Part 15. Berani

354 44 4
                                    

"Sial! Kepalaku sakit sekali." Sesosok pria dengan pakaian rumah sakit dan balutan infus sedang berlarian di sepanjang lorong rumah sakit.

Orang-orang memperhatikan pria itu dengan pikiran yang penasaran.

"Hei apa yang terjadi dengan pria itu?," ucap seorang wanita paruh baya yang hendak membawa putrinya ke klinik rumah sakit.

"Hei kamu tidak apa?" Tanya seorang pria, ia membantu pria yang kehilangan arah tersebut.

Pria yang kondisinya berantakan itu kembali melanjutkan larinya. Entah kemana ia akan pergi. Beberapa kali sudah ia menabrak orang ataupun dinding polos rumah sakit.

Tibalah ia di sebuah pintu yang mengarah ke halaman belakang rumah sakit. Baru satu langkah kakinya menginjak area luar itu tubuhnya sudah merasakan sensasi dingin.

Ketika di dalam ruangan suhunya masih sangat hangat. Namun kini pria tersebut menggigil dan kedinginan. Gerimis disertai hembusan angin yang kuat menambah sensasi malam yang kelam.

Ditengah badai itu, pria tersebut merasakan kelegaan tersendiri. Kepalanya yang sembat memanas kini lebih dingin.

Ia menenangkan dirinya, nafasnya tersengal usai berlari beberapa meter.

Duduklah ia di sebuah kursi taman yang basah. Ia mendongak membiarkan tetesan air membasuhi wajahnya. Matanya terpejam menikmati dingin malam yang menyejukkan pikirannya.

"Kekuatan pikiran. Trauma hanyalah hal sepele. Ini hanya tentang mindset. Aku bisa sembuh, pikiran yang positif memberikan motivasi yang akan mendorong eksplorasi. Menuju kesadaran dan pemahaman diri. Aku pasti bisa." Ucap pria itu masih dengan mata terpejam. "Aku ingim sembuh!" Tangan pria itu mengepal. "Aku punya mimpi untuk diperjuangkan." Pria tersebut perlahan membuka mata dan hatinya. Ia tersenyum menatap ke langit yang kelabu.

Senyum yang terukir di sudut pria itu menunjukkan motivasinya. Sekarang ia tahu apa yang harus dilakukannya. Pengalaman yang memberi kita jalan untuk menjadi lebih baik.

Pria itu beranjak dari kursi. Kepalanya tidak lagi sakit. Tidak ada lagi suara-suara menyeramkan yang membuatnya berpeluh dingin. Hatinya lebih tenang dan tangannya mengepal kuat tidak gemetar.

"Aku Chou Tzuyu! Tidak akan aku biarkan kepalsuan merusak diriku lagi!." Tangannya mengepal kuat ke angkasa.

"Kalau begitu, mulailah kembali keberanianmu itu." Seorang pria berjenggot mendekati Tzuyu dari belakang.

Tzuyu berbalik badan untuk memeriksa. "Profesor.."

Profesor Jinyoung melangkah dengan santai, tanggannya saling mengait dibelakang punggungnya.

"Datanglah ke kampus besok, dan mulai semua dari awal lagi." Profesor Jinyoung menepuk pundak Tzuyu. 

Mata Tzuyu berbinar. "Terima kasih profesor."

Profesor Jinyoung tersenyum. Ia sangat bahagia melihat Tzuyu yang sudah berani. Dia sudah mengenal anak ini sejak kecil. Pertemuan pertama mereka adalah saat Tzuyu masih mengalami gangguan jiwa. Usianya masih sangat muda kala itu. Saat itu profesor Jinyoung adalah dokter yang bertanggung jawab merawatnya. Dia tahu betul seluk-beluk kemampuan Tzuyu.

"Satu hal lagi, kamu tidak perlu mengulang semester ini. Para dosen sudah berunding dan memutuskan kamu tidak jadi mengulang. Kamu mahasiswa berprestasi Tzuyu. Kami memiliki harapan besar padamu." Profesor Jinyoung berucap.

Tzuyu tercengang. "Sungguh profesor?!" Ia tidak percaya ia sungguh tidak perlu mengulang.

Profesor Jinyoung mengangguk. "Kamu hanya perlu mengambil kelas tambahan untuk menyusul ketertinggalan materi selama beberapa bulan ini. Dan ya, aku sudah menyiapkan seorang dosen untuk membimbing kamu." Profesor Jinyoung mengedipkan sebelah matanya.

DOKTER CINTA "SATZU"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang