"Rania udah sampai mana ya?" tanya Nahida ke Vivi saat sedang makan di kantin.
"Emang belom ada kabar lagi?"
"Iya, udah hampir seminggu padahal."
Sudah satu minggu berlalu sejak rencana itu mulai dijalankan, dan selama itu pula Nahida menjalani hari yang cukup berat. Bagaimana tidak, dirinya harus tetap bersikap biasa saja di hadapan Rangga, padahal di dalam hatinya terdapat perasaan kecewa dan rasa ingin marah.
Tiba-tiba, Nayla datang menghampiri mereka berdua yang sedang asyik makan.
"Nay, kenapa kesini? Bukannya pacaran malah ke kantin," ucap Nahida.
"Dihh, jahat amat kata-kata lo ... Oy Vi, lo ajarin apaan nih anak sampe bisa ngomong kaya gitu sama gue?
"Belajar sendiri, udah gede."
Nayla pun ikut duduk di samping mereka setelah itu, tanpa memesan apapun.
"Lu gak makan? Sana pesen, gue traktir, mumpung lagi baik ini," kata Nahida.
"Enggak, gue ke sini cuma mau nanya sama lo."
"Kalo cuma mau nanya-nanya mah di kelas juga bisa Nay, lo gak capek kah jalan kaki seribu kilometer dari kelas ke kantin?"
Dari kantin, ruang kelas 11 secara keseluruhan terletak paling jauh dibanding kelas lainnya atau ruang-ruang yang lain. Apalagi kelas mereka berada di lantai 2, sementara kantin terletak di dekat gerbang utama sekolah.
"Enggak, keburu penasaran gue ... Lo ada masalah apa sama Rangga?"
"Hah?" balas Nahida terkejut, walaupun sebenarnya itu hanya dibuat-buat olehnya.
"Lo kalo ada masalah tuh cerita lah ke gue ... Sebagai sahabat lo, gue bakal bantu kalo ada apa-apa."
"Masalah apa sihhhhh? Satu-satunya masalah yang terjadi sekarang itu gue laper, gue mau makan, dan gue malah diajak ngobrol."
Nayla menarik nafas panjang tanda kecewa.
"Yaudah deh, nyerah gue, gak bisa boong juga ... Tadi Rangga dateng ke kelas, nyariin lo, dan karena lo gaada jadi ya yang dia tanyain gue," ucapnya setelah itu.
"Rangga ke kelas? Bilang aja gini 'lo pikir aja sendiri,' gitu."
"Lah, emang bener ada masalah nih?"
"Enggak, gue cuma pengen liat gimana reaksinya ... Kasih dia drama dikit gapapa kan? Hehe," jelas Nahida.
Nayla pun segera kembali setelah mengiyakannya, karena Rangga menunggunya di kelasnya. Dia ada di sana karena berfikir, mungkin saja dia bisa bertemu dengan Nahida beberapa saat lagi. Lagipula, dia juga sosok teman dari pacarnya Nayla, sedikit mengobrol tentang Nahida dengannya mungkin bisa membuat dirinya merasa lebih baik.
Sementara itu, Nahida sedikit merasa bersalah dengan Nayla. Karena ini adalah kali pertama ia berbohong padanya. Namun itu jauh lebih baik daripada memberitahu apa yang terjadi sebenarnya, karena dirinya punya rencana yang akan mengejutkan semua orang, termasuk Nayla.
"Balik ke kelas yuk," ajak Nahida pada Vivi.
"Sekarang? Gimana kalo masih ada Rangga?"
"Gapapa, justru bagus, biar dia mikir kalo emang gak ada masalah apa-apa."
Selanjutnya, mereka berdua kembali ke kelas. Namun di tengah perjalanan, mereka berdua bertemu dengan Rangga yang akan kembali ke kelasnya. Nahida memasang wajah ceria dan menyapanya, sementara itu Rangga terlihat sedikit murung.
"Yooo, udah mau balik ke kelas? Padahal gue udah mau nyamperin lo ... Nayla bilang kalo lo nyariin gue, kenapa? Kangen ya? Hahaha," ucap Nahida sembari tertawa.
Rangga hanya bisa cengengesan membalasnya, sepertinya Nayla benar-benar mengucapkan apa yang dikatakan Nahida saat di kantin tadi padanya.
"Vi, kalo lo mau balik ke kelas duluan gapapa kok," tawar Nahida pada Vivi, namun Vivi menyadari bahwa sebenarnya itu bukan tawaran, tapi permintaan dari Nahida.
"Okeyyy, jangan lama-lama, bentar lagi pelajaran Bu Dina ... Ntar lo di makan sama dia kalo sampe telat masuk."
Nahida mengacungkan jempolnya, lalu Vivi pergi dadi mereka berdua setelah itu.
"Emm, soal yang diomongin Nayla ...."
Nahida tersenyum dan menatap muka Rangga, hingga dirinya tidak bisa melanjutkan omongannya.
"Gak nyangka lo bisa percaya gitu aja, hahaha ... Lo gak liat muka gue seceria ini, Rangga?"
"Habisnya, akhir-akhir ini lo jadi beda kaya biasanya ... Gak pernah makan siang bareng lagi, jarang ketemu, apalagi kemarin terakhir kali gue ngajak main, lo tolak mentah-mentah."
"Ahhhh, gimana ya ceritanya ... Habis ditinggal ayah gue ke Jepang, akhir-akhir ini jadi ngerasa sepi, jadi lebih sering bad mood."
"Tapi...," balas Rangga, namun apa yang dia katakan terpotong sebelum selesai.
"Tapiiiiii, mood gue membaik setelah berhasil ngerjain lo, hahaha ... Makasih ya," ucap Nahida sambil tersenyum.
Setelah itu, Rangga mulai percaya bahwa tidak ada masalah yang harus ia hadapi, ataupun kesalahan yang harus dia perbaiki. Sementara Nahida, hatinya seperti ditusuk. Senyuman yang dia palsukan, rasa marah yang benar-benar ia tahan, dan keceriaan bohong yang dirinya tunjukan, benar-benar membuatnya merasa muak.
Setelah itu mereka berpisah karena bel tanda jam istirahat selesai pun berbunyi. Nahida tidak kembali ke kelas setelah itu, namun pergi ke kamar mandi. Tangisnya pecah setelah itu, bercampur dengan amarah yang membuat dirinya memukuli tembok. Ingin rasanya dia berteriak, namun karena kondisi kamar-mandi yang ramai membuat ia harus menahannya, membuat dirinya hanya bisa menangis tanpa suara sendirian di ruangan yang ditempatinya.
Tiba-tiba, hpnya pun berbunyi, dan itu adalah telfon dari Vivi.
"Lo dimana woy? Bu Dina udah mau masuk kelas!!"
"Ka ... Kamar mandi," balas Nahida sesegukan.
"Da? Lo kena ...," ucap Vivi terpotong.
"Sssttttttt" balas Nahida berdesis.
"Gue balik ... Bentar lagi ... Kalo dicari ... Bilang aja lagi mules," lanjutnya, dengan suara yang masih sama seperti sebelumnya.
Nahida mematikan telfon itu, dia langsung mencuci muka agar bekas air matanya tidak terlihat. Lalu keluar dari kamar mandi untuk kembali ke kelas, namun beberapa saat setelahnya, hpnya pun kembali berbunyi, ada sebuah pesan yang masuk, dari Rania.
"Dia mau, besok malam minggu, di kamar kosku."
Nahida yang sudah berusaha menghapus air matanya, mendadak keluar lagi setelah membaca pesan itu. Namun, dia harus kembali ke kelas sekarang. Ia pun mengusapnya dengan lengannya, hingga membuat seragamnya menjadi sedikit basah. Setibanya di kelas, dia langsung disuruh duduk ke bangkunya, dan Vivi langsung menggenggam tangan Nahida, memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja dan dia akan selalu ada untuknya.
"Padahal lo gak perlu maksain diri kaya gitu, Da," batin Vivi, setelah melihat bagian lengan dari seragam Nahida yang basah.
Setelah itu, Nahida langsung memperlihatkan pesan dari Rania ke Vivi, lalu mereka saling beradu pandang satu sama lain. Rencana yang mereka rancang itu memang mendapatkan sedikit kemajuan, tapi diantara mereka berdua tidak ada satupun yang tersenyum senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahida, Kucing, Dan Negeri Sakura (Selesai)
Fiksi RemajaSetelah lulus SMA, Nahida dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke Jepang dan tinggal di sana. Akan tetapi, dirinya akan meninggalkan sosok Ivan yang dia kenal sejak kelas satu. Karena perasaannya yang begitu kuat dan sangat kecil kemungkinan merek...