Part 17. Bimbang

366 44 2
                                    

Seorang dokter cantik sibuk mengotak-atik isi tasnya. Kerutan di dahinya menunjukan tingkat stres yang tinggi.

"Aduh.. keburu gak ya" Sana mengecek jam di tangannya. Ia berjalan dengan cepat berburu dengan waktu.

"Kenapa profesor Jinyoung suka sekali memberiku tugas mendadak?" Sana mengoceh dengan kesal. Ia harus kelabakan seperti ini karena gurunya itu menyuruh Sana menjadi dosen pembimbing secara mendadak. Bahkan Sana baru di info beberapa menit yang lalu.

"Loh dokter Sana mau kemana?," Tanya seorang perawat yang sudah sangat dekat dengan Sana. Ia merasa penasaran melihat seniornya kelabakan seperti itu.

Sana senang melihat Yeji. Dia jadi bisa meminta bantuannya. "Yeji ini tolong kamu buat rekap pasien di kamar 301 ya. Saya harus pergi, bye.."

Yeji mengaduh pelan. Seharusnya dia mengambil jalan lain saja tadi. Sekarang ia jadi harus mengambil pekerjaan lebih. "Nasib.. nasib.. " Yeji menepuk jidatnya.

Dokter Seokjin yang kebetulan baru datang untuk shift sore tidak sengaja melihat Sana yang hendak ke luar gedung rumah sakit. Pria itu penasaran kemana Sana akan pergi di jam seperti ini. Padahal jadwal kerjanya belum usai.

Sana sempat melirik dokter Seokjin yang datang dari arah berlawanan. "Aduhh kenapa harus sekarang sih?." Sana mengaduh dalam hati.

"Sana kamu mau pulang?" Seokjin berhenti, ia menghadang dokter Sana.
"Apa kamu baik-baik saja?." Seokjin menatap jidat Sana yang berpeluh.

"Aku ada urusan mendadak Kak, permisi.." Sana mengambil celah lain untuk melalui hadangan dokter Seokjin.

Sana dengan cepat menekan gas kemudi begitu ia tiba di dalam mobil. Ia tidak ingin dan sangat tidak suka jika di cap sebagai dosen yang tidak profesional. Apalagi mahasiswa sudah membayar mahal untuk mendapatkan jasanya. Paling tidak sebagai seorang pembimbing ia bisa memberi contoh yang baik kepada muridnya. Hal kecil seperti ini sebenarnya sangatlah berarti.

Sana berhenti sejenak karena lampu lalu lintas didepan sedang merah. Ia menggunakan kesempatan itu untuk mengecek ponselnya. Siapa tahu ada pesan penting. Benar saja, profesor Jinyoung memberitahu jika ruangan tempat ia mengajar sudah dipindahkan. Untung saja ruangannya masih satu gedung. Jadi Sana tidak perlu putar balik karena gedung-gedung di kampus ada banyak dan dipisah di beberapa lokasi.

Sana menatap jam tangannya dengan kesal. "Sial aku terlambat lima menit."
Ia berjalan dengan cepat mencari ruangan yang telah diberi tahu sebelumnya. Sana sedikit kebingungan mencari ruangan tersebut apalagi sudah cukup lama ia tidak datang ke kampus. Terakhir kali mungkin ketika ia mengajar kelasnya Tzuyu. "Ngomong-ngomong soal Tzuyu, kira-kira bagaimana keadaannya sekarang ya?" Sana melamun sembari menunggu pintu lift terbuka.

Ting!

Pintu lift terbuka dan munculah segerombolan mahasiswa dengan wajah masam, lemah, letih, dan lesu. Mata mereka sudah seperti panda karena kurang tidur. Rambut gondrong dan pakaian seadanya. "Fiks sih ini mahasiswa semester akhir." Sana bergumam dalam hati.

Sana masuk ke lift dan menekan tombol ke lantai lima.

"Semoga murid yang aku bimbing tidak menyusahkan." Sana berharap dalam hati. "Walau tidak pintar tidak masalah yang penting ia bertanggung jawab."

Begitu tiba di lantai lima segerombolan mahasiswa ber jas putih sudah menunggu giliran menggunakan lift.

Beberapa dari mereka membungkuk memberi salam pada Sana.

"Loh dokter Sana?" Tanya seorang gadis dengan tahi lalat di hidung yang menawan.

"Hai Mina. Kamu apa kabar?" Sana tersenyum.

DOKTER CINTA "SATZU"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang