17. semua akan pergi
"Semua akan pergi."
Ajeng tak menoleh. Sengaja melanjutkan mengerjakan tugas di kedai rasa dengan Bella, mereka berdua sudah sepakat mengabaikan keberadaan Alaska.
"Semua akan pergi, tapi kenangan akan tinggal," ucap Alaska lagi.
Bella sudah tak tahan. Kini menatap Alaska dengan sorot mata tajam. Sementara Emi yang tadi katanya akan menyusul bermalam minggu sambil kerja tugas di tempat ini, belum kunjung datang. Dan entah dari mana informasi tentang keberadaan mereka, Alaska tiba-tiba ada di sana juga.
Alaska menyengir lebar. Semakin menatap Ajeng tiada henti seraya menyangga dagunya.
"Bidadarinya udah cantik, tapi kalau lagi ngerjain tugas gini kok bisa, ya, cantiknya nambah ribuan kali lipat."
"Hueeekkkk!"
Bella langsung beranjak begitu saja. Benar-benar ingin muntah mendengar kalimat dan nada bicara Alaska yang hiperbola. Sementara, Ajeng langsung menutup wajahnya rapat-rapat, malu sendiri. Tapi, sepertinya Alaska tak peduli.
"Akhirnya Bella pergi juga."
"Kenapa, sih, lo ada di mana-mana? Kenapa selalu ganggu gue? Kenapa? Mau lo apa?"
"Mau jadi pacar Ajeng," jawab Alaska cepat.
Ajeng sudah tak tahu lagi harus membalas dengan kalimat yang bagaimana. Bahkan kalimat paling ketus pun sepertinya tak akan mampu membuat Alaska menjauh.
Malam itu, Ajeng menatap Alaska lekat. Sebelum akhirnya bicara, sengaja Ajeng diam cukup lama.
"Gue.lagi.kerja.tugas.Alaska!"
Bahkan kalimat itu sudah penuh penekanan, tapi sepertinya Alaska tak menganggap itu sebagai upaya pengusiran. Selanjutnya, Alaska justru melebarkan senyuman.
"Iya, kerja aja. Gue gak akan ganggu kok."
"Tapi gue terganggu!"
"Apa karena gue terlalu kharismatik, ya? Udahlah gak apa-apa. Gue di sini cuma duduk aja kok."
"Jangan ribut, ya, awas aja!" ancam Ajeng.
Biarlah. Mau diusir dengan cara paling kasar pun, tak akan pernah bisa membuat Alaska pergi dari sana. Entah bagaimana cara Alaska bisa ada di kedai rasa, ya, semoga Ajeng tak benar-benar terganggu oleh kehadirannya. Berikutnya Ajeng kembali menyusun essay-nya.
"Gak mau ke planetarium lagi, Jeng?"
Tanpa menoleh, Alaska berbicara sambil membuka lembar demi lembar buku pelajaran Ajeng. Tak mau lagi terbuai oleh kalimat panjang Alaska, sengaja Ajeng menutup rapat-rapat telinganya. Biar malam itu jadi saksi betapa tersiksanya Ajeng setiap kali Alaska hadir di sekitarnya. Pada sebuah perasaan tak tenang saat sepasang mata tajam itu memandanginya, juga ketika senyum lebar yang selalu terpasang di sudut wajah Alaska, semua tentang laki-laki itu membuat Ajeng merasa hidup ini terlalu berlebihan.
"Lusa di sana ada pameran galaksi Andromeda. Rencananya gue mau datang. Sebenarnya gue ngomong kayak gini untuk ngajak lo ke sana, kalau mau."
"Lo tadi udah janji gak ganggu gue ngerjain tugas," sahut Ajeng di sana.
Alaska segera menegakkan tubuhnya. Ia mengerjapkan mata sesaat sebelum kembali membuang wajah dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tapi, tak lama Alaska tertawa, sengaja tanpa suara. Serasa malam itu sudah suka rela jadi saksi kehadiran mereka di kedai rasa, menambah rasa bahagia Alaska saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
about you
Teen Fictionketika namamu mulai memudar, dan aku sudah tidak bisa lagi membuatnya abadi, tolong bisikkan pada daun yang jatuh bahwa di manapun kamu berada, kamu baik-baik saja. kita adalah pernah yang tak punya banyak episode untuk bersama. kita adalah sepasang...