Hari demi hari berlalu sejak Nahida dan Ivan bertemu dengan Yuki, anak kucing yang mereka rawat di taman. Mulai hari itu, mereka berdua jadi sering bertemu entah itu sepulang sekolah atau hari libur sekalipun. Seolah-olah seperti ada sesuatu yang membuat Nahida maupun Ivan merasa tidak nyaman jika tidak menemui Yuki satu hari saja.
Sampai pada hari di mana Ujian Nasional pun tiba, dimana selama empat hari tersebut tidak ada hal yang berkesan sama sekali. Hingga beberapa hari setelah itu, tiba-tiba Nahida sangat di kejutkan oleh kepulangan ayahnya dari negeri sakura. Sama seperti biasanya di tahun-tahun sebelumnya, Vivi, sahabat Nahida menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumahnya.
"Nahida, dulu kamu bilang mau cerita soal kecelakaan itu?" tanya ayahnya.
Satu tahun yang lalu, ibu Nahida memberi kabar pada ayah bahwa anak mereka mengalami kecelakaan. Tentu saja waktu itu ia menjadi sangat khawatir di negeri sana, bahkan membuatnya tak bisa fokus bekerja dan tidak nafsu makan. Setelah Nahida sadar, ayahnya menelfon dirinya dan ia berkata bahwa akan menceritakan kejadiannya jika ayahnya pulang ke Indonesia.
"Ceritanya mulai dari mana ya, ahh iya ...."
Nahida menceritakan seluruh peristiwa yang terjadi dengan berurutan, mulai dari ia berpacaran dengan Rangga, kejadian di kosan Vivi, hingga ia akhirnya harus memakai kursi roda untuk beberapa minggu. Mendengar hal itu, ayahnya jadi merasa sedih, karena ketika terjadi sesuatu pada anaknya, ia tak bisa melakukan apa-apa.
Keesokan harinya, di kantin sekolah, Nahida mengobrol dengan Vivi. Walaupun sebenarnya mereka sudah bebas dari tugas-tugas seluruh mata pelajaran dan terserah mereka mau berangkat ke sekolah atau tidak, namun Nahida tetap memilih untuk berangkat. Ia harus menemui Yuki si kucing kecilnya saat pulang dari sekolah, karena akan terasa aneh baginya jika satu hari saja ia tidak melihatnya.
"Vi, apa rencana lo setelah lulus nanti? Lo masih mau kerja ke jepang?" tanya Nahida.
"Iya, tentu, tapi ya ... Mungkin magang dulu tiga tahun, gue udah ada tabungan buat daftar LPK."
"Terus, habis itu lo mau ngapain?"
"Pulang sebentar, terus tiga atau empat bulan kemudian ke jepang lagi, tapi kerja bukan magang ... Kalo lo?"
Ujung bibir Nahida sedikit terangkat, ia merasa senang setelah mendengar penjelasannya.
"Kalo gue, mungkin sama kaya lo, tapi kuliah ... Hehe," ucap Nahida.
"Eh ... Ehhhhhhh."
Vivi terkejut, benar-benar terkejut, karena sebelumnya Nahida tak pernah sedikitpun berbicara tentang rencana pergi ke Jepang.
"Serius lo?" tanya Vivi memastikan.
"Serius lah, kaget kan lo? Sama, gue juga kaget."
"Lah kok?"
"Perusahaan tempat ayah gue kerja, ngadain program beasiswa apa gitu ... Tapi yang jelas, kalo menang, gue bisa kuliah di sana dan di biayain sama perusahaan, terus selesai kuliah bisa kerja di perusahaan itu," jelas Nahida.
"Anjir, menang nggak tuh, kek lomba sepeda aja ... Tapi lo tertarik kan? Tadi lo bilang kalo mau ke sana juga kan?"
"Iyaaaaa ... 50% gue tertarik," balas Nahida.
"50%nya lagi?"
"Ayah gue maksa ... Jadi ya, kayaknya fix gue pergi ke sana."
Vivi terlihat sangat senang mendengarnya, bahkan raut wajah datar yang biasanya terpasang di mukanya, kini sudah tidak terlihat lagi, bahkan selama seharian penuh terus begitu.
Sepulang dari sekolah, Nahida menceritakan juga tentang hal itu pada Ivan di taman. Tentu Ivan merasa senang mendengarnya, namun di sisi lain, ia menjadi bingung harus berbuat apa pada Yuki, karena alasan terbesar dia mau merawat kucing itu adalah agar bisa bertemu Nahida setiap harinya.
"Tapi, gimana sama Yuki?" ucap Ivan memecahkan senyuman Nahida, walaupun serius dia tidak bermaksud seperti itu.
"Lo mau kan rawat dia? Kan? Iya kan?"
"Susah lah Da, kan gue harus kerja abis lulus nanti ... Lagian waktu pertama kali ketemu Yuki, gue juga udah bilang kalau gak bisa rawat dia di rumah."
"Yahhhh ... Terus gimana dong."
Nahida yang tadinya sangat ceria, tiba-tiba menjadi sedih hanya dalam waktu beberapa detik saja.
"Jalan satu-satunya ya ... Kita nyari orang yang mau adopsi dia."
Mendengar kalimat itu, seketika seperti datang cahaya harapan bagi Nahida. Tentu ia senang mendengarnya, dan ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri kenapa tidak terpikirkan hal itu.
"Adopsi? Ke siapa? Gue takut kalo orangnya gak becus rawat Yuki," ucap Nahida.
"Temen lo ada yang mau gak kira-kira?"
"Si Sarah pernah gue tanyain, dia gak bisa nambah kucing lagi di rumahnya ... Selebihnya gak tahu gue."
"Emmm, kalo Rangga gimana? Dia punya kucing di rumah, siapa tahu dia mau nambah satu lagi."
"Gak!!!" balas Nahida tegas.
Tentu saja, akan terasa sangat menyebalkan bagi Nahida jika pada akhirnya Yuki di rawat oleh mantan pacar yang sangat tidak dia sukai itu.
"Ya, ya, gue ngerti kok ... Tapi siapa lagi?"
"Terserah mau siapa pun, asal jangan dia."
Yang Nahida inginkan adalah masih bertemu dengan kucingnya itu untuk terakhir kali saat ia menyerahkannya pada orang yang mau mengadopsinya. Namun, jika andaikata Rangga yang mengadopsinya, ia benar-benar sudah tidak mau lagi bertemu dengannya lagi.
"Yaudah deh, cari yang lain aja."
Nahida melihat Yuki, seketika banyak sekali hal buruk yang dia bayangkan tentang kucingnya itu jika tidak ada satupun orang yang mau mengadopsinya.
"Gapapa deh Rangga yang adopsi, tapi jadiin dia opsi terakhir ... Harus cari dulu sampai ada orang yang mau, dan kalau sampai waktu gue berangkat ke Jepang belom ada, baru deh dia boleh adopsi Yuki."
"Iya, gue paham kok."
Nahida memeluk lagi Yuki si kucing kecilnya itu, ia benar-benar merasa tak siap untuk berpisah dengannya.
"Aaaaaaaa Yuki, nanti kita nggak bisa ketemu lagi."
"Enggg, emang berapa tahun lo di sana?" tanya Ivan.
"Entah, tapi yang jelas bakalan lama banget ... Dan mungkin kalo gue ke Indonesia bukan di sebut pulang lagi deh kayaknya, tapi udah di sebut liburan."
"Jadi lo gak pulang ya?" ucap Ivan, dengan raut wajah sedih yang tidak bisa di sembunyikannya.
"Kenapa lo? Sedih gitu ... Ehhhh, Ivan sedih nih gue tinggal ke Jepang ceritanya, ehehehe," balas Nahida menggodanya.
"Yang namanya di tinggal temen ya sedih lah, bego."
"Gue gak meninggal nyet, jadi gak usah lah sedih-sedih gitu ... Toh juga lo pasti tahu kan yang namanya internet? Sama yang namanya Video Call? Lagian lo juga bukan manusia purba kan?"
"Iye iye ah, lo susah di ajak dramatis."
"Kebanyakan nonton film sih lo."
Obrolan mereka berdua berlanjut hingga sore. Dan saat ingin pulang, Nahida meminta tolong pada petugas kebersihan untuk mencarikan orang yang mau mengadopsi Yuki kucingnya itu. Ia juga menceritakan apa alasannya, dan petugas kebersihan itu pun mau-mau saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahida, Kucing, Dan Negeri Sakura (Selesai)
Teen FictionSetelah lulus SMA, Nahida dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke Jepang dan tinggal di sana. Akan tetapi, dirinya akan meninggalkan sosok Ivan yang dia kenal sejak kelas satu. Karena perasaannya yang begitu kuat dan sangat kecil kemungkinan merek...