LETS MAKE A RELATIONSHIP

3.8K 183 22
                                    

Safa terbangun, dan hal pertama yang dilihatnya adalah sosok Ludwiq yang tertidur di sofa panjang dekat dinding kaca. Kaki laki-laki itu ditekuk, karena tubuhnya lebih tinggi dibanding panjang sofa. Sepelan mungkin perempuan itu turun dari ranjang, dia mengendap-endap mendekati Ludwiq, dan akhirnya berjongkok di depan sofa. Semenit, Safa memperhatikan wajah Ludwiq yang damai dalam tidurnya. Perempuan itu menggeram dalam hati, karena tanpa sadar dia mengagumi pemandangan langka di hadapannya.

Sekelumit rasa bersalah terselip di dalam hati Safa, ketika menatap lingkar hitam di bawah mata Ludwiq. Perempuan itu yakin Ludwiq tidak tidur nyenyak selama di Singapura karena memikirkan janin yang ada di dalam perutnya, ditambah pekerjaan yang sudah pasti menguras otak. Safa tidak mau semakin menyusahkan Ludwiq. Kesempatan tidak datang dua kali, mengendap-endap perempuan itu keluar dari unit mewah apartemen Ludwiq. Sesampainya di depan pintu unit, Safa mengeluarkan note kecil beserta pulpen dari dalam tasnya, tergesa-gesa perempuan itu menuliskan pesan yang berbunyi:

To: Ludwiq

Terima kasih sudah membuka pikiranku, dan menenangkanku kemarin. Aku rasa semuanya sudah cukup, aku akan mempertahankannya dengan catatan tidak mau lagi terlibat denganmu. Tolong, jangan cari aku lagi. Jalani saja hidupmu dengan baik, aku nggak mau menjadi beban.

Safa

Safa mengubek-ubek tasnya guna mencari perekat. Setelah dapat, perempuan itu merekatkan note kecilnya di depan pintu, sebelum bergegas meninggalkan tempat itu. Dia akan menjauh dari dunia Ludwiq, dan menjalani hidup barunya dengan tegar. Sekarang Safa akan fokus bekerja, masalah janin yang ada di dalam perutnya akan dibicarakan bersama Bu Amel. Perempuan itu hanya bisa berdoa, agar seniornya itu mau memaklumi.

Setelah berada di dalam lift, perempuan itu kembali merogoh tas, kali ini yang dicarinya adalah ponsel. Jari perempuan itu begitu lincah mengetikkan sebuah pesan yang akan dikirimnya pada Sintia, Riko, juga kedua orang tuanya.

[Kak, Ma, tolong jangan kasih tahu tempat kerja dan alamat indekosku sama Ludwiq. Kami sudah putus, dan aku nggak mau lagi terlibat dengan dia.]

Itulah isi pesan yang Safa kirim untuk keluarganya. Tanpa menunggu balasan, perempuan itu menonaktifkan ponselnya, karena dia yakin Ludwiq akan menghubunginya menggunakan nomor Fendi atau siapa pun itu yang ada di sekitarnya. Safa muak, dia tidak bisa menerima keberadaan janin itu, tapi perempuan itu sudah berjanji akan mempertahankannya apa pun yang terjadi. Janji tidak mungkin diingkari, berbekal rasa kasihan Safa mengelus perutnya sambil meratapi hidup yang tidak seindah ekspektasi. Kadang, dia iri pada Nindi yang bisa bertukar pacar layaknya membeli kaus di emperan.

Ah, hidup memang tidak adil.

***

"Morning, Nona Seksi."

Safa terperanjant. Buru-buru dia menyilangkan kedua lengan di depan dada, bagaimana tidak, James tiba-tiba saja menyapa saat perempuan itu baru membuka pintu utama Jegu Luxury Hotel. Mata Safa memandang penampilan James yang hari ini terlihat sangat segar, janggut tipis menghiasi dagu laki-laki itu. "P-pak ...."

"Aku menunggu kamu dari pukul enam loh. Aku juga datang ke tempat indekosmu beberapa kali, tapi kamu nggak ada," potong James dengan santainya. Seperti biasa, bola mata laki-laki itu jelalatan memperhatikan tubuh Safa yang dibalut rok pensil ketat sebatas lutut, juga kemeja dan jas yang terlihat mengimpit tubuh mungilnya, "kamar sebelah bilang kamu belum pulang."

Safa merasa risi ditatap seintens itu oleh atasannya, ditambah dengan penjaga resepsionis yang menghujaminya dengan pandangan tidak suka. "Ba-bapak tahu dari mana tempat indekos saya?"

"Apa sih yang aku nggak tahu tentang kamu, Nona Seksi." James mengerling, lalu menjilat bibirnya dengan gaya menggoda.

Safa hanya bisa meringis sambil mengalihkan pandangan pada apa saja yang ada di sekitar lobi. Kalu bisa, perempuan itu ingin laki-laki di hadapannya segera lenyap.

Dark SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang