Anissa mengendarai mobilnya dengan kecepatan lambat, dirinya ingin mendengar lebih banyak tentang sosok pacar adiknya. Karena, beberapa saat sebelumnya, ia bercerita soal Rangga pada Anissa.
"Lo baru pertama kali ini pacaran ya?" tanya Anissa setelah mendengar penjelasan Nahida panjang lebar.
"Iya, ini baru pertama kalinya gue deket sama cowok sampe pacaran."
"Hati-hati aja, Da ... Jangan mudah percaya sama cowok."
"Kenapa lo? Emang waktu SMA lo gak pernah pacaran apa?"
"Emang gak pernah, gue aja baru pertama kali pacaran sama Mas Albi, itupun tiga bulan langsung nikah."
Nahida pun terbayang-bayang akan masa lalu saat kakak sepupunya ini masih SMA, dan memang benar dirinya tidak pernah satu kali pun bercerita padanya tentang teman laki-lakinya.
"Emang apa yang lo maksud 'hati-hati'? Biar gak kepleset gitu?" ucap Nahida terdengar sedang bercanda, namun sebenarnya dia menggunakan kiasan agar tidak terdengar vulgar.
"Iya ... Lo tahu sendiri kan anak muda jaman sekarang banyak yang kelakuannya diluar nalar?"
"Gue juga bisa jaga diri kali."
"Ya bagus lah kalo begitu."
Tak terasa, kini perjalanan mereka untuk pulang ke rumah sudah setengah jalan. Anissa memberhentikan mobilnya karena lampu rambu-rambu lalu lintas menyala berwarna merah.
"Gue belum lama ini baca quote di tik-tok, katanya 'orang yang kita cintai di usia 16 tahun akan sangat membawa pengaruh besar di kehidupan kita.' ... Dan gue pikir itu ada benernya."
"Dih, hidup lo disetir FYP ... Lagian emang lo pernah ngalamin? Sampe lo pikir yang kek gitu ada benernya."
Anissa hanya tersenyum meresponnya.
"Yeee, malah nyegir," balas Nahida sembari membuang muka.
Mobil pun kembali berjalan, dan tak lama setelah itu sampailah mereka berdua di rumah.
Sesampainya mereka di rumah, terlihat sosok ibu dan ayah Nahida sedang bermain bersama Lily kecil di ruang keluarga, sembari menonton acara kartun di televisi.
"Main-main sama anakmu, jadi keinget dulu waktu Nahida masih kecil," ucap ayah Nahida setelah ia melihat anak satu-satunya pulang ke rumah.
"Iya, cuman bedanya yang ini anteng, gak rewel," lanjut sang ibu.
"Baru juga nyampe rumah langsung dibanding-bandingin sama anak orang," jawab Nahida menggerutu.
Anisa hanya tertawa mendengarnya, diikuti oleh kedua orang tua Nahida yang melakukan hal yang sama.
Setelah itu, sesuai rencana, Anisa dan dan ibu Nahida pergi ke dapur untuk membuat kue nastar. Sesekali Nahida datang menengok dan bertanya, apakah sudah ada yang bisa dimakan atau belum.
Keesokan harinya, tiba saatnya ayah Nahida kembali ke jepang untuk bekerja. Dirinya pun membawa beberapa bungkusan kue nastar semalam untuk oleh-oleh teman kerjanya di sana.
Kedua orang tua Nahida saling berpelukan beberapa saat sebelum sang ayah naik ke pesawat, dan sedikit isak tangis terdengar dari mulut ibu Nahida. Bagaimana tidak, karena mereka berdua tidak akan bertatap muka secara langsung lagi untuk setahun ke depan.
Lalu, ayah Nahida memeluk anaknya dan berpamitan.
"Jaga diri baik-baik, yah."
"Kamu juga, jaga ibu kamu, jaga diri kalian masing-masing dan saling menjaga satu sama lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahida, Kucing, Dan Negeri Sakura (Selesai)
Teen FictionSetelah lulus SMA, Nahida dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke Jepang dan tinggal di sana. Akan tetapi, dirinya akan meninggalkan sosok Ivan yang dia kenal sejak kelas satu. Karena perasaannya yang begitu kuat dan sangat kecil kemungkinan merek...