"Lo yakin bisa macarin Tzuyu lagi?" Mina bertanya kepada seorang teman sekaligus sepupunya. "Saran aja nih, menurut gue lo udah keterlaluan mainin perasaan Tzuyu." Mina memijat pelipisnya.
Gadis dihadapannya menggeleng. Ia yakin bisa kembali merebut hati Tzuyu. "Walau kemarin pemberianku ditolak olehnya, aku tidak akan menyerah." Ia mengepalkan tangan. "Ini pasti gara-gara dokter sok cakep itu. Lihat saja gue gak akan tinggal diam." Matanya yang cantik melotot tajam seakan-akan siap memangsa lawannya.
Mina menggelengkan kepalanya. "Hadeh..mending lo mundur deh, daripada nyesel. Tzuyu itu udah cinta mati sama dokter Sana!"
Sepupu Mina itu mengangkat sudut bibirnya. "Itu tidak mungkin. Dan tidak boleh terjadi. Tzuyu hanya milikku!."
.
Senyuman manis terukir di sudut bibir Tzuyu, ia begitu siap bahkan jika hal-hal buruk menimpanya hari ini. Pria itu tersenyum menatap layar ponselnya. "Selamat pagi Sanayang"
"Eh panggilan macam apa lagi itu?" Tanya Sana, wajahnya tampak cantik walau baru bangun tidur.
"Hehe, Sanayang maksudnya Sana sayang." Tzuyu menggombal. Matanya sipit-sipit karena masih setengah sadar. Rambutnya berantakan seperti habis tersetrum listrik. Walau masih mengantuk ia tidak peduli karena semangatnya selalu antusias setiap melihat kekasihnya.
"Pinter ya kamu Tzu.." Sana terkekeh. "Hmm aku panggil kamu apa ya?" Sana terlihat berpikir. "Kalau Tzukupret gimana? Bagus gak?"
Tzuyu terkesiap tidak setuju.
Sana tertawa melihat ekspresi Tzuyu yang melotot di depan kamera. "Tzu mundur dikit mata kamu kek mau copot!"
"Apa gak ada panggilan yang lebih bagus gitu?" Tzuyu memprotes. Ia merapikan rambutnya.
"Tzu, kamu kayaknya harus potong rambut deh. Kamu udah gondrong banget tuh.. kayak mahasiswa sebelah." Ujar Sana.
"Iya boleh, tapi kamu yang cukurin ya." Tzuyu mengedipkan matanya.
"Boleh. Tapi jangan ngutang ya." Sana balas mengedipkan sebelah mata.
Mereka saling tertawa dan berbincang hingga sang surya sudah berdiri tegak di atas.
"Semngat ya kuliahnya!" Ucap Sana. Tangannya mengepal memberi semangat.
"Pasti dong!, kan udah di semangatin ibu negara." Tzuyu membentuk heart sign dengan jarinya. "Saranghae."
"Nadoooo" Sana melambai ke arah layar ponselnya yang sudah panas, karena dipakai berjam-jam.
"Tzuyu, kamu sudah bangun nak?." Tanya Nayeon dari balik pintu.
"Sudah bu. Tzuyu segera keluar." Tzuyu mematikan ponselnya, dan segera memakai baju agar tidak bertelanjang dada.
Sampai di dapur Jeongyeon seperti biasa sedang asik menyeruput kopi sembari membaca koran pagi.
"Selamat pagi ayah." Tzuyu menyapa.
Jeongyeon menaruh cangkir kopinya. "Selamat pagi nak. Bagaimana tidurmu?"
Tzuyu duduk di sebelah Jeongyeon. "Tzuyu tidur nyenyak yah."
Jeongyeon menaikkan alisnya. "Apa kamu memimpikan dokter Sana?."
Pertanyaan spontan itu membuat Tzuyu yang sedang minum air tersedak. Ia terbatuk ringan.
"Jeong apa yang kamu lakukan!. Anakku jadi tersedak." Nayeon memberikan Tzuyu tisu.
"Hehe, sorry ya Tzu. Dulu ayah sewaktu pacaran dengan ibumu, selalu memimpikannya tiap malam. Padahal baru berpisah beberapa menit saja rasanya sudah sangat rindu." Jeongyeon bercerita kepada Tzuyu.