9. sebuah usaha mengekalkan yang sementara

11 1 0
                                    

9. sebuah usaha mengekalkan yang sementara

"Tempat ini namanya Planetarium."

Ajeng masih diam membisu. Seluruh fokusnya mulai mengedar menatap berbagai macam jenis planet—bahkan galaksi yang ada di tempat ini. Ajeng hanya berpikir, ke mana saja dirinya selama ini sampai-sampai tak tahu jika ada tempat sebagus ini?

"Alaska, kenapa lo gak pernah bilang kalau ada tempat semenakjubkan ini di Jakarta? Wah, eh itu galaksi andromeda, kan?"

Alaska mengangguk. Diam-diam sudut bibirnya merekah. Di sana, ia hanya berjalan mengekor Ajeng yang menjelajahi Planetarium dengan riangnya. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Alaska tersenyum seperti ini hanya dengan menyaksikan bahagia milik orang lain. Tapi, sekarang, Ajeng bukan orang lain di hidupnya. Ajeng adalah salah satu hal yang ingin Alaska ajak melegenda bersama. Dan ini adalah sebuah usahanya untuk mengekalkan yang sementara, cerita tentang mereka.

"Konon, andromeda ialah galaksi terbesar yang paling dekat dengan galaksi bimasakti. Ia diperkirakan memiliki sekitar satu triliun bintang, dan bintang yang paling terang di konstelasi ini bernama alpha andromeda. Katanya, jika kita ingin pergi ke galaksi lain, andromeda adalah perhentian kita selanjutnya."

Alaska berbicara dengan nada yang rendah, tapi di sana Ajeng jelas masih mampu mendengarkan suaranya. Mereka kini berdiri dan sama-sama memandang lurus pada sebuah galaksi yang dipamerkan di layar depan mereka, galaksi andromeda.

"Tapi, kalau boleh memilih, gue tetap ingin berada dan hidup di galaksi bimasakti."

"Kenapa?"

"Karena di sana ada Ajengnya."

"..."

Benar. Lagi-lagi Ajeng masuk dalam jebakan. Besok-besok, jika Alaska kembali berbicara padanya dan mengatakan berbagai hal, Ajeng akan mengantisipasinya terlebih dahulu.

"Ajeng, lo senang gak?"

"Senang."

"Apa gue bilang."

"Hah? Emang lo bilang apa?"

"Padahal ini bukan hari penepatan janji ngajak lo jalan kalau gue lolos masuk PASGA, tapi lo udah senang aja."

Ajeng sampai menahan napas dibuatnya. Ia melirik Alaska dengan sorot mata tak menyangka. Sungguh, jika ada penobatan manusia paling pede sedunia, Ajeng yakin jika Alaska pemenangnya.

"Gue senang bukan karena ada lo, tapi karena tempat ini memang bagus. Gak usah kepedean deh."

"Tetap aja, ada Alaskanya."

"Terserah deh. Ngomong sama lo emang harus siapin hati yang lapang."

"Ajeng, tumben ngomongnya panjang-panjang."

Tak sadar kini Alaska sudah merapatkan diri. Ia bahkan berpindah ke sebelah kanan Ajeng, mendorong kecil bahu gadis itu untuk sedikit menepi. Namun, Ajeng memilih tak membalasnya. Ia hanya terus memandang pada sebuah galaksi di hadapannya, galaksi yang sejak awal mampu membius Ajeng untuk tak menatap yang lainnya, galaksi andromeda.

"Ajeng, gue pengen tahu lebih banyak tentang lo."

"Hmm."

Karena, menentang keinginan Alaska hanya akan semakin membuat kepala Ajeng pecah. Maka, biarkan kali ini Ajeng sedikit berbaik hati padanya. Ya, walau ujung-ujungnya Ajeng tahu jika pembahasan yang hadir arahnya ke sana. Tanpa menoleh Ajeng tetap menunggu kalimat Alaska menggema.

"Susu kan buat lo alergi. Kira-kira ada makanan lain gak yang gak bisa lo makan atau gak lo sukai."

"Gue gak pilih-pilih makanan, tapi gue gak makan susu, durian sama alpukat."

about youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang