melihat Nindi berjongkok di samping sofa panjang yang didudukinya. Pandangan perempuan itu mengarah pada ruangan serba putih yang di sepanjang sisinya dihiasi mawar merah. "Nin, aku di mana?" tanyanya dengan suara serak.
Nindi menyipitkan matanya. "Gila lo ngeduluin gue kawin. Jadi ... laki-laki ganteng yang nolongin lo di mall itu ... ayah dari anak itu?" Nindi menunjuk perut Safa hati-hati.
"Ludwiq maksud kamu? Dia ... tunggu, apa maksud kamu aku ngeduluin kamu kawin? Sumpah, aku nggak ngerti maksud kamu. Lagian, kenapa kita bisa ada di sini?"
Nindi membuka tas tangannya, kemudian mengeluarkan sebuah undangan, dan memberikannya kepada Safa. "Jangan sok amnesia deh lo."
Safa mengambil undangan itu dari tangan Nindi, tergesa-gesa dia membuka plastiknya dan membaca isinya. Seketika mata perempuan itu membola membaca nama dirinya dan Ludwiq tertulis di dalam undangan itu. "I-ini ... Nin, sekarang tanggal berapa?"
Nindi berdecak. "Sama kayak yang tertulis di dalam undangan. Tahu nggak sih, gue rela ambil cuti demi jadi bridesmaid lo hari ini. Gila, gue kaget banget waktu kurir nganter undangan ini seminggu yang lalu. Gue sudah berusaha ngehubungin lo, tapi nggak diangkat juga telepon gue. Laki-laki itu ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Secret
RomanceHidup Safa berubah 180 derajat. Mati-matian dia menyembunyikan kehamilannya dari sekitar. Namun, serapat-rapatnya bangkai disembunyikan, toh akan tercium juga busuknya. - Sebuah ketidaksengajaan membuat Safa kembali memutar kejadian buruk yang dial...