10; bukan suhu

1.7K 186 58
                                    

"Kita jadi batal jalan-jalan. Maaf ya."

"Nggak apa-apa. Besok kan masih ada hari, Mas An."

Andra melirik Kirana yang keluar usai ganti baju di kamar mandi. Setelan casualnya tadi sudah diganti terusan santai dengan motif bertabur bunga warna biru dan putih gading. 

Tadinya mereka memang berencana mau jalan-jalan gitu. Tapi nggak jadi karena Mama Eva mau berkunjung.

Andra duduk ditepi kasur Kirana. Matanya tak lepas mengamati kemana saja pergerakan perempuan itu. Yang sekarang duduk didepan meja rias. Membuka salah satu wadah skincare, diaplikasikan ke wajah.

"Tapi kamu udah dandan tadi. Terpaksa hapus make up dan ganti baju lagi."

Kirana menoleh sebentar pada Andra, terus nyengir. "Santai aja. Lagian kita keluar kan paling cuma mau makan. Besok-besok juga masih bisa kali."

Kirana menjepit rendah sejumput rambutnya kebelakang pakai jepitan. Sementara yang lainnya disisakan buat digerai jatuh menutup punggung atas.

"Kenapa senyum-senyum deh?"

"Nggak," Andra menggeleng dengan senyum yang belum memudar. "Aku jarang lihat kamu dandan gitu. Maksudku, rambutnya digituin. Bisanya formal banget. Jarang dipakein jepitan lucu gitu. Terus digerai. Cocok ternyata."

"Kelihatan kayak abg banget."

"Iya, kah?" Kirana mesem-mesem. Dia merapikan bagian samping rambutnya sambil terkekeh lucu. "Gak kelihatan kayak mau kepala 3 dong ya, hihi.."

"Hm-mh."

Sentuhan terakhir Kirana memoleskan liptin ke bibir biar gak kelihatan pucat-pucat amat. Yah, dipikir lagi dia cuma mau ketemu mertua, Kirana gak mau kelihatan terlalu heboh.

Andra masih berdiri disana. Memandanginya tanpa bosan. Kirana bukan naif, jadi dia cukup tahu Andra kini sebegitu menyayanginya.

Kelihatan jelas dari matanya.

Karena konon katanya, mata adalah jendela hati.

Kirana memutar badan. "Udah cantik nggak akunya?"

"Cantik."

"Lihatin bener-bener dong,"

Andra mengelus kepalanya lembut. "Cantik. Kiki nya Mas An selalu cantik." 

Kirana nyengir. Lalu bangkit berdiri berhadapan dengan Andra.

Andra tadinya mau mundur biar ada sedikit jarak diantara mereka. Tapi lengannya keburu ditahan sama Kirana biar tetap berada diposisi itu. "Bentar."

Kirana ambil lipbalm miliknya. Terus balik lagi menghadap Andra. Andra mengerjap singkat, tatapannya kini turun saat salah satu tangan Kirana menangkup rahangnya.

"Bibir Mas An pecah-pecah," Ibu jari Kirana mengusap permukaan bibir Andra yang kering. Sesekali menatap mata Andra yang kentara banget lagi gugup. "Banyakin minum air putih dong."

"Hm."

Kirana senyum. "Aku pakein lipbalm ya." Diberi anggukan kecil, Kirana langsung beraksi. Memoleskan lipbalm ke bibir Andra dengan telaten. 

"Ini bagus banget loh buat melembabkan bibir. Aku udah pake dari jaman SMA." Jempol Kirana mengusap-usap bibir bawah Andra.

"Em-mm."

"Mas gak pernah pake lipbalm?"

Andra menggeleng kecil. 

Pandangannya tak lepas dari wajah Kirana. Dipikir lagi, mereka hampir tak pernah berada diposisi sedekat ini. Sedekat Andra bisa memeluknya jika dia mau. Tapi Andra kerap menjaga jarak karena takut bikin Kirana risih.

midnight loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang