Lucu melihat tingkah Tzuyu yang gelisah dan salah tingkah seperti ini. Wajahnya yang memerah membuatnya terlihat seperti apel yang manis. Kami tiba di salah satu mall terbesar di kota ini. Tzuyu memarkirkan mobilnya di basement mall tempat khusus parkir mobil. Udara disini cukup pengap dan aku paling tidak suka dengan aromanya. Aku memutuskan untuk cepat turun agar bisa segera masuk ke dalam mall. Di tempat parkir itu ada sebuah mobil putih yang juga baru parkir disebelah mobil kami. Turunlah seorang pria paruh baya mengenakan setelan jaket denim dan celana jeans hitam. Wajahnya ia tutupi dengan masker yang juga berwarna hitam. Sekilas aku bisa melihat tatapan tajam pria itu.
"Yuk kita masuk." Tzuyu merangkul pundakku, dan kamipun berjalan ke dalam mall.
Pria yang misterius itu ikut berjalan di belakang kami. Aku tidak menaruh curiga padanya, karena dari parkir Mobil hanya ada satu jalur untuk langsung masuk ke Lobby mall. Namun tidak disangka-sangka pria itu juga ikut ke lantai paling atas. Dari tampilannya ia tidak terlihat seperti ingin menonton film. Dari sinilah perasaanku mulai tidak enak. Tatapan pria itu seperti mengancam.
Tzuyu kelihatan sangat bahagia. Pria itu sedari tadi tidak henti-hentinya bercerita dan menyebarkan kegembiraannya. Tangan kami saling menggenggam begitu kuat. Aku tidak ingin menginterupsi suasana hati Tzuyu yang sedang gembira ini. Begitu kami tiba di depan counter tiket, ribuan orang telah membeludak untuk menyaksikan Film zombie yang sedang hits. Dengan berdesak-desakan kami mengantre. Tzuyu memaksaku untuk duduk karena sudah tidak kuat menahan pengap. Syukurlah saat Tzuyu mengantarku duduk di bangku pria bermasker hitam itu sudah tidak bisa lagi mendekatiku. Pria itu berjalan keluar dari area bioskop.
"Eh dia gak jadi nonton?" Auk bertanya dalam hati.
Aku ingin sekali mengelap keringat Tzuyu yang terlihat membasahi keningnya. Ia rela berdesak-desakan seperti itu untukku.
Tetiba seorang anak kecil yang menggemaskan menghampiriku. Umurnya seperti tidak kurang dari lima tahun. Ia memegang balon di tangannya.
"Mama"
Anak itu menyentuh pahaku."Eh? Mamamu dimana nak?"
Anak itu menunjuk ke lantai bawah. "Mama."
Apa anak ini kehilangan ibunya?.
"Dimana ibumu?"Anak itu menangis yang membuatku semakin panik. Aduuh ini emaknya kemana coba?. Tzuyu masih sibuk berdesak-desakan. Lebih baik aku bawa anak ini ke security biar nanti mereka bisa membuat pengumuman. Kugendong anak itu dan kutepuk pundaknya dengan lembut. Aku pergi turun dengan menuruni eskalator sampai ke lantai dua.
"Kencing." Anak itu menunjuk-nunjuk tanda toilet.
Akupun membawanya menuju toilet khusus anak-anak.
"Perlu bantuan?" tanyaku kepada anak gadis itu.
Anak itu menggeleng. "Vivi jaa n intip" (bibi jangan ngintip) kira-kira begitu yang dia katakan.
"Nah ini dia orangnya!." Seorang wanita paruh baya dengan dress merah yang ketat dan riasan yang nyentrik berteriak sambil membawa polisi wanita di belakangnya.
Aku terkejut melihat ibu itu menyudutkanku.
"Ini pelakunya!. Dia menculik anak saya."
"Tidak benar!. Saya tidak menculik siapapun. Anak ibu sendiri yang tersesat. Saya hanya membantunya saja."
"Ah alasan saja kamu."
Anak kecil itu keluar dari kamar mandi sambil menangis. Ia berlari memeluk ibunya.
Polisi wanita memasang ekspresi curiga kepadaku.
"Nak, apa kamu diculik oleh orang itu?" Tanya ibunya.