4. dihantui Alastair Kalendra

9 2 0
                                    

4. dihantui Alastair Kalendra

Seperti istilah liberosis, ketika kamu mencoba untuk tidak peduli terhadap sesuatu yang terjadi. Itu gak penting, yang penting adalah salam kenal dari gugus dua empat.

—Tertanda, Alastair Kalendra.


Begitulah kalimat yang tertulis di secarik kertas itu. Ajeng menoleh kanan-kiri, was-was. Merasa tak nyaman mendapat surat seperti ini, apalagi di tengah-tengah MOS yang hampir selesai. Sejak tadi, Ajeng terus saja mencari keberadaan teman-teman yang ia kenal, tapi tak satupun dari mereka yang mampu Ajeng temukan.

"Ajeng, nama lo dipanggil."

"Hah?"

Detak jantung Ajeng rasanya seperti terhenti. Ia langsung menyapu pandangannya lagi. Dan benar, semua mata kini tertuju padanya. Jujur, Ajeng masih tak paham apa yang terjadi saat ini.

"DIAJENG ANANTARI ILHAM, SEBAGAI MURID PALING RAPIH DAN KREATIF MOS 2016."

Kira-kira itu adalah kalimat yang mampu Ajeng dengar dari salah satu panitia di depan sana. Dengan langkah takut, Ajeng menyusuri jalan menuju ke depan dengan kepala menunduk. Sungguh, Ajeng tak suka jika harus jadi pusat perhatian begini. Kenapa, sih, harus ada penghargaan-penghargaan seperti itu?

Lalu dari depan sini, Ajeng akhirnya menemukan keberadaan teman-temannya, kini tengah bersorak histeris di Timur lapangan, heboh sendiri. Melihat itu, Ajeng merasa sedikit tenang. Kemudian Ajeng bergeser ke sebelah panitia itu. Bingung harus bagaimana usai menerima hadiahnya.

"SALMA KINARA BIANTARA DAN ALASTAIR KALENDRA RESMI DINOBATKAN SEBAGAI RAJA DAN RATU MOS TARUNA BANGSA 2016."

Detik itu, untuk beberapa saat, semesta tempat Ajeng hidup rasanya mati tiba-tiba. Ajeng seolah berada pada sebuah antara di sana. Perlahan Ajeng memberanikan diri mengangkat wajah, dan pada saat yang sama sepasang netranya menangkap sepasang yang lain yang kini juga tengah menatapnya dengan binar ceria.

Ajeng kembali bergeser saat sosok Alaska menghentikan langkah di sebelahnya. Diam-diam Ajeng melirik kecil, gugup sosok yang mengiriminya surat tadi kini sudah ada di sebelahnya.

"Salam kenal," bisik Alaska.

Ajeng membuang wajah, tak ingin menjawab apa-apa. Kedua pipinya bahkan sudah memerah, entah tengah menahan malu atau justru salah tingkah?

"Lo keren, gue bangga," bisik Alaska lagi kemudian agak menarik diri untuk menerima hadiah dan mahkota miliknya.

Seperti dugaannya, lapangan Taruna Bangsa kembali riuh, dan keberadaan Ajeng di depan sana seperti benalu yang menempel pada inangnya, benar-benar tak ada manfaatnya. Ajeng kembali menundukkan kepala, merasa semakin kecil berdiri di antara dua manusia hebat ini.

"Jangan sering-sering lihat ke bawah. Angkat kepala lo. Ada mahkota yang harus lo jaga kekokohannya."

"Sok tahu!" balas Ajeng sengit. Sungguh tak suka laki-laki ini ikut campur tentangnya.

"Gue Alaska."

"Gak nanya."

"Alastair Kalendra."

"Gue enggak nanya."

"Seseorang yang akan mengisi hari-hari lo nanti, kalau lo mau."

"Gue gak mau."

"Gue maksa."

"Gak usah sok akrab!"

"Kalau gitu kenalan."

Kemudian Ajeng menatap tajam Alaska di sebelahnya. Siapa laki-laki ini dengan lantangnya PDKT seperti ini?

about youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang