Marah

3 1 0
                                    

Enam bulan berlalu, dan sekarang Nahida sudah tidak seperti sosok dirinya yang waktu itu. Kini, dia sudah akrab kembali dengan Ivan, dan tentu saja dengan Rangga. Dirinya dan Nayla pun sering kali makan siang di ruang organisasi pecinta alam, organisasi yang beranggotakan Rangga, Ivan, dan beberapa murid dari kelas dua dan tiga. Kaila yang juga anggota, pernah mengajak dirinya untuk bergabung dengan organisasi itu, namun karena kejadian di Gunung Prau itu, Nahida menolaknya.

Dan di sebuah sore yang seperti biasanya, pulang sekolah, untuk pertama kalinya Nahida dan Rangga nongkrong berdua. Di Cafe dekat masjid agung yang sudah lama sekali dia tidak kesana, terakhir kali saat sehari sebelum dirinya bertemu sosok laki-laki yang ada di hadapannya saat ini.

"Lo mau pesen apa?" tanya Rangga menawari.

"Yang paling mahal lah," jawabnya, sembari mecari-cari bangku kosong untuk mereka duduki.

"Bo, bo, bolehhhhhh ...," balas rangga, dengan menirukan nada yang sedang viral di tiktok.

Setelah melihat-lihat sebentar, akhirnya Nahida menemukan bangku kosong di ujung ruangan.

"Gue serius anjir, yang paling mahal mah beli satu doang juga duit gue kurang," lanjutnya.

"Kalo gitu nasi goreng aja, minumnya es teh ... Ntar kalo lo kehabisan duit, nanti lo gak mau traktir gue lagi, hahaha," balas Nahida sambil tertawa, lalu dirinya berjalan menuju bangku kosong yang baru saja dia temukan.

Setelah itu mereka berdua pun duduk saling berhadapan, memakan makanan mereka dan sesekali mengobrol tentang apa yang ada di pikiran mereka pada makanan yang dipesannya.

"Ini lumayan enak sih, daripada yang ada di depan ruko deket rumah gue," kata Rangga.

"Iya,"

"Emang lo pernah beli disitu?"

"Belom sih, kenapa? Lo mau beliin."

"Belom beli kok udah bilang iya."

"Iyain aja dahhhhh, hahahahah." ucap Nahida dengan penuh tawa.

"Sialan lo."

Makanan pun habis, setelah itu mereka bermain hp masing-masing.

"Lo gak nyebat? Biasanya kan cowok kalo abis makan tuh bakar rokok, kan?" tanya Nahida membuka obrolan.

"Emang gapapa? Di depan lo."

"Boleh aja sih, tapi nanti lo digaplok sama yang punya cafe."

"Lah, kenapa?"

"Lo itu buta huruf apa gimana? Tulisan segede itu gak bisa lo baca?"

Nahida menunjuk sebuah tulisan di dinding cafe, tulisan itu cukup besar hingga bisa dibaca dari sudut manapun di ruangan mereka berada.

"Lah iya ya, tadi gue sempet baca, malah sekarang tanya kenapa."

Nahida hanya tertawa membalasnya, dirinya puas telah mengerjai rangga berkali-kali sejak pertama kali mereka bertemu hari ini.

"Tapi, sekarang kenapa lo mau gue ajak nongkrong berdua? Padahal lo dulu gue ajak nongkrong gak mau."

"Dibeliin makan mah siapa yang gak mau?"

"Anjir, jujur banget ya lo orangnya ... Tapi gue suka kok sama cewek jujur."

"Lo suka cewek jujur kan, sekarang tanyain balik dong ... Nahida, lo suka cowok yang kaya gimana, gitu."

"Nahida, lo suka cowok yang kaya gimana?"

"Cowok yang ngomong 'besok nongkrong lagi yuk, aku traktir' gitu, hahaha," balas Nahida dengan tertawa lebar.

"Buset dahhh."

Rangga hanya geleng-geleng melihat tingkah temannya itu, dan Nahida masih terus saja tertawa.

"Oke-oke, serius ... Da, gue suka sama lo, lo mau gak jadi pacar gue?"

Nahida yang sedang meminum segelas minuman coklat miliknya sangat terkejut mendengarnya, bahkan ia sampai melepehkan minuman yang sudah masuk mulutnya ke lantai.

"Dulu waktu pertama kali kenal, lo langsung ngajak gue nongkrong ... Sekarang waktu pertama kalo nongkrong berdua, lo langsung ngajak gue pacaran ... Lo bisa gak sih kalo gak ngagetin gue? Haa?" ucap Nahida dengan raut wajah yang benar-benar berubah.

Nampak dari wajahnya, mood Nahida menjadi jelek seketika. Apalagi ia juga menyadari bahwa ada beberapa orang di sekitar yang melihat dirinya melepeh minumannya ke lantai. Namun Rangga sama sekali tidak memperhatikan itu.

"Lo kalo mau PDKT pelan-pelan lah, jangan kaya gitu."

"Pelan-pelan pak sopir?" balasnya menirukan suara di tiktok, dirinya pikir sekarang ini Nahida juga sedang bercanda seperti sebelumnya, apalagi dirinya belum pernah sama sekali melihat Nahida marah sejak pertama kali mengenalnya.pyi

"Ah tai, gue pulang aja lah ... Males gue, lain kali gak usah ngajakin nongkrong lagi."

Nahida pun pergi dari bangku yang didudukinya, menuju ke arah kasir. Lalu mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu dan dibayarkannya.

"Kembaliannya ambil aja," ucapnya dan pergi, bahkan sebelum sang kasir mengucapkan sepatah kata apapun.

Ivan tak mengejarnya, dia sadar bahwa kesalahan besar baru saja dia buat. Dan dia juga berfikir bahwa tidak mungkin Nahida memaafkannya hari ini, jadi mengejarnya hanya akan memperparah keadaan.

"Kayaknya gue harus uninstall Tiktok deh, aplikasi bangsat emang," ucap Rangga.

Di keesokan harinya, sebelum bel masuk berbunyi, Rangga menghampiri kelas Nahida dan menemuinya. Lalu mengajaknya keluar kelas untuk membahas tentang kemarin.

"Da, ini duit lo, sebenernya yang dibeli kemarin habis 50 ribu doang, jadi ini kembaliannya ... Dan gue ganti, soalnya gue bilang kalo mau traktir lo makan," ucap Rangga, dengan menyodorkan dua lembar uang seratus ribu, seperti yang dilakukan Nahida kemarin waktu di cafe.

Nahida pun menerima uang itu, lalu mengambil uang kecil dari sakunya. Dia mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribuan, dan selembar uang lima ribuan.

"Gak usah ditraktir, gue bisa bayar sendiri."

Rangga pun berusaha menolak uang itu dengan keras, hingga Nahida luluh dan memasukan uang itu kembali ke sakunya.

"Jadi, maafin gue soal kemarin ... Udah bikin lo badmood."

"Lain kali kalo ada orang ngomong serius, jangan dibercandain ... Apalagi kalo ngomongnya sambil marah."

"Gue bikin lo marah ya?"

"Menurut lo?"

"Iya," balas Rangga singkat.

Setelah itu, bel masuk berbunyi dan sedikit mengagetkan mereka berdua. Bu Ani, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pun sudah terlihat keluar dari kantor guru.

"Guru kelas gue udah dateng tuh."

"Yaudah, gue balik dulu."

Rangga pun berpamitan untuk kembali ke kelasnya, dan Nahida sama sekali tidak menjawab apapun.

Hari demi hari berlalu, tak terasa satu bulan terlewat begitu saja sejak hari itu. Dan ini adalah malam sehari sebelum mereka menjalani ulangan kenaikan kelas.

"Nay, buat besok kodenya pake jari ya ... Satu jari buat jawaban A, dua jari buat jawaban B, dan seterusnya," ucap Nahida di chat whatsapp.

"Oke, sering-sering liat belakang ya ... Lo kalo dapet contekan juga jangan diem aja," balas Nayla.

Sekalipun Nahida dan Nayla tergolong siswa pintar di kelas, mereka tetap saja memerlukan contekan. Dan malam ini mereka sedang merencanakan itu, tentu saja dengan teman mereka yang lain juga. Selain dengan Nayla, Nahida juga merencanakan hal yang sama dengan Nabila, murid dengan absen sebelum dirinya. Nayla pun juga melakukan hal yang sama, bersama Panji yang memiliki absen setelahnya.

Nahida, Kucing, Dan Negeri Sakura (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang