"Neng endi, An?"
"Dijalan, Ayah. Kenapa?"
"Lagi nyetir?"
"Belum. Ini aku baru mau pergi."
"Berhenti. Duduk sek ya, An. Dengerin Ayah."
".. ya?"
"Mamamu masuk rumah sakit. Jantungnya kambuh, An."
Mama kerap memberi ekspektasi yang teramat tinggi.
Andra harus seperti ini, Andra harus seperti itu. Harus lebih dari Januarka, atau setidaknya tidak dibawah terlalu jauh.
Janu jarang mengalah, dalam hal apapun, dia ingin selalu jadi yang pertama. Tuntutan dari Mama, juga posisinya sebagai si sulung, tentu saja.
Jika saja hubungan persaudaraan Andra dan Janu tidak kuat, mereka mungkin bakal saling benci hingga detik ini, karena benteng persaingan sengit yang Ibu mereka bangun.
Reinandra dan Januarka hidup dalam kompetisi sejak kecil. Entah dari segi nilai atau pencapaian.
Januar itu keras dan ambisius, minim empati dan sedikit kolot. Sementara Andra lebih senang mengalah dan menghindari persaingan yang tidak perlu.
Jika semasa sekolah Januar sibuk memborong piala kejuaraan akademis dengan ikut beragam olimpiade. Sampai-sampai nama dan wajahnya jadi yang paling laris memenuhi mading.
Andra sebaliknya, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang menurutnya menyenangkan dan ia sukai. Seperti ikut basket, melukis, klub robotika, ikut kegiatan sosial atau jadi sukarelawan.
Itu juga yang jadi salah satu alasan kenapa Andra memilih melepaskan diri dari kandidat calon pewaris Baskoro Group, diluar fakta kalau dirinya memang tidak pernah menginginkan posisi itu sejak awal meskipun dirinya juga tak kalah layak.
Andra menyerahkan segalanya pada Januar. Karena Andra paham betul, sekeras apa kakaknya itu berusaha untuk bisa berada di posisi itu.
Andra sanggup melepas apapun, asalkan dia tidak kehilangan saudaranya.
Jabatan itu tidak sebanding dengan luka yang mungkin bakal saling mereka tebaskan pada satu-sama lain. Andra tidak pernah ingin melukai siapapun. Terlebih jika orang itu Januarka. Kakak yang begitu dia sayangi.
Andra kelewat jarang membantah Mama selama hidupnya. Dia selalu jadi anak yang patuh. Setidaknya itu yang ia usahakan. Tapi untuk kali pertama, Andra memilih keputusannya sendiri. Mama kecewa. Dan berakhir dapat bogeman mentah juga dari Januarka.
"BOCAH TOLOL!"
"Gue punya alasan ngelakuin ini, Mas."
"Apa?! Apa maksud tindakan lo kayak gini, hah? Mau cari muka lo?! Dengan lo mundur, sama aja lo ngeremehin kemampuan gue buat ngalahin lo. Itu yang mau lo tunjukin ke semua orang? Iya?! Sampah, An!"
"Nggak sama sekali. Karena memang dari awal lo lebih pantas ada di posisi itu daripada gue, Mas."
"Kenapa nggak lo buktiin? Kenapa kita nggak bersaing aja secara sehat? Biar mereka bisa nilai sendiri. Apa mau lo sebenarnya, An? Keputusan lo yang kayak gini justru bikin gue seolah-olah pengen ngerebut semuanya dengan maksa lo mundur karena gue pengen berkuasa sendirian!"
"Meskipun gue ngedapetin itu semua nantinya, semua orang bakal tetap memandang gue rendah, orang picik yang serakah sama adiknya sendiri!"
Kala itu, pertama kalinya, dihidup Andra pipi Andra disapa denyut menyakitkan hasil pukulan Januar. Kakak laki-lakinya yang meski minim empati tapi berhati hangat itu--memukulnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
midnight love
Roman d'amourCapek-capek move on, nikahnya sama mantan sendiri. 20+