Part 10. Merakit Puzzle

383 39 2
                                    

"Masuklah Tzu, pintu tidak dikunci." Sahut seseorang dari balik pintu kaca yang sedikit transparan.

Pria muda tersebut melangkah masuk dengan sebuket bunga di genggamannya. Ia menggunakan setelan hoodie oversize yang nyaman. Siang ini adalah jadwalnya kontrol ke rumah sakit. Tzuyu sangat tidak sabar untuk kembali bertemu dengan pujaan hatinya.

"Hmm kamu datang sendiri?." Dokter Sana cukup terkejut melihat Tzuyu yang sudah mampu datang ke rumah sakit sendiri. 

Di satu sisi Sana sangat senang melihat Tzuyu yang sudah membaik, namun di sisi yang lain Sana juga khawatir jika trauma Tzuyu tiba-tiba kembali kambuh ketika melihat sesuatu di perjalanannya. Siapa yang akan melindungi pria itu jika dia sendirian?. Syukur-syukur Tzuyu bisa sampai tujuan dengan selamat.

"Dimana orang tuamu Tzu?." Sana menatap pria di depannya dengan intens.

Tzuyu duduk di kursi dihadapan meja Sana. "Ini untukmu sebagai bentuk terima kasihku." Tzuyu menyodorkan bucket bunga yang ia bawa.

Sana meraih bucket bunga mini tersebut. Aromanya semerbak ketika terhendus. 

"Kak Sana tidak perlu khawatir. Tzuyu memang sengaja menyuruh bibi Naya dan paman Jeong tidak mengantarku. Tzuyu ingin men-challenge diri ini untuk keluar dari zona nyaman." Pria itu berucap penuh motivasi.

"Bibi aku mohon biarkan Tzuyu ke sana sendiri ya. Tzuyu yakin pasti bisa." Pria itu memelas kepada ibu angkatnya. 

Nayeon menggeleng. "Tidak Tzu, kamu baru saja sembuh. Bibi tidak bisa membiarkanmu pergi sendiri."

Tzuyu semakin memelas, pria itu menakupkan kedua tangannya. "Plis bi. Tzuyu janji bisa menjaga diri."

"Tidak bisa Tzu." Nayeon menaruh kedua tangannya di pinggang. "Trauma kamu bisa kambuh kapan saja. Siapa yang akan menjagamu jika kamu sendirian di luar sana?." 

Tzuyu tidak menyerah. Dia kembali meyakinkan wanita dan pria paruh baya dihadapannya. 

Jeongyeon menarik nafasnya dalam. "Baiklah Tzu, pergilah. Tapi ingat jaga dirimu baik-baik. Jika terjadi masalah segera telepon kami."

Mendengar izin yang diberikan Jeongyeon. Mata Tzuyu berbinar. Tzuyu memeluk ayah angkatnya tersebut. 

"Jeong!." Nayeon berseru tidak terima. Bagaimana bisa suaminya memberi izin begitu saja?.

Tzuyu yang masih kegirangan segera memakai hoodienya. "Terima kasih paman, bi Tzuyu pergi ya."

"Tapi Tzu.." Nayeon tidak merelakan kepergian putranya itu. Ia berusaha menemani Tzuyu namun Jeongyeon menahannya. 

"Lepas Jeong!. Nanti terjadi sesuatu dengan Tzuyu. Aku khawatir." Nayeon menghempaskan tangan Jeongyeon dari lengannya. 

"Bukan seperti itu cara menjaganya Nay!." Jeongyeon tidak mudah melepaskan Nayeon. "Jika kamu menyayanginya jangan hentikan langkahnya. Jika kamu memang mengkhawatirkan Tzuyu maka jagalah dia, namun jangan mengekangnya."

Nayeon menggeleng, "Aku tidak mengekangnya, aku hanya ingin melindunginya."

"Tapi perlindunganmu itu tidak membuatnya tumbuh Nay. Biarkan dia belajar mengepakkan sayapnya. Kita jaga dia dari jauh. Jika dia jatuh dan kesakitan baru kita membantunya untuk bangkit lagi." Jeongyeon meyakinkan istrinya. "Kalau kamu memang sangat cemas maka ikutilah Tzuyu, namun jangan sampai dia  tahu kalau kamu mengikutinya. Kamu paham maksudku kan?, untuk menjaganya kita tidak selalu harus ada didekatnya. Dengan begitu dia bisa berani dalam menjalani kehidupannya."

DOKTER CINTA "SATZU"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang