Jendela di kamar tidur bernuansa biru tosca bergerak dengan keras, membuatnya tertutup dengan sendirinya. Wen sedang berbaring di kasur sambil mengusap layar ponsel, menikmati foto dan video yang di-upload oleh kenalan dan artis kesukaannya. Wen langsung loncat begitu suara keras jendela terdengar.
"Woi!" pekik Wen kencang. Dia memegang dadanya, merasakan degup jantung yang berdetak lebih kencang dari biasanya. Tentu saja biang keroknya adalah hembusan angin sore ini lebih kencang dari biasanya.
Bulu kuduknya berdiri begitu merasakan dia tidak sendirian di kamar ini. Entah kenapa dia merasa ada bayangan hitam yang berada di belakangnya. Namun, Wen tetaplah Wen yang tidak ingin mengambil resiko. Dia memilih tetap pada posisi membelakangi bayangan, dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.
"Kalau takut itu bilang, nggak usah pura-pura sok cool gitu jadi orang," ujar seseorang pelan.
Wen terkesiap lalu membalikkan badannya ke arah suara. "Kok kayak kenal suaranya?" gumam Wen pelan. Begitu menyadari sosok yang berdiri di belakangnya, dia mulai bernafas lega.
"Ma, bisa nggak, sih, nggak usah ngagetin kayak gitu? Mama, kan, tahu Wen punya bakat kagetan sama kayak mama," ujarnya kesal.
"Kupingmu aja nggak kepake. Masa badan segede gini masih nggak kelihatan, apalagi langkah kaki mama pasti kedengeran, kecuali kamu lagi mikirin orang lain," tebaknya sambil masuk ke dalam kamar Wen.
"Ma, ih! Kayak Wen habis ngelakuin apaan aja," gerutunya kesal lalu mengambil ponselnya dan menatap wallpaper di layar ponselnya sambil senyum.
Airine menatap anak semata wayangnya dengan heran. "Senyam-senyum lagi. Mama dapat laporan kalau kamu sering pulang malam, kamu juga sering senyam-senyum gitu akhir-akhir ini. Selama mama ke luar kota, apa aja yang kamu lakukan, Nak?"
Wen mendengkus kesal, "Laporan lagi? Dari siapa, sih? Kurang kerjaan banget orang itu."
"Nggak usah ngalihin pembicaraan. Lagian, kamu nggak perlu tahu siapa orang itu. Kamu cukup lakuin apa yang harus kamu lakukan. Kamu mau lebih sukses dari papamu, kan? Kamu mau balas dendam mama ke papamu, kan? Kenapa semangatmu kendor gini? Apa karena cewek?" tebak Airine lagi.
Wen melebarkan matanya kaget, dia tidak menyangka mamanya begitu keras kepala dan ingin mensukseskan rencana mereka.
"Ma, mama serius dengan hal itu? Wen cuman mau buat papa sadar kalau dia salah sudah membiarkan kita hidup berdua tanpa kehadirannya dia. Bukan buat hancurin papa, Ma. Dia masih ngasih kita uang bulanan, meskipun kita tidak pernah habisin waktu keluarga sama dia."
Airine menatap Wen dengan wajah memerah dan kesal. "Oh, gitu? Kalau dia sudah sadar terus apa? Dia tidak menderita juga, kan? Bukannya kita menderita tanpa kehadiran dia? Bukannya kamu lihat sendiri dia tetap pergi ke panti asuhan itu karena disana ada kenangan bersama cinta pertamanya, Clairine? Kamu masih belain papamu?"
Wen menggaruk kepalanya kasar, "Siapa, sih, yang belain papa, Ma? Wen cuman mau buat dia sadar kalau kita bisa sukses dan survive meskipun dia tidak ada di momen penting kita, Ma. Cuman itu aja, nggak perlu ada balas dendam atau hal lainnya. Kenapa mama seambis ini buat papa menderita?"
Airine menyeringai, "Wen, kadang mama ngerasa tidak kenal sama kamu, Nak. Apa karena Natha? Sebenarnya apa hubunganmu dengan dia?"
"Kok jadi bahas Natha? Mama sendiri yang nyuruh Wen buat jadi teman yang baik buat dia. Mama sendiri yang nyuruh Wen buat mengerti tentang keadaan Natha. Terus kenapa mama seolah-olah menyalahkan kehadiran dia di hidup Wen?" Wen tidak paham dengan perubahan sikap dari Airine. Dia merasa ada yang berbeda dari mamanya, entah apa itu.
"Mama suruh kamu jadi kakak yang baik buat dia, bukan malah jadi teman rasa pacar kayak gini. Kamu kira mama nggak tahu apa yang terjadi diantara kalian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wish- TAMAT
RomanceWen Sidharta hanya ingin mati.Hidup pun percuma, tiap hari Ayahnya semakin tidak tahu diri menyakiti hati ibu. Dia tidak pernah melupakan cinta pertamanya, meninggalkan Wen dan ibu hidup berdua hingga tetangga barunya datang, Natha Maheswari. Berdua...