12. hati untuk mencintai
Surat terbuka untuk bidadari agar besok siap dijemput jam 8 pagi. Judulnya, kelana Jakarta dengan Alaska hehe.
Ps: gak usah cantik-cantik, Ajeng sudah cantik :)
"Ajeng, jadi ikut, kan?"
Bagaimana mungkin hari yang sudah Ajeng persiapkan untuk menepati janjinya pada Alaska, semua rencana yang telah tertata di akhir pekan itu kini berantakan tiba-tiba. Tepat 15 menit sebelum jam 8, Fariz datang ke rumahnya, mengatakan bahwa Fahmi mendadak masuk rumah sakit karena magh-nya kambuh. Katanya juga, Aldi dan Adinata sedang bersiap. Sementara, Ajeng yang kebetulan sudah rapih itu hanya bisa tertegun di tempatnya.
Fariz menarik tas selempang gadis itu, memakainya, kemudian ia mendorong bahu Ajeng membawanya pergi tanpa kata.
"Tapi—"
"Fahmi nyariin lo," potong Fariz cepat.
Ajeng menghela napas. Ia melirik lagi sudut lorong rumahnya, tapi tak lama menarik dirinya segera. Ia merogoh hape. Mengetikkan sesuatu untuk kemudian dikirimkan pada sosok di seberang sana.
Alaska, sorry gue ada urusan mendadak. Di-cancle aja, ya.
Semoga, ya.
Semoga Alaska tak keberatan atas pembatalan janji ini.
Sampai kemudian Ajeng memakai helm putih itu, lalu naik ke jok belakang motor matic Fariz, pada saat yang sama hati Ajeng rasanya berat sebelah.
"Fahmi telat makan lagi, ya?" tanya Ajeng.
"Enggak."
"Terus kenapa magh-nya bisa kambuh?"
"Gara-gara lo."
"Apaan, sih, Fariz!"
Ada nada tak terima saat kalimat asal Fariz menggema. Pada sebuah protes yang Ajeng sendiri pun tak tahu arahnya ke mana. Tapi, di sana, Fariz hanya tertawa.
"Hahaha becanda aja. Jangan diambil hati lah," katanya, tapi tak terdengar lucu di telinga Ajeng pagi itu.
Ajeng lantas memutar bola matanya malas.
"Nanti mampir di Bread House, mau beliin roti kesukaan Fahmi," kata Ajeng lagi.
"Perhatian amat, kayak pacarnya aja."
"Terserah!"
Usai itu, Ajeng memilih mengunci rapat-rapat mulutnya. Tak membiarkan Fariz atau apapun itu mengganggu lagi pikirannya. Ah, terserah lah. Lagipula, ia dan Alaska tak punya hubungan istimewa. Lagipula, Fahmi itu bukan orang lain di hidupnya. Jelas, daripada Alaska, jika nanti ia kembali dihadapkan pada situasi seperti ini, jelas Ajeng akan lebih memilih Fahmi.
...
Ajeng terus saja memandangi lembar kertas kecil di tangannya. Ada tulisan tangan seseorang yang terukir di sana, juga bagaimana pada kalimat yang ia tuliskan, tak pernah gagal membuat Ajeng tertawa.
"Dasar cowok aneh!" lirihnya diakhiri dengan tawa.
"Kenapa ketawa-ketawa?"
Itu adalah suara Fahmi. Membuat Ajeng menoleh cepat dan berdiri dari duduknya tiba-tiba. Sialnya, tadi Fariz berbohong, dan Ajeng terlalu bodoh termakan oleh kebohongan Fariz yang mengatakan bahwa Aldi dan Adinata sedang bersiap juga. Bahkan, kini Ajeng dibiarkan menunggu Fahmi sendiri di rumah sakit. Sementara, Fariz kini entah ada di belahan bumi mana usai pamit beli sarapan sejak setengah jam lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
about you
Teen Fictionketika namamu mulai memudar, dan aku sudah tidak bisa lagi membuatnya abadi, tolong bisikkan pada daun yang jatuh bahwa di manapun kamu berada, kamu baik-baik saja. kita adalah pernah yang tak punya banyak episode untuk bersama. kita adalah sepasang...