"Aku mau Coto Makassar, tapi dari Makassarnya langsung," rengek Safa saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi.
Ludwiq yang baru saja memejamkan mata, karena semalaman melancong mencari Soto Lamongan mau tidak mau terbangun. Kalau menuruti kemauan istrinya, bisa-bisa acara resepsi mereka besok gagal. "Di Fatmawati ada Coto Makassar juga, Hon. Katanya enak. Kita ke sana sekarang?"
Safa menggeleng. "Aku mau yang dari Makassar!"
Ludwiq memijat pelipisnya yang berdenyut. Kurang tidur, dan memikirkan kemauan Safa yang aneh-aneh membuat kondisi tubuhnya lemah. Ditambah pukulan James di tubuhnya yang rasa sakitnya belum juga menghilang. "Kalau ke Makassar dulu lama, Hon. Lagi pula yang buatnya orang Makassar kok, jadi ...."
Safa cemberut. Perempuan itu sudah merencanakan keinginannya ini sejak semalam. Sebenarnya dia sama sekali tidak menginginkan Coto Makassar, hal itu dilakukan agar bisa membuat Ludwiq kelelahan, kalau bisa sampai menyerah. Ada kebahagiaan tersendiri bisa membuat suaminya itu kelabakan. "Ya udahlah, nggak usah. Aku mau minta bantuan Pak James saja kalau begitu. Aneh, katanya kamu mau berusaha bikin aku bahagia."
Ludwiq bangkit dalam sekali gerakan, kemudian mencekal lengan Safa yang bersiap keluar dari penthouse. "Yang suami kamu itu kan aku, bukan James. Bisa-bisanya kamu mau minta tolong sama laki-laki itu, kamu mau pertemanan kami semakin hancur?"
"Siapa suruh kamu nikahin aku," jawab Safa dengan suara naik beberapa oktaf, "kamu pikir aku mau jadi duri di antara persahabatan kalian? Kalau bisa mengulang waktu, aku nggak bakal sudi nerima tawaran kamu waktu di Singapura. Andai hari itu nggak hujan, mungkin aku bisa cari teman-temanku yang kepisah, bukannya malah nyasar ke Ibis Hotel dan ketemu laki-laki hidung belang kayak kamu!"
"Jadi kamu nyesel ...."
"Ya!" seru Safa bahkan sebelum Ludwiq menyelesaikan kalimatnya. Perempuan itu menatap tangan Ludwiq yang melingkari lengannya. "Lepas, atau aku akan bunuh janin ini?"
Ragu-ragu Ludwiq melepaskan genggamannya di lengan Safa. Laki-laki itu takut istrinya yang keras kepala itu benar-benar nekat membunuh darah dagingnya sendiri. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah memandangi punggung Safa yang mulai menjauhi tempatnya berdiri.
***
"Janin itu nggak salah, Hon." Ludwiq menghampiri Safa yang terlihat sudah lebih tenang dari sebelumnya. Laki-laki itu berdiri di belakang tubuh Safa yang tengah memandang jalanan dari balkon. "Biar bagaimanapun semua sudah terjadi. Yang lalu biarlah berlalu, jangan sampai kamu terbelenggu dengan penyesalan yang ... nggak akan ngubah kenyataan."
Safa menoleh, kemudian menatap suaminya tanpa ekspresi. "Apa kamu pernah menyesal karena sudah ...."
"Nggak. Barang sedetik pun aku nggak pernah menyesalinya. Sebaliknya, aku senang janin itu tumbuh di dalam perutmu, karena dengan begitu aku mendapat dua kebahagiaan sekaligus; kamu, dan bayi kita."
"Secara nggak langsung, kamu senang sudah menghancurkan masa depanku."
"Come on, Hon." Ludwiq mengulurkan lengannya. "Aku nggak pernah berniat menghancurkan masa depanmu, itu terjadi begitu saja. Kamu pasti ingat kan, waktu itu baju kita basah dan dilaundry sama-sama. Kamu pikir aku tega lihat kamu merenggang nyawa di sana?"
Safa menutup kedua telinganya menggunakan telapak tangan. "Aku nggak mau dengar apa-apa lagi tentang kejadian itu! Kamu tahu, aku merasa sangat berdosa, dan ... kotor. Aku nggak bisa makan, nggak bisa tidur, dan nggak bisa melakukan semuanya selama sebulan, tapi di depan semua orang aku harus bersikap seolah nggak terjadi apa-apa. Kamu itu ...."
"Sorry," Ludwiq menggeleng, kemudian menurunkan kedua tangan Safa dari depan telingannya sebelum menggenggam tangan mungil yang belakangan ini menjadi favoritnya, "aku tahu maaf nggak akan mengubah segalanya, tapi ... aku mohon jangan sesali semuanya, terutama janin yang ada di dalam perutmu itu. Demi Tuhan, Hon, dia itu bukan kesalahan. Oke, aku salah sudah menghancurkan impianmu, tapi aku sama sekali nggak merasa bahwa semua ini kesalahan. Kejadian di Singapura, kehamilanmu, pernikahan kita; semua itu takdir. Tuhan yang berkehendak, kita bisa apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Secret
RomanceHidup Safa berubah 180 derajat. Mati-matian dia menyembunyikan kehamilannya dari sekitar. Namun, serapat-rapatnya bangkai disembunyikan, toh akan tercium juga busuknya. - Sebuah ketidaksengajaan membuat Safa kembali memutar kejadian buruk yang dial...