11; detak

1.4K 172 18
                                        

Sore itu hujan turun lumayan deras, untungnya Kirana sudah tiba dirumah hanya sesaat sebelum bulir-bulir air menerjang bumi.

Kirana merapatkan jendela dan kelambu tak kelupaan menutup semua pintu supaya udara dingin diluar tidak menerobos masuk. Suhu disekitar menurun drastis. Bikin Kirana agak menggigil.

Beberapa kali Kirana mengecek ponsel. Menanyai keberadaan Andra. Hari itu Kirana memang tidak pulang dijemput Andra. Soalnya Andra bilang kalau masih ada kerjaan.

Jadilah Kirana pulang sendiri naik ojol. Setibanya dirumah, kosong. Andra tak ada. Kirana chat lagi coba telepon juga, tapi tidak ada balasan dari Andra.

Kirana agak cemas. "Dia nggak kenapa-kenapa, kan?"

"Apa sih gue. Jangan mikir yang jelek deh." Kirana memukul pelan kepalanya. Menyesap sedikit teh hangat yang ia seduh beberapa menit lalu.

"Mas An palingan lagi dirumah Mama. Atau ke resto? Atau ngecek kostan? Atau barangkali ke kafe barunya itu yang baru buka."

"Akhir-akhir ini kan emang sibuk banget dia. Lebih jarang dirumah juga dibanding gue kayaknya."

"Tapi kenapa nggak di angkat ya telepon gue," Mau berpikir positif terus juga, Kirana bawaannya cemas. Berkali-kali ngecek Hp yang nihil notifikasi. "Mana hujannya deres banget lagi. Seenggaknya kasih tau kek ada dimana."

Kirana memilin bibir. Dia beranjak turun dari sofa. Merapatkan jaket rajut yang membalut tubuh, menghalau suhu rendah disekitar. Sesekali berjengit saat mendengar gelegar kencang diatas sana.

Lalu tak lama kemudian kedengeran suara motor. Kirana langsung lari ke pintu. Betulan. Itu motornya Andra.

"Mas Aan!"

Andra muncul dalam kondisi basah kuyup tanpa ada satu titikpun yang luput terguyur air. Lelaki itu cengengesan, padahal kondisinya jauh dari kata oke.

Tubuhnya menggigil karena sudah pasti kedinginan. Kaos tipis yang dia kenakan tak mungkin mampu bikin dia terlindungi dari hujan lebat. Rambutnya lepek, ujung bajunya menetes-neteskan air ke lantai keramik.

Mencipta genangan dadakan diatas permukaan lantai yang Andra pijaki.

"Astaga! Kok bisa kayak gini, sih?!"

Andra mengusap wajahnya yang basah. Tubuhnya menggigil. "Nanti ya ngomelnya? Dingin banget, Ki. Kasih  Mas masuk dulu, boleh?"

Kirana melebarkan pintu. Biarin Andra masuk setelah sebelumnya bawain dia handuk dari kamar.

"Sana mandi dulu cepetan. Diguyur semuanya dari atas kepala ya."

Dengan handuk digunakan mengusak kepala, Andra acungkan jempolnya diikuti cengiran manis pada Kirana. "Iya, nanti aku turun habis mandi."

Sementara Andra mandi, Kirana ngacir ke dapur. Bikinin dia minuman hangat. Kopi bukan opsi bagus. Andra juga gak terlalu suka susu. Nggak ada wedang jahe atau semacamnya dirumah. Mau beli juga hujan. Jadi Kirana bikin teh saja.

Andra muncul lagi dengan kondisi yang lebih oke dan segar. Walau bibirnya masih sepucat tadi dan jari-jarinya kelihatan keriput sewaktu memegang gelas buat mencicipi teh.

"Masih panas An, jangan buru-buru minumnya."

Andra mengangguk mengerti. Lantas menyesap sedikit saja dari bibir gelasnya. Kemudian menatap Kirana selagi melekatkan di meja. "Tadi supir mebel Ayah kecelakaan, Ki."

"Hah? Pak Hadi?"

"Iya. Tadi Pak Hadi mau balik kan abis ngangkut meja-meja baru yang dipindahin ke mebel. Terus Pak Adi disalip sama mobil kenceng gitu, pas nyalip mobilnya oleng, nabrak pick-up nya Pak Hadi. Katanya pengendaranya lagi mabuk."

midnight loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang