8; mama eva

1.7K 212 23
                                    

Andra paham banget kok, setiap bulan, diminggu-minggu tertentu Kirana bakal shifting ke mode maung galak.

Kadang juga jadi clingy kayak kucing yang bawaannya ngalem mulu. Terus diam-diam nangis, yang ketika Andra tanyain kenapa, katanya sedih saja nonton film atau baca cerita yang tokoh utamanya meninggal.

Andra juga tahu kok kalau Kirana sempat ngambek sama dia karena dicuekin.

Andra sengaja, walau sebenarnya nggak tega juga. Dia menyibukkan diri biar tenang.

Dia takut sama dirinya sendiri. Takut nggak cukup mampu mengendalikan diri saat didekat Kirana dan berakhir menyesal.

Terlepas dari alasan apapun itu Kirana memang istrinya, harusnya sah-sah saja jika dia meminta. Tapi Andra nggak yakin Kirana bakal setuju dengan itu.

Sore itu Andra datang ke kostan atas laporan salah satu penyewa lewat grub chat, katanya lampunya mati dan dia nggak bisa benerin. Kebetulan cewek dan anak rantauan gitu.

Kebanyakan yang sewa kostan Andra memang anak-anak kuliahan. Soalnya tempatnya dekat sama kampus.

Jadilah Andra kesana, dibenerin sekalian ngecek-ngecek yang lain. Setelah memastikan semua dalam kondisi oke, Andra pergi jemput Kirana.

Kirana muncul mencangklong tote bag dengan wajah lesu. Menarik gagang pintu mobil, melempar tasnya asal, sebelum menghempas punggung pada kursi yang sebelumnya sudah Andra turunkan sedikit biar nyaman.

Kirana mencepol asal rambutnya keatas, jadi berantakan tapi masih cantik.

"Capek?" Andra mengangsurkan botol mineral pada Kirana. Kirana menghela singkat, "Revisian numpuk parah, An. Mumet aku lama-lama. Aku mau lembur sebenarnya, sih, tadi, tapi capek banget. Pegel semua. Aku bawa pulang aja diberesin dirumah nanti." Kemudian meraih botol itu.

Kirana sudah nggak kaget pas membuka tutupnya dan nggak kesusahan. 

"Pantesan lesu amat mukanya." Andra terkekeh kecil, mengipasi wajah Kirana dengan tangannya.

"Ya gitu deh."

"Oh, ya, aku tadi beli eskrim, loh, Ki. Mau?" Andra menawari Cornetto pakai senyum manis maksimal. Mustahil bisa Kirana tolak.

"Makasih, An."

Mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. "Kalau mau putar lagu, putar aja nggak apa-apa."

"Kamu aja."

Andra akhirnya yang menyetel biar suasana gak sepi-sepi amat. Lagu milik Pamungkas mengalun tenang.

"Mau mampir makan dulu atau dirumah aja, Ki?"

"Capek aku, An. Dirumah aja, ya? Pengen buru-buru mandi terus rebahan." Kirana meringis pelan, hal itu bikin Andra beberapa kali melirik cemas. "Kamu belum makan, kah?"

"Belum. Biar barengan kamu aja."

"Yaudah mampir aja kalau gitu deh."

"Masih sakit ta perutnya?"

"Ya gimana biasanya gitu, Mas."

"Yang kemarin kamu minum ndak?"

"Aku minum. Agak ngefek sih, sedikit."

Andra manggut-manggut, walau gak tahu persis seberapa tingkatan rasa sakit perempuan kalau lagi menstruasi. Tapi dari ekspresi Kirana yang selalu nampak gak nyaman, bad mood, kesal, Andra menerka pasti betulan menyiksa.

Mana harus menjalani aktivitas seperti biasanya pula.

"An." 

"Hm?"

midnight loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang