26. Alaska, pangeran Taruna Bangsa

11 1 0
                                    


26. Alaska, pangeran TarunaBangsa


Pelantikan OSIS SMA Taruna Bangsa pagi itu berjalan dengan lancar. Alaska resmi menjabat sebagai ketua OSIS periode berikutnya, menggantikan Indra Kasuma yang kini akan fokus pada ujian akhirnya. Laki-laki dengan balutan jas OSIS hitamnya itu menyapu bersih pandangan di sepenjuru lapangan, tentu saja mencari keberadaan bidadari yang hari ini belum ia lihat sama sekali. Namun, sepertinya Alaska harus mengurungkan niatnya, panggilan dari Haris menghentikan kegiatannya. Rupanya, laki-laki yang kini menyandang status sebagai wakil ketua OSIS itu menyuruh Alaska untuk segera ke ruang kepala sekolah, untuk mendengarkan nasihat OSIS secara khusus, tradisi sekolah mereka.

Hanya ada hela napas pasrah yang berhembus dari sela-sela hidung Alaska. Langkah kakinya terseret lemah. Sebuah situasi yang tidak ada dalam kendali Alaska, tapi Alaska masih tetap ingin mengusahakannya. Sebenarnya, ke mana Ajeng? Ada di sudut Taruna Bangsa yang mana pacarnya itu?

"Gimana hubungan lo sama Ajeng?"

Suara Haris menggema, mengisi keheningan di antara mereka pada sepanjang koridor arah ruang kepala sekolah. Selanjutnya, Alaska mengangkat kedua aliasnya.

"Baik-baik aja, kenapa?"

Haris mengangguk, tak lagi bersuara, membiarkan Alaska menerka maksud dari ucapannya. Syukurlah jika semuanya baik-baik saja.

"Kenapa gue gak lihat Ajeng di lapangan?"

"Nah, benar, kenapa gue juga gak melihat? Lagi bersembunyi kali karena malu pacarnya ketua OSIS hehehe."

Haris memutar bola matanya malas. Jadi, apakah tipe cowok Ajeng sudah berubah? Kenapa Ajeng justru berakhir dengan laki-laki seperti Alaska yang banyak sekali tingkahnya?

"Serah lu!"

Setelah itu, langkah Haris sengaja dipercepat, nyaris meninggalkan Alaska. Namun, saat Haris hendak berbelok ke arah kanan, ke arah ruang kepala sekolah berada, langkah Haris dihentikan paksa oleh sesuatu di hadapannya. Haris tersentak, tapi berikutnya menoleh ke belakang. Diam-diam kedua tangan Haris mengepal sempurna. Ada raut wajah yang tak bisa Alaska baca di sana, tapi menyimpulkannya tidak membuat Alaska mampu memahami apa yang tengah terjadi.

"Gue baru ingat."

"Hah? Apa?"

Alaska ikut menghentikan langkah.

"Pak Kepsek di ruang TU."

Usai mengatakan itu, Haris merangkul kuat bahu Alaska, memaksanya beranjak dari tempat itu. Namun, Haris tidak berbohong saat mengatakan Pak Kepsek ada di ruang TU, meski tujuannya membawa Alaska pergi untuk tidak membuat rumit sesuatu yang sedang terjadi.

"Gue bilang, rugi waktu kita kalau kayak gini, Har," kata Alaska, mulai menggerutu di tempatnya.

Walau kemudian punggung mereka berdua akhirnya hilang di ujung koridor itu, bolehkah Ajeng bersykur Alaska tidak menyaksikan sesuatu yang terjadi padanya?

"Bukan salah lo, ini salah gue karena mengizinkan lo masuk ke hidup gue," lirih gadis itu, kemudian berbalik badan untuk sekedar kembali ke perpustakaan.

Karena di bumi, selalu ada seseorang yang hanya bisa dikagumi, tapi tidak bisa dimiliki. Kehadirannya ibaratkan pelangi, indah namun hanya ilusi. Ia ada, tapi keberadaannya hanya sebatas sesuatu yang sementara. Seperti katanya, sementara adalah kata yang tidak mampu mencakup sebuah lama. Pada akhirnya, seseorang seperti itu perannya tidak banyak, hanya sebatas tokoh yang suatu hari akan pergi jika sudah waktunya.

Ajeng akui, kini Alaska telah ia miliki. Akan tetapi, tak ada jaminan kepemilikan itu bersifat selamanya. Mungkin, nanti, kenyataan tidak selalu sama. Tapi, bolehkah Ajeng berharap jika Alaska tidak berubah? Bolehkan Ajeng berharap sebanyak apapun nanti pilihan yang hadir di hidup Alaska, Ajeng menjadi salah satu yang akan laki-laki itu pilih?

about youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang