Seorang anak berusia delapan tahun menangis di pinggiran jalan sebuah kota. Seragam anak itu dipenuhi peluh dan daki. Wajah tampan anak tersebut tertutupi oleh coretan-coretan spidol. Dia membenamkan wajahnya di sebuah pohon besar di tepi jalan.
Cairan air mata jangan ditanya lagi. Sudah pasti limpahan cairan itu begitu banyak.
Datanglah seorang wanita paruh baya dengan mengenakan daster bunga-bunga. "Jadi disini kamu bersembunyi ah?," wanita tersebut menjewer telinga anak yang barusan menangis.
Sorot mata anak itu ketakutan dan lelah melihat sosok yang menjewernya. Dia sudah sangat frustrasi menghadapi wanita di depannya.
"Lepaskan!," anak tersebut menepis tangan ibunya yang terus menarik telinganya hingga memerah.
Ibu itu tersenyum sinis. "Sudah berani membantah ya?."
"Ahhh," anak ibu tersebut mengerang kesakitan.
Ibu itu dengan liciknya menyetrum putranya sendiri dengan stun gun. Alhasil putranya yang sempat melawan seketika pingsan akibat setruman itu.
"Sudah kubilang jangan pernah melawanku," Ibu anak tersebut menggendong tubuh putranya yang pingsan.
Tepat saat tiba di rumahnya anak tersebut kembali sadar.
"Tidak bu jangan lagi. Tzuyu takut!"
Sebuah sumur kosong yang dalam menganga lebar siap melahap anak yang tengah meringis tersebut.
"Bu, jangan. Tzuyu mohon. Besok Tzuyu pasti mendapat lebih banyak!." Anak itu mengeluarkan uang dari saku celanannya. Uang tersebut adalah hasil dirinya menjadi badut di lampu merah.
Ibu itu memegangi leher putranya. "Mengapa kamu kabur sebelum pekerjaanmu selesai?."
Tzuyu menangis. Anak itu memohon kepada ibunya. "Teman-teman sekolah terus mengejek Tzuyu karena menjadi badut lampu merah. Tzuyu malu bu."
"Kalau kamu malu maka bersembunyilah di dalam sumur malam ini." Ibu itu menyengir lebar. Dia mendorong tubuh putranya ke dalam sumur belakang rumah.
"Tidak bu! ahhhh."
.
Seorang wanita lengkap dengan setelan jas putih, dan Stetoskop yang mengalung di lehernya berjalan dengan percaya diri ke suatu ruangan. Tatapan wanita itu tajam namun juga menenangkan.
Tak ketinggalan seorang perawat membuntuti di belakangnya. Perawat dengan mata tajam itu menggenggam erat kertas-kertas yang penuh dengan istilah-istilah medis.
Tzuyu yang baru bangun dari tidur siangnya dibuat melongo dengan kehadiran dokter cantik di hadapannya itu. Netra hitam Tzuyu membesar dan berkilauan.
Walaupun akhir-akhir ini sudah cukup sering dia melihat sosok di hadapannya, ia tidak pernah lelah untuk merasa kagum.
"Bagaimana tidur siangmu?, apa kamu mimpi buruk lagi?." Dokter cantik itu memeriksa pasiennya. Dia sedikit memperbaiki rambut Tzuyu yang berantakan karena baru bangun tidur.
Desiran aneh dirasakan oleh Tzuyu ketika dokter Sana menyentuh rambutnya itu. Wajah pria itu bersemu merah melihat wajah cantik dokter Sana begitu dekat.
Tzuyu menelan salivanya dengan kasar.
"Kenapa diam saja?," Sana menghentikan pergerakan tangannya setelah rambut Tzuyu sudah rapi. "Apa masih mimpi buruk?." Tanya Sana.