17; perdana

2.2K 202 43
                                        

"Seumur hidup, ya, Ki?"

Jujur saja, kalimat yang entah kenapa terang-terangan sekali Andra utarakan beberapa waktu lalu padanya, lumayan mengusik benak Kirana.

Seumur hidup? Bersama Andra?

Sepertinya tidak kedengaran buruk. Andra baik. Kelewat baik malah. Super pengertian, yang mana belum tentu Kirana bisa menemukan sosok seperti Andra dibelahan bumi manapun.

Tapi tetap saja Kirana takut. Takut Andra makin berharap lebih. Dari awal segalanya sudah berbeda. Tujuan Kirana bukan Andra. Pun, meski Andra berpikir sebaliknya, Kirana yang merasa tidak cukup buat Andra.

"Aku pengen jadi Ayah."

Mendadak, ingatan Kirana dibawa melesat jauh ke beberapa tahun kebelakang. Saat keduanya masih sama-sama mengenakan seragam putih-abu. Dengan Andra terpaut 2 tahun diatasnya, Andra pernah menjawab demikian saat Kirana iseng bertanya apa yang paling Andra inginkan kelak.

Menjadi seorang Ayah.

Mungkin kedengeran sederhana. Jadi Ayah. Tapi tidak untuk Kirana. Itu sesuatu yang cukup sulit buatnya.

Dan bisa jadi, bila tetap dengan Kirana, Andra tidak akan mendapat apa yang ia inginkan.

Andra layak mendapatkan sosok wanita yang lebih baik darinya. Pun, yang bisa memberinya gelar itu. Sebab buat Kirana sendiri, dia tidak pernah berkeinginan memiliki seorang anak.

Kirana tahu, Andra bukan laki-laki yang banyak menuntut, kesabarannya seluas samudra. Dia juga tahu Andra selalu menghargai apapun keputusannya selama ini.

Tapi Kirana masih punya hati. Dia tidak bisa merenggut sesuatu yang pernah atau barangkali masih sangat Andra dambakan.

Andra laki-laki yang baik.

Belum lagi tuntutan Mama Eva yang sangat menginginkan cucu dari Andra. Yang mana hal itu nggak pernah berada dalam planning Kirana sama sekali.

Walau sedih Kirana akui, tapi mau gimana lagi? Sebentar lagi batas kontrak mereka juga sudah habis. Mereka akan menjalani hidup masing-masing.

"Beneran nggak usah Mas anterin?"

Kirana menoleh saat mendengar suara Andra. Laki-laki itu tetap bersikap biasa saja, seolah nggak ada apa-apa, walau sempat Kirana diemin.

"Temenku nanti mampir kesini. Aku bareng dia aja."

"Ada cowoknya?"

"Kenapa emang?"

"Ya nggak apa-apa, nanya aja."

"Cewek doang. Temen SMA ku."

Andra mengangguk-angguk, bersandar di sebelah kulkas. "Oh," Lelaki berkaos putih itu menatap Kirana yang sudah dandan cantik pakai terusan hitam tanpa lengan, katanya mau main sama temannya.

"Pulangnya gimana?"

"Dijemput bisa. Nanti aku chat."

"Ke diskotik kamu?"

Gelas Kirana letakkan, selagi menggeleng pelan. "Nggak kok. Ngafe doang paling. Makan, ngumpul-ngumpul biasa. Aku nggak mungkin ikut kalau perginya kesana, Mas."

"Sip."

Terdiam sejenak, Kirana lalu menghampiri Andra. Lalu mengatungkan tangan padanya. Andra berkedip lambat. Meraba-raba saku celana. "Dompetku ada dikamar. Bentar tak ambil dulu ya-"

"Mau salim, bukan minta duit."

"Hm?"

Andra masih diam, Kirana meraih tangan Andra lalu menempelkan punggung tangannya sekilas ke pipi sebelum berlalu dari hadapannya.

midnight loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang