Jam delapan pagi, di gerbang depan sekolah atau tempat dimana titik kumpul perjalanan mereka, sudah ada tiga orang yang menunggu dua sejoli yang belum datang. Nahida dan Nayla belum datang ke tempat itu, karena mereka berdua sedang mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan.
Lima belas menit berselang mereka berdua pun tiba.
"Sorry telat, kalian udah lama ya pasti nungguin di sini," ucap Nahida.
"Gapapa, tapi kok tumben, biasanya kan lo selalu tepat waktu," balas Ivan penasaran.
"Nahida tuh bangun kesiangan," sahut Nayla.
"Hehehe, namanya juga mau jalan-jalan, malemnya pasti kepikiran."
"Yaudah, sebelum berangkat ayo kita berdoa dulu."
Setelah selesai berdoa, mereka pun beranjak pergi menuju ke Gunung Prau dengan kendaraan masing-masing. Tidak ada sedikitpun hambatan selama perjalanan, bahkan sepanjang jalan dari titik kumpul sampai lokasi akhir sama sekali tidak ada kemacetan yang berarti.
Sesampainya di sana, Ivan langsung pergi ke area reservasi untuk membayar tarif pendakian. Sementara itu Nahida dan Nayla pun saling berkenalan dengan teman-teman Ivan. Rangga dan Kaila adalah nama-nama mereka, dan keduanya adalah anggota organisasi pecinta alam di sekolah.
Setelah cukup beristirahat sehabis perjalanan jauh, mereka semua pun mulai mendaki. Rute yang mereka lalui adalah jalur patak banteng. Selama perjalanan, mereka semua saling mengobrol dan bercanda agar perjalanan tidak terasa jenuh. Nayla mengobrol dengan Kaila dan Rangga, dan membiarkan Nahida berjalan bersama Ivan di barisan belakang. Sesuai dengan rencana mereka semalam.
"Van, kapan lo pertama kali naik gunung?" tanya Nahida membuka obrolan.
"Udah lumayan lama sih, pertama kali pas sd ikut abangku ... Tapi mulai naik gunung sendiri itu kelas dua smp."
"Sendirian naik gunung? Wuishh pendaki sepuh nih pasti," tanya Nahida lagi.
"Enggak lah, tetep sama temen ... Masa lo gak mudeng sih yang gue omongin?"
"Hehe," balasnya sembari cengengesan.
Setelah berjalan sekitar lima menit dari titik awal, Nahida pun mengeluarkan air mineral dari tasnya, lalu meminumnya hingga hanya tersisa setengah isi. Entah kenapa saat ini dirinya merasa haus sekali.
"Minumnya jangan boros-boros ya, lo masih perlu air sampe besok ... Diatas gaada yang jualan air."
"Iya, sorry ... Haus banget."
Tiga puluh menit pun berlalu, dan kini mereka tiba di pos 1. Nahida dan teman-temanya beristirahat sejenak di situ. Nayla menyodorkan sebotol air minum kemasan kecil pada Nahida, tapi nahida menolaknya.
"Kata Ivan gak boleh boros minumnya."
"Lo keliatan capek banget, pokoknya kita gak bakal jalan sampe ini lo habisin," balas Nayla dengan wajah yang serius, sementara Nahida sama sekali tidak bisa membantahnya.
Setelah sebatang rokok milik Ivan dan Rangga habis, mereka pun melanjutkan perjalanan. Hingga sampai ke pos dua, mereka pun beristirahat kembali, merenggangkan otot-otot mereka setelah berjalan jauh sembari membawa barang bawaan yang berat.
"Huahhhhh, capeknya." teriak Kaila, bahkan sampai beberapa pendaki lain di situ menoleh ke arahnya.
"Sampe keringetan begini," sahut Nayla, sambil melepaskan tas besar dari punggungya.
Sementara Ivan mengambil bungkusan rokok dan korek di saku bajunya.
"Sebatang lagi nih," ucapnya pada Rangga.
"Gak ah, gue mau ambil foto aja."
Sosok bernama Rangga itu, ia fokus mengambil foto pemandangan di situ dengan kamera Ivan, maksudnya pemandangan wajah cantik perempuan dari kelompok pendaki lain.
"Emang ya, cewek-cewek pendaki itu rata-rata cakep." ucapnya berbisik pada Doni setelah mendapatkan belasan foto.
"Cewek yang disini termasuk gak?" sahut Nahida dengan terengah-engah, sambil mengusap keringat dengan sapu tangannya.
Tak ada jawaban dari Rangga, namun dirinya tanpa intruksi langsung memotret Nahida bersama Nayla dan Kaila, akan tetapi hanya Nahida saja yang berpose di depan kamera.
Tak lama setelah itu, mereka pun berjalan kembali untuk menuju puncak. Estimasi perjalanan sampai puncak kurang lebih satu setengah jam lagi. Kini jalan yang mereka lalui mulai sulit, licin dan beberapa kali mengharuskan mereka untuk sedikit memanjat. Hingga akhirnya mereka sampai di pos tiga dan beristirahat kembali.
Setelah tiga puluh menit beristirahat, mereka semua pun berjalan kembali. Istirahat kali ini sedikit lebih lama karena Nahida terlihat sangat lelah bahkan hingga wajahnya menjadi sedikit pucat.
"Masih kuat kan, Da?" Tanya Nayla.
"Ma ... Masih, aman," balasnya terngah-enggah.
"Kalo masih capek gapapa kok istirahat lagi," sahut Kaila sembari menyodorkan air mineralnya yang terisa setengah.
Mereka pun menambah waktu istirahat selama sepuluh menit, lalu berjalan lagi menuju pos terakhir sebelum puncak. Akan tetapi, baru beberapa langkah setelah Nahida berjalan kembali, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat bahkan hampir membuatnya terjatuh. Tak ada satupun dari teman-temannya yang menyadarinya, dan mereka semua pun berjalan naik sama seperti seperti sebelumnya.
Ia berjalan kaki sambil menahan rasa sakit kepala dan pusing tanpa memberi tahu teman-temannya, karena ia takut akan merepotkan dan membuang-buang waktu. Ia juga diam-diam memakan obat sakit kepala yang dibawanya dari rumah, akan tetapi di pertengahan perjalanan, Nahida meminta istirahat kembali.
Nahida dan kelima temannya sama-sama kecapekan, hanya saja dirinya lah yang paling parah. Ia merebahkan badannya di akar pepohon, wajahnya benar- benar pucat dan nafasnya sangat tak beraturan. Ia menutupi matanya dengan sapu tangan miliknya lalu tertidur seketika.
"Van, ini kan tinggal bentar lagi sampe puncak ... Mending kalian duluan aja, Nahida biar disini dulu sama gue," kata Nayla, dengan Nafas yang masih terengah-engah.
Ivan dan yang lainnya pun menolaknya secara serentak, mereka sama-sama berfikir bahwa tidak mungkin meninggalkan temannya saat sedang berada di kondisi seperti ini.
"Gak mungkin lah gue ninggalin temen, apalagi yang ngajakin dia kesini itu gue ... Kalo kaya gitu kesannya gue gaada tanggung jawabnya lah," ucap Ivan menolak keras pernyataan Nayla.
"Iya, kita gak bakal mungkin ninggalin lo berdua disini," sahut Kaila.
Sementara Rangga hanya terdiam, karena dia juga punya pendapat yang sama.
"Bukan gitu, maksudnya kalian ke atas bangun tenda dulu, bikin makanan, kopi, dan siapin semuanya ... Biar nanti Nahida bisa istirahat enak waktu udah nyampe, kasihan kalo dia harus tiduran kaya gini."
Mereka semua pun langsung berdiskusi bagaimana baiknya, mengikuti arahan Nayla atau menunggu Nahida membaik dan naik ke puncak bersama-sama. Dan setelah berdiskusi cukup panjang, mereka pun memutuskan pada pilihan yang pertama.
"Yaudah, oke ... Tapi lo janji ya, bawa Nahida secepat mungkin biar gue sama temen-temen yang lain bisa tenang," ucap Ivan.
"Iya, gue janji."
Setelah itu, dengan berat hati Ivan meninggalkan kedua temannya itu dan berjalan ke arah puncak. Teman-teman yang lain juga demikian, melanjutkan perjalanan mereka dengan perasaan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahida, Kucing, Dan Negeri Sakura (Selesai)
Ficção AdolescenteSetelah lulus SMA, Nahida dan keluarganya memutuskan untuk pergi ke Jepang dan tinggal di sana. Akan tetapi, dirinya akan meninggalkan sosok Ivan yang dia kenal sejak kelas satu. Karena perasaannya yang begitu kuat dan sangat kecil kemungkinan merek...