"Please, kamu aja yang hamil, hhhh.."
Andra menghela nafas dalam-dalam. Makin giat menyabarkan diri. Andra betulan nggak mengerti lagi mau yang gimana. Hari-harinya diisi rengekan dan tangis penuh keluhan Kirana.
"Ya mana bisa ta aku hamil," Andra membalas melas dibelakang punggungnya. Tak henti mengelus-elus perut Kirana yang masih menangis sesenggukan sambil tiduran dari belakang. "Aku kan laki-laki.."
"Heuh!" Kirana melenguh sewot. Sementara matanya basah sembab oleh air mata. "Aku capek.. rasanya bener-bener nggak enak.."
"Aku capek ke kamar mandi terus. Aku capek muntah terus. Pusing. Lemes. Capek banget pokoknya!"
Punggungnya ditarik merapat ke pelukan. "Kalau bisa ditransfer rasa sakitnya aku rela banget kok nanggung. Biar aku aja yang ngerasain. Tapi aku juga gak tahu gimana caranya biar kamu nggak sakit,"
"Aku mau pulang aja," Kirana meringik, lalu tersedu sampai sulit nafas. "Anterin aku pulang, Mas An.. pulang.."
"Pulang kemana?" Andra menekan telapak tangannya ke kasur. Lalu bangkit. Diraihnya tubuh Kirana yang masih berguncang karena menangis untuk dipangku. Dipeluk longgar dengan wajah dibenamkan ke dadanya. "Rumahnya Kiki kan disini."
"Mau pulang kemana lagi emang, hm?"
Telapak tangan Andra menyeka lembut jejak basah di wajahnya. Kirana sampai batuk karena keselek pas nangis. Andra menenangkan dengan sabar. Berasa lagi mengemong balita yang lagi tantrum.
"Sussh, udah ya? Nanti tambah sakit kepalanya kalau nangis terus." Andra menciumi rambutnya. "Mana yang nyeri lagi? Mas pijitin sini. Aku jagain, gih, tidur lagi."
Kirana mencengkeram baju Andra erat-erat. Tangisnya memelan namun terdengar amat memilukan. "Mau Ibu, tapi Ibuku jauh.."
Dada Andra langsung nyeri mendengarnya. Jauh. Jelas teramat jauh untuk bisa menemuinya. Bahkan terasa begitu mustahil.
"Gimana aku mau jadi Ibu, sedangkan aku aja nggak ngerasain gimana rasanya disayang Ibu." Kirana meracau seperti orang ling-lung. Kesedihan itu merambat kemana-mana bahkan ke hal yang nggak semestinya dikaitkan.
Andra memeluknya lagi. Berupaya mereda tangisnya sekaligus mencegah Kirana berkata yang tidak-tidak lagi.
"Kan punya Mas disini. Ditemenin Mas. Kamu nggak sendirian lagi." Andra membisikinya, selagi mengurai helaian rambutnya. "Nggak akan pernah Mas biarin sendirian."
Kirana diam saja. Tapi sehabis itu dia mendorong dada Andra menjauh. Mulutnya dibungkam dengan telapak tangannya sendiri. Wajahnya kelihatan menahan mual hebat. Tubuhnya terlalu lemas dan tak bertenaga untuk beranjak ke kamar mandi. Jadilah karena sudah tidak bisa menahannya lagi, Kirana memuntahkannya ke lantai di sisi kanan ranjang.
Huek.. !!
Andra sigap mengurut tengkuknya. Mengusap ringan punggung Kirana sampai dia selesai dengan guncangan mual diperutnya.
Nafas Kirana terengah-engah. "Maaf, aku nggak kuat nahan.."
"Nggak apa-apa. Nanti aku bersihin." Andra ambilkan dia air minum. Lalu menyuruhnya duduk bersandar setelah sekalian meminum obat pereda mual.
