23. karena kamu Alastair Kalendra
Ada tiga kotak semangat.
Sengaja disempatkan di laci meja untuk bidadari.
Kalau ini sudah dibaca, artinya bidadari siap ketemu Alaska.
—dari pacarmu
Bagaimana mungkin Ajeng marah jika orang yang ingin ia marahi modelannya seperti Alaska?
Bagaimana mungkin Ajeng mampu menjauh dari radar Alaska, jika Aldi saja sudah mewanti-wanti agar tidak menyalahkan Alaska tentang hilangnya?
Ajeng geleng-geleng kelapa di mejanya. Pagi itu kelas masih sepi, mungkin hanya ada dirinya sendiri di sana. Tahun kedua sekolah di Taruna Bangsa akan segera di mulai, dan hari ini adalah hari terakhir ia menginjakkan kaki di sini sebelum menyambut libur panjang. Namun, meski masih pagi, Ajeng akan menebak jika Alaska datang jauh lebih pagi darinya. Terbukti dari keberadaan surat-surat ini di laci meja miliknya.
"Jika kamu bersedih."
Satu kotak surat itu telah dibuka oleh Ajeng, juga kalimat pertama yang ia gemakan setelahnya. Ajeng tertawa, menyaksikan tulisan tangan Alaska yang nyaris tak bisa ia baca.
"Jika kamu bersedih. Jika semesta sering menghakimi. Jika bintang tak mau bersinar lagi, dan jika bumi ingkar janji. Semua bisa pergi, kecuali memori."
Membacanya sekilas, cukup membuat seluruh hati Ajeng hangat karenanya. Hanya ada tulisan Alaska yang pagi itu menyambutnya, tapi hanya tulisan saja, bagi Ajeng sudah lebih dari segalanya. Entah sejak kapan Ajeng mulai tergila-gila dengan Alaska, tapi jika boleh meminta, Ajeng ingin Alaska selamanya. Ajeng ingin merasa cukup hanya dengan Alaska. Alaska saja.
"Jika kamu bersedih. Ajeng, jangan sedih. Jangan mau kalah sama kesedihan. Ada Alaska yang selalu siap hibur Ajeng setiap hari."
Ajeng tertawa. Merasa geli membaca bait pertama.
"Jika semesta sering menghakimi, tidak apa-apa. Besok pasti bahagia lagi. Semua cuma perlu dilewati."
Mungkin besok, surat-surat ini akan Ajeng pajang di dinding-dinding kamarnya. Agar seluruh sudut kamar tahu, ada hati seseorang yang paling Ajeng kagumi, hati milik Alaska yang jauh lebih indah dari bidadari.
"Jika bintang tak mau bersinar lagi, ada bintang Alaska, bintang kecil ini siap menyinari redup di mata Ajeng selamanya."
Namun, ketika sepasang matanya sampai pada bagian bawah tulisan Alaska, tiba-tiba saja sepasang matanya memanas. Ada begitu banyak genangan yang siap pecah detik itu.
"Dan jika bumi ingkar janji, gimana kalau nanti sore kita jalan?"
Ajeng refleks menyemburkan tawa membaca tulisan itu. Tawa yang tak pernah Ajeng duga akan memenuhi seisi kelasnya. Bahkan Emi yang baru saja datang hanya bisa berdecak saja.
Ajeng melipat kembali surat itu. Mulai mengedarkan pandangan, berharap ada Alaska ia temukan di salah satu sudutnya. Ya, siapa tahu saja. Alaska kan sebelas dua belas dengan hantu.
"Iya, iya, tahu. Karena semua bisa pergi, kecuali memori."
Tanpa membaca tulisan terakhir Alaska tadi pun, Ajeng tahu jika kalimat yang ini tak akan pernah ketinggalan laki-laki itu sampaikan. Maka, Ajeng akan menerimanya. Ajeng akan membuat begitu banyak memori bersama Alaska. Sebuah usaha mengabadikan sesuatu yang sementara?
Setidaknya, ini juga merupakan salah satu usaha Ajeng menjaga hati laki-laki itu. Tentang sedih yang kemarin hadir di hidupnya, juga cerita memilukan tentang Alaska yang tak sengaja Ajeng dengar dari sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
about you
Fiksi Remajaketika namamu mulai memudar, dan aku sudah tidak bisa lagi membuatnya abadi, tolong bisikkan pada daun yang jatuh bahwa di manapun kamu berada, kamu baik-baik saja. kita adalah pernah yang tak punya banyak episode untuk bersama. kita adalah sepasang...