24| Untold Story

13 1 0
                                    

Elano sudah menunggu kehadiran anak semata wayangnya. Beberapa hari terakhir anak gadisnya tidak terlihat bersemangat.

Binar di matanya semakin meredup seiring dengan ucapannya tempo hari terkait rencana antara dirinya dan Airine.

Terdengar suara gerbang rumah dibuka. Elano bergegas menuju ke pintu depan menyambutnya.

Rambutnya terlihat berantakan, pakaian yang lusuh dan kusut, minim ekspresi dan mata sayu.

"Natha? Kenapa, Nak?" tanya Elano heran.

Natha menatap balik Elano lalu tersenyum tipis.

"Hai, Pa. Sorry Natha terlambat pulang. Papa udah makan?"

Pria ini tertegun, lalu mengangguk lagi. "Sudah, tadi makan siang bareng Airine. Kamu sudah makan, Nak?"

Ingatannya kembali ke beberapa saat lalu, saat-saat dia menikmati sepiring kue matcha kesukaannya dan Wen. Dia sudah cukup kenyang dengan rasa sakit yang bersarang cukup lama dalam relung hatinya.

"Sudah, Pa. Tadi bareng Wen."

"Oh, Wen? Kamu-"

Ucapannya tidak dia lanjutkan, ada keraguan untuk melanjutkan pertanyaannya barusan.

"Kenapa, Pa?"

Dia menggaruk kepala pelan, memikirkan dampak dari pertanyaan yang akan ditanyakannya barusan.

"Kamu suka sama Wen?"

Mereka masih berdiri di teras rumah, angin berhembus begitu kencang membuat badan Natha dan Elano semakin dingin.

"Ah, aku kira papa tahu," ucapnya pelan.

Elano terkejut dengan pernyataan putrinya barusan. "Jadi, karena ini kamu mau mendonorkan ginjalmu ke Wen? Apa yang dibilang Bumi itu benar?"

Natha tersenyum tulus, mata sayunya memancarkan kesedihan mendalam.

"Pa, kita bicarakan di dalam boleh? Pegel, nih, bicara sambil berdiri," keluhnya sambil memaksakan diri untuk tersenyum.

"Oh, iya. Ayo masuk. Kita bahas di gazebo belakang."

Di belakang rumah terdapat gazebo dan taman yang mereka rawat, ada bunga warna-warni menghiasi taman ini.

Natha menyandarkan punggung di sandaran, dan menatap lurus ke depan.

"Pa, Natha boleh ya donorin ginjal Natha buat Wen? Natha sayang sama dia, Natha nggak mau dia nyerah sama hidupnya sendiri."

Elano merengut heran. "Tahu darimana kalau dia menyerah sama dirinya sendiri?"

Natha menyeringai, "Hampir seharian aku habiskan bersama dia, pa. Aku lihat gimana merosot semangatnya. Natha hanya ingin ini, biarkan Natha melakukan apa yang Natha inginkan. Boleh, ya, pa?"

Elano menghela napas panjang. Berat baginya untuk menyetujui permintaannya. Anak yang jarang meminta apa-apa padanya, sekalinya mengajukan permintaan yang membuatnya lemas.

"Papa tidak perlu khawatir, manusia tetap bisa hidup dengan satu ginjal. Semua akan baik-baik aja."

Elano menatap anaknya dengan penuh kasih sayang. "Nak, kamu sudah sebesar ini. Papa terlalu sibuk dengan dunia papa sampai lupa kamu semakin bertumbuh jadi anak yang cantik."

Natha melongo untuk beberapa saat, sebelum akhirnya salah tingkah dibuat Elano.

"Nak, kamu sudah bisa memutuskan apa yang ingin kamu lakukan. Papa akan dukung keinginanmu meskipun ini berat buat papa. Lakukanlah, papa juga sayang sama Wen. Dia anak yang baik," lanjutnya lagi.

My Wish- TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang