Suara Nahida terdengar mencekam dan bersamaan dengan tatapannya yang tajam membuat Rangga tak bisa apa-apa lagi. Bahkan baginya, ucapan Nahida barusan jauh lebih menakutkan daripada suara-suara gertakan yang pernah Rangga dengar sepanjang hidupnya.
Seketika, Rangga bertekuk lutut, memegang tangan Nahida, lalu meminta maaf. Namun sayang beribu sayang, Nahida langsung melepaskan tangannya secara paksa, tamparan yang begitu keras melesat ke arah pipi Rangga setelah itu, bahkan membuat tubuhnya bergeser posisi.
Tamparan yang bersuara nyaring itu berhasil menarik kembali perhatian orang-orang di sekitar. Mata mereka semua tertuju pada satu titik dimana ada Rangga dan Nahida berada. Rangga merasa malu, namun Nahida masih saja bersikap sama, datar dan menatap tajam ke arah wajah Rangga.
Setelah puas melepaskan amarahnya selama ini, Nahida berbalik badan dan berjalan ke arah gerbang kos. Kali ini dia berencana untuk pulang, apalagi waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, dia takut ibunya khawatir padanya di rumah.
Namun tiba-tiba, Rangga menarik tangan Nahida, dan seketika Nahida langsung menatapnya dengan lirikan penuh rasa benci.
"Da, maafin gue da, gue janji, setelah ini gue gak bakal kaya gini lagi ... Gue akan jadi orang yang lebih baik buat lo, please, maafin gue."
Nahida meludah ke tanah, kali ini dia dikuasai oleh emosinya, seperti di rasuki setan jahat yang membuatnya merasa bebas melakukan apapun sesukanya.
"Lo itu munafik atau apa? Berubah menjadi lebih baik kata lo? Najis tau!!"
"Kita putus," lanjut Nahida.
Rangga yang terkejut mendengar hal itu, ia langsung melepaskan genggamannya dan membiarkan Nahida pergi.
Beberapa menit setelah ia merasa menyesal, Rangga langsung masuk ke kamar mengambil barang-barangnya, lalu mengejar Nahida untuk meminta maaf kembali, atau setidaknya memastikan agar Nahida sampai di rumah dengan selamat.
"Ran, lo liat kunci motor gue gak?"
Kunci motor Rangga, sengaja disembunyikan oleh Rania saat Rangga keluar kamar tadi. Ini adalah siasat dari Nahida, karena sebelumnya dia sudah memprediksi bahwa Rangga akan mengejarnya saat pulang. Ya, walaupun dia hanya meletakkan kunci itu dibawah asbak rokok, tapi setidaknya itu bisa mengulur waktu sedikit lebih lama.
"Gak tau gue, cari lah, lo taruh di mana tadi ... Lagian juga gak mungkin dibawa pulang sama cewek yang tadi."
Perlu waktu tiga menit untuk mencari kunci itu, dan setelah ketemu, Rangga langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
Sementara itu, melihat Rangga yang telah pergi, Vivi langsung pergi menuju tempat dimana Rania berada. Dia mengambil microphone yang dia sembunyikan, lalu masuk ke kamar Rania.
"Lo ngantuk gak? Temenin gue ngedit," pinta Vivi.
"Enggak, lagian nih minuman masih ada sisa ... Lo mau?"
"Kalo gue sampai minum miras, dan itu gara-gara lo, gue usir lo dari kos ini."
Rania hanya membalasnya dengan tertawa, dan juga, kali ini tugasnya sudah selesai.
Sebagian rencana berjalan dengan sukses, dan kini hanya tersisa bagaimana caranya agar rekaman cctv dan video yang diambil Vivi bisa tersebar di lingkungan sekolah dengan aman.
Sementara itu, di jalan, Rangga mengejar Nahida dengan kecepatan motor diatas batas aman. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa Nahida kali ini mengambil jalan lain. Sehingga, saat sampai di depan rumahnya, dia berfikir bahwa Nahida sudah pulang.
Nahida yang mengambil jalan lain, berhenti di taman kota, ia duduk termenung sembari menghabiskan air matanya. Ia membuka handphonenya, menghidupkan data dan ia melihat puluhan panggilan tak terjawab dari ibunya.
Ia pun menelfon balik ibunya, lalu mengatakan bahwa sebentar lagi dia akan pulang. Ia juga meminta maaf jika ia pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu.
Keesokan harinya saat di sekolah, Nahida masih tidak terlihat ada di kelas saat bel masuk berbunyi. Dan benar saja, kali ini dia tidak berangkat. Vivi yang mengetahui apa yang terjadi semalam, berfikir bahwa Nahida masih merasa sedih, dan dia takut akan mengganggu belajarnya di kelas. Namun, semua itu berubah saat dia dikejutkan dengan yang dikatakan Bu Dewi atau guru BK-nya di depan kelas.
"Kalian, kalau nanti pulang sekolah ada waktu luang, jenguk Nahida di rumah sakit ... Kata ibunya, semalam dia mengalami kecelakaan yang cukup parah."
Seisi kelas terkejut mendengarnya, bahkan itu membuat Nayla hampir menangis. Namun diantara seisi kelas, Vivi lah yang terkejut paling parah, tubuhnya bergetar seketika, jantungnya berdetak sangat kencang, pikirannya kacau, dan kabar itu membuatnya tidak bisa fokus sedikitpun selama dia di sekolah, atau lebih tepatnya selama dia belum melihat Nahida lagi. Bayang-bayang masa lalu tentang kedua orang tuanya terbesit di pikirannya, dia takut jika kali ini sahabatnya itu mengalami hal yang sama.
Di rumah sakit, Nahida ditemani oleh kakak sepupunya, Anissa. Dia menyempatkan diri untuk datang ke Magelang jam dua pagi tadi, ia khawatir akan keadaan adiknya itu setelah ibu Nahida memberi kabar. Namun, hingga kini, Nahida masih belum juga terbangun. Bukan karena koma, namun dia baru bisa tertidur saat jam sembilan pagi tadi, jadi wajar saja kali ini dia masih terlelap.
Setelah pulang sekolah, Vivi yang ketakutan dan Nayla yang khawatir langsung pergi ke rumah sakit, teman-temannya yang lain tidak bisa ikut, karena rencananya mereka akan menjenguk Nahida saat dia sudah pulang ke rumah.
Vivi dan Nayla berlarian mengelilingi lorong-lorong rumah sakit, mencari dimana Nahida berada. Perlu lebih dari lima belas menit untuk mencari keberadaan sahabat mereka itu, bahkan itu pun sudah bertanya-tanya ke banyak orang. Dan setibanya mereka di ruangan yang dimaksud, Vivi dan Nayla terkejut secara bersamaan, bagaimana tidak, mereka melihat wajah Nahida yang babak belur setelah menghantam aspal semalam.
"Woiiii, ada orang loh di sini, kalian nggak 'permisi kak,' atau 'halo kak' gitu kah?" goda Anissa.
Anissa sedari tadi duduk sambil membaca buku, dia begitu bosan karena sudah lebih dari dua belas jam berada di ruangan ini.
"Ehh ... Maaf maaf, khawatir sama Nahida soalnya, hehe."
"Kalian temen sekelasnya ya?"
"Iya, kak ... Temen sebangku, kalo dia temen sebangku juga waktu kelas satu," ucap Vivi sembari menunjuk Nayla.
Anissa menutup bukunya, lalu mempersilahkan duduk di sofa sebelahnya. Sementara itu, Nayla duduk di kasur tempat Nahida berbaring.
"Awas, jangan sampai kena luka Nahida ... Kalo sampai kena, nanti dia teriak-teriak, berisik," ucap Anissa.
"Hehe, iya kak ... Ngomong-ngomong, kakak tau gak kronologi kecelakaannya gimana?" tanya Nayla
"Gak tahu, gue kira kalian yang tahu."
"Enggak kak, kami aja baru tahu waktu tadi dikasih kabar sama guru."
"Hmmm, Nahida juga gak cerita ... Katanya dia waktu baru mau pulang dari taman kota, pikiran dia lagi kosong, dan tiba-tiba duarrrr gitu."
"Taman kota?" tanya Vivi sedikit terkejut
"Iya, kata dia sih begitu,"
"Itu kecelakaan kejadiannya jam berapa kak?"
"Jam 12 malam."
"Whattttt???"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahida, Kucing, Dan Negeri Sakura (Selesai)
Teen FictionSetelah lulus SMA, Nahida dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke Jepang dan tinggal di sana. Akan tetapi, dirinya akan meninggalkan sosok Ivan yang dia kenal sejak kelas satu. Karena perasaannya yang begitu kuat dan sangat kecil kemungkinan merek...