22 | Procedure

9 0 0
                                    

Seda Christabel Azoya mengetuk kuku jarinya di meja untuk beberapa saat, berusaha memikirkan penjelasan terbaik untuk disampaikan kepada gadis kecil pemberani di depannya ini.

"Natha, ya?"

Natha mengangguk dengan penuh semangat, ada ketegangan terlihat dari raut wajahnya. "Iya, dok. Benar."

"Natha tahu kenapa disarankan pendonor berasal dari pihak keluarga?"

Natha menggeleng pelan, dia lupa mencari informasi lebih lanjut sebelum datang ke sini. Mereka disibukkan oleh tugas-tugas dan persiapan ujian. Natha tidak sempat memikirkan lebih jauh pertanyaan yang mungkin muncul.

Seda tersenyum tipis, "Semakin dekat hubungan antara donor dan resipien maka akan semakin baik, dalam arti jaringan antara donor dan resipien akan semakin cocok. Natha tahu kalau benda asing yang ditaruh di dalam tubuh asing rentan mengalami penolakan? Begitu pula dengan ginjal, ada resiko penolakan ginjal."

Natha mengerutkan kening bingung, dia meremas jemari-jemarinya dan menggigit bibir dengan keras, kebiasaanya ketika panik dan bingung.

"Bagaimana saya tahu jika saya menjadi pendonor ginjal untuk Wen, nanti Wen nggak mengalami penolakan? Paling nggak minim efeknya."

Wanita dengan name tag Seda Christabel Azoya mengjhela napas panjang. "Kita bisa lihat kecocokan jaringan antara donor dan resipien dilihat dari pemeriksaan HLA atau human leucocyte antigen. Semakin banyak  kesamaan yang ada antara donor dan resipien maka semakin tinggi kecocokan jaringan sempurna karena mereka berasal dari satu zigot yaitu unifikasi sel telur dan spermatozoa. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum tindakan transplantasi."

Dia sengaja mengambil jeda untuk beberapa saat, ingin melihat bagaimana Natha merespon penjelasan singkatnya barusan. Gadis itu merengut beberapa saat lalu mengangguk lagi. Entah apa yang menjadi landasannya berbuat seperti ini, Seda Christabel Azoya ingin tahu kenapa dia begitu ingin menjadikan dirinya pendonor untuk Wen, cowok yang bahkan terlihat pasrah dengan keadaannya sendiri.

"Dok, ini ada hubungannya dengan golongan darah?"

"Iya, sebaiknya golongan darah antara resipien dan donor memiliki golongan darah yang sama, tapi jika golongan darah donor adalah O maka dia bisa menjadi pendonor kepada seluruh resipien yang memiliki golongan darah A, B, AB dan O. Sedangkan resipien dengan golongan darah AB adalah resipien universal, artinya bisa menerima donor dari golongan darah A, B, AB dan O."

"Wen golongan darahnya B, aku juga gologan darahnya O, dokter. Berarti aku bisa, kan, jadi pendonor untuk Wen?"

Matanya terlihat berbinar, seakan menemukan secercah harapan akan keinginannya. Dia tahu jika Wen masih punya harapan untuk bertahan hidup lebih lama lagi, dia ingin Wen memiliki hidup yang dia inginkan bersama kedua orang tuanya.

Seda Christabel Azoya menatapnya lekat sebelum kembali berbicara. "Ada kemungkinan, tapi kita perlu melakukan pemeriksaan HLA sebelum melakukan tindakan ini. Sebenarnya dengan perkembangan saat ini, sudah ada obat-obatan atau disebut juga imunosupressan, obat yang diberikan untuk mengatasi kemungkinan penolakan dalam tubuh resipien. Wen harus rajin minum obat ini untuk menjaga kesehatan dirinya juga."

"Dok, sebenarnya bisa, kan, untuk orang luar memberikan donor? Soalnya Natha bukan keluarga, Wen. Takutnya ini jadi masalah," ujarnya sedih.

Wanita cantik ini tersenyum simpul, cukup menyenangkan berdiskusi dengan Natha yang ingin tahu tentang hal ini. "Ada namanya donor jenazah, ada juga donor hidup keluarga dan donor hidup bukan keluarga. Memang lebih baik jika donor dari donor hidup keluarga karena memberi jaminan lebih baik dari segi kecocokan jaringan dibandingkan donor hidup bukan keluarga, bisa juga menghindarkan dari kemungkinan jual-beli organ. Tapi, mengingat terbatasnya sumber donor dari keluarga sehingga transplantasi ginjal bisa diatasi dengan sumber donor bukan keluarga. Jadi, jawabannya iya, Natha."

"Jadi, aman, ya?" tanya Natha lagi, dengan sumringah.

"Iya. Ada hal-hal yang harus dipastikan seperti jaminan bahwa donor mendonorkan ginjalnya secara sukarela dan tidak ada unsur jual beli organ, faktor umur donor itu masalah yang relatif, sebaiknya berumur di bawah 60 tahun karena semakin lanjut usia donor maka jumlah nefron semakin sedikit dengan meningkatnya umur. Pasien akan menjalani proses pra-seleksi dan proses seleksi. Pemeriksaan awal resipien akan dilakukan oleh dokter konsultan ginjal dengan bekerja sama dengan dokter residen konsultan ginjal. Resipien dan donor diperiksa secara terpisah dan mendapatkan penjelasan lengkap mengenai tujuan, manfaat, risiko, prosedur yang akan dijalani, dan biaya yang diperlukan. Bila kesehatan donor dan resipien baik, maka donor akan menjalani pemeriksaan pemeriksaan psikologi forensik dan menentukan secara psikologi untuk tahu apakah ada paksaan menjadi pendonor. Begitu pula dengan resipien menjalani pemeriksaan psikiatri forensik untuk memastikan resipien dapat menjalani tekanan prosedur pembedaan dan perawatan jangka pendek dan jangka panjang pasca transplantasi. Jika sudah selesai semua, maka donor akan diserahkan ke tim transplantasi ginjal."

Natha menatap Seda Christabel Azoya dengan melongo, tidak percaya prosedurnya akan serumit ini. "Serius, dok? Habis itu selesai?"

"Masih ada lagi, donor dan resipien akan menjalani pemeriksaan lanjutan mengenai kondisi spesifik ginjal cangkok dan pembuluh darah resipein dengan pemeriksaan CT angio oleh ahli radiologi, reaksi silang, kondisi sistem organ lain untuk memastikan pasien tidak mengalami penyakit infeksi. Jika sudah aman semua, maka tim transplantasi ginjal aka menentukan tanggal operasi transplantasi."

Natha menggaruk kepala beberapa kali, kepalanya terasa panas setelah mendengarkan penjelasan yang dia inginkan. Dia mulai mempertanyakan apakah dia bisa mendapatkan persertujuan dari Elano. Mungkin dia bisa mencari tahu suasana hati Elano jika mereka bertemu lagi. 

"Setelah mendengarkan penjelasan ini, kamu masih mau mendonorkan ginjal untuk Wen?" tanya Seda penasaran.

Natha menatap dokter cantik di hadapannya dengan senyuman penuh kesenduan, "Tentu saja, dokter. Saya hidup untuk Wen dan papa saya. Tapi, Wen dia lebih dari segalanya untuk saya, bahkan lebih dari hidup saya sendiri. Ngelihat dia semakin down membuat saya takut dan khawatir, dok. Saya ingin dia hidup lebih lama lagi, kali ini tidak hanya berdua dengan tante Airine, tapi bertiga dengan om Dandy juga. Hidup lebih lama lagi dengan harapan yang terwujud. Itu keinginan saya, dok."

Natha melirik ke layar ponselnya, ada pesan masuk dari Wen, orang yang menjadi topik pembahasan mereka daritadi.

Wen

Ngapain aja, sih? Buruan, katanya mau mampir ke kafe? Aku udah di kafe depan rumah sakit. Kalau masih lama kutinggal, loh. Kamu nggak mendadak amnesia, kan? Aku ada janji mau ke rumahnya Amerta.

Nyeri, Natha merasa nyeri di sekujur tubuhnya terutama di ulu hatinya. Tidak ada luka ataupun penyakit yang sedang dia derita, tapi setiap mengingat Wen dekat dengan Amerta selalu mampu membuatnya terpuruk.

Natha tidak pernah ingin Wen dekat dengan wanita manapun, sayangnya dunia tidak seindah dongeng. Wen bukan miliknya dann dia tidak punya hak untuk melarang apapun. 

Anda

Sabar. Orang sabar pasti dikasih hadiah sama Yuhan. Umur panjang contohnya.

Wen

Hmm. Let's wait and see.

Tidak ada lagi balasan darinya. Natha mengalihkan atensinya ke Seda yang sedari tadi menunggunya,

"Ya sudah, kamu bisa pertimbangkan sekali lagi. Kalau sudah final, kita bisa lakukan tes awal perlahan-lahan sampai saat itu tiba. Ada yang ingin Natha tanyakan lagi?"

Natha tersenyum lebar, perasaannya jauh lebih tenang begitu tahu prosedurnya. Tidak semudah yang dia bayangkan, tapi dia akan berjuang untuk Wen. Apapun itu, meskipun nyawanya yang akan dia taruhkan.

-Bersambung-

Jumlah kata: 1112 kata



My Wish- TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang