Wen mendengkus kesal. "Kamu tidak pernah berubah. Jangan tarik aku dalam masalahmu, masalahku sendiri sudah banyak," bisiknya lagi. Lalu, mereka menyadari suasana kelas menjadi hening. Mereka tidak lagi mendengar suara dari Gwen Nathania.
Jantung mereka berdegup kencang seiring dengan berjalannya waktu hingga mereka sadar, mereka menjadi pusat perhatian teman-teman satu kelas.
"Kenapa diam? Masih mau lanjutin bicaranya? Kalian bisa berdiri di depan kelas dan bicara, biar ibu duduk dan mendengarkan kalian bicara apa," lanjutnya dengan ekspresi kesal.
Natha dan Wen saling beradu pandang, dari manik mata Wen terpancar kekesalan padanya. Namun, Natha bisa apa? Mereka sudah terlanjur ketahuan oleh dosen. Tidak ada cara lain selain menghadapi apa yang sudah terjadi dan memikirkan jalan keluarnya.
"Tidak, Bu. Maaf, kami tidak bermaksud seperti itu," ujar Natha memulai pembicaraan. Tentu saja Wen meliriknya dengan tatapan tajam, mereka sudah terbiasa diam saat ada dosen yang marah. Hanya mendengarkan dan mengucapkan kata maaf, tidak ada penjelasan untuk membela diri.
Apapun yang terjadi, mereka selalu salah. Meskipun ada kalanya mereka berada di posisi benar, tetapi pada akhirnya orang yang lebih tua atau lebih berkuasa akan menang.
Namun, Natha adalah kasus yang berbeda, dia lebih suka menantang masalah untuk datang padanya, salah satu contohnya dengan menjawab ujaran dosen.
"Hmm. Terus, maksud kalian gimana?" tanya balik Gwen Nathania.
Natha menarik napas panjang, tangannya dikepal kuat. Dia tidak sedang marah, hanya saja sedang mengumpulkan tenaga tersisa. Tenaganya terkuas banyak karena tindakan sembrononya.
"Saya yang salah, bu. Wen tidak salah. Saya tadi sempat melamun, dan dia yang mengingatkan saya untuk tidak melamun di saat ibu sedang menjelaskan. Maaf, bu. Biarkan saya yang dihukum, jangan Wen," lanjutnya lagi.
Gwen mendengkus kesal, menghadapi kawula muda dengan tingkah mereka yang ajaib membutuhkan tenaga dan kesabaran yang banyak. "Sudahlah, cukup diam dan jangan berbicara sendiri lagi. Materi saya sedikit lagi selesai, mari kita selesaikan saja. Selanjutnya, kalian bebas mau belajar mandiri atau keluar kelas," ujarnya sebelum kembali melanjutkan penjelasannya.
Sikap berani Natha membuat Wen tertegun, dia kira Natha tidak akan mengakui kesalahannya. Dia sering melihat teman-teman sebaya atau kakak dan adik tingkatnya memilih bermuka dua dan bermulut manis untuk terlihat baik di depan orang yang memiliki kuasa. Namun, Natha berbeda. Sekali lagi, Wen Refandi terpesona oleh tingkah ajaib Natha Maheswari.
Kelas sudah lama usai, penghuni dalam kelas pun sudah membubarkan diri. Sebagian pergi ke kantin untuk mengisi perut yang kelaparan, sebagian lagi memilih pergi ke tempat parkir untuk pulang ke kos atau pergi jalan-jalan ke mall terdekat. Namun, Natha masih setia di tempat duduk dan memfoto catatan Wen. Natha selalu senang melakukan kegiatan ini, menyalin catatan teman dengan waktu singkat dan menghemat tenaganya juga.
"Ck, dasar. Cepetan, aku mau pergi ke lantai lima timur, nih. Habis ini aku ada praktikum Farmakokinetika. Kamut tahu sendiri ada Bu Mey yang galaknya luar biasa. Capek aku dengerin dia ngomel, apalagi ada bu Dayne. Gila, sih. Udah kayak api sama gas, aja. Saling mendukung kobaran api amarah yang meluap-luap," ujar Wen kesal sambil memperhatikan catatan di jurnal pratikumnya.
"Ye, kamu belajar aja. Lagian masih satu jam lagi baru kamu praktikum. Santai dikit kenapa, sih?"
"Berisik, aku mau ke sana aja dan belajar. Aku nggak suka buru-buru. Oh iya, di semester ini ada program magang. Kamu udah lapor ke tata usaha belum?" tanya Wen lagi.
Natha menghentikan kegiatannya dan menatap Wen bingung. "Magang apaan, Wen?"
Wen menepuk jidatnya dengan sepenuh hati. "Kamu ikut program pengenalan kampus, nggak, sih? Kan udah dibilang sama kakak mentor waktu itu kalau di semester lima kita ada program magang. Kita perlu kumpulkan berkas yang ada di pengumuman di dekat tata usaha, dan kasih berkasnya maksimal besok. Kamu nggak tahu?" tanya Wen dengan wajah pias. Dia tidak lagi memahami jalan pikiran Natha yang ajaib.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wish- TAMAT
RomanceWen Sidharta hanya ingin mati.Hidup pun percuma, tiap hari Ayahnya semakin tidak tahu diri menyakiti hati ibu. Dia tidak pernah melupakan cinta pertamanya, meninggalkan Wen dan ibu hidup berdua hingga tetangga barunya datang, Natha Maheswari. Berdua...