Friska berjalan menuju halaman depan rumah mewah yang ia duga adalah rumah milik orang tua Rafael. Beberapa menit setelah ia masuk, penjagaan diperketat. Acara ini sepertinya acara yang bersifat privat dan mewah, melihat bagaimana dekorasi tamannya yang sangat indah.
Beberapa kali ia nyaris menabrak pelayan yang berlalu lalang, dan karena bingung, Friska nekat berjalan masuk ke dalam rumah. Ia berjalan sambil memperhatikan dekorasi rumah yang indah bak pernikahan. Sungguh, ini benar-benar konsep pernikahan idamannya.
Friska terus berjalan mencari Rafael. Orang yang berlalu lalang tidak memperhatikannya, mungkin mengira Friska salah satu anggota team dekorasi atau salah satu pelayan cathering. Jadi, Friska sedikit leluasa mencari keberadaan Rafael.
Rumah yang begitu luas sedikit menyulitkan Friska. Ia terus berjalan di tengah suasana yang semakin ramai. Para tamu mulai berdatangan dan ia belum menemukan keberadaan Rafael. Bahkan Friska mulai putus asa saat ia justru tersesat di taman belakang rumah.
Suara MC terdengar dari ruang belakang tempatnya berdiri saat ini. Sepertinya acara tengah dimulai. Friska merenung sebentar, ia duduk di bangku yang ada di tepian kolam. Untuk apa masuk ke dalam sekarang. Friska tidak mau mempermalukan dirinya sendiri dengan mengacaukan acara pertunangan Rafael. Pasti Rafael punya alasan tersendiri, dan Friska akan mendengarnya nanti setelah acara selesai.
Beberapa menit kemudian, Friska tidak tahan mendengar semua tepuk tangan meriah dari dalam rumah. Ia berdiri, kemudian menyelinap masuk diantara para tamu. Suasana sangat ramai hingga para tamu penting itu tidak menyadari kehadirannya. Friska terus berjalan, hingga tiba di pojok ruangan yang memperlihatkan dimana Alisa tengah berdandan cantik. Di depan wanita itu, tampak Rafael yang memakai stelan jas mewah, tampak sangat tampan dan menawan.
Friska hanya mematung saat acara tukar cincin dimulai. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana pria yang sangat ia cintai itu melingkarkan cincin pada jari manis Alisa. Wanita gatal itu tampak berseri-seri wajahnya, sedangkan Rafael tampak santai, ekspresinya tidak menunjukkan kesedihan, tapi juga tidak terlihat tertekan. Rafael bahkan dengan santainya mencium bibir Alisa sesuai arahan pembawa acara.
Air mata Friska menetes tanpa ia sadari. Namun, didalam hatinya yang paling dalam, Friska masih yakin Rafael punya alasan tersendiri untuk hal ini. Sebelum mendengarnya sendiri dari mulut rafaael, Friska tidak akan menyimpulkan apapun terlebih dahulu.
Acara tukar cincin dan sambutan-sambutan yang tidak penting telah selesai. Acara ramah tamah berlangsung dan acara ini yang ditunggu oleh Friska. Ia menyelinap, mencari keberadaan Rafael dan berniat meminta penjelasan dari pria itu.
Friska sedikit kesulitan, ia harus berjalan menjauhi dari kerumunan agar keberadaannya tidak di sadari. Friska terus mencari hingga menemukan Rafael sedang berbincang dengan kedua temannya sambil menyantap dessert dan minum wine. Jadi, Fano dan Devon tahu acara ini.
Friska berjalan cepat menuju tempat dimana Rafael dan kedua temannya tampak berbincang santai. Friska bahkan hampir saja menabrak pelayan yang membawa minuman karena ia tidak konsentrasi. Friska segera menunduk dan meminta maaf, setelahnya ia kembali berjalan menuju Rafael.
Ketika ia sampai di samping pilar besar yang berada di pinggir ruangan, suara kekehan Rafael dan ketiga temannya menghentikan langkah Friska. Ia berhenti melangkah dan mematung di belakang pilar, mendengarkan dengan seksama obrolan yang sepertinya membahas tentang dirinya.
"Gila lo, Raf. Lo ngangep pertunangan kayak mainan aja. Gimana kalau Alisa atau Friska sampai dengar." Fano tampak meminum wine, menatap tidak percaya pada cassanova yang kini berdiri dihadapannya.
"Salahnya Alisa sendiri. Ngebet banget pengen tunangan. Sampai ngadu ke nyokap kalau kita udah sering ML bareng. Ya hebohlah nyokap. Lo semua tahu sendiri kan, nyokap gue itu pemikirannya masih kayak orang jaman dulu. Kolot kayak si Friska." Kekeh Rafael sambil meletakkan dissertnya. Kemudian mengambil wine dan menyesapnya.
"Alisa nekat banget buat dapetin lo. Padahal dia tahu cuma lo jadiin gundik. Apa nggak takut sakit hati tu cewek? Nggak habis pikir gue." Devon ikut menimbrung sambil duduk di bar mini, Fano dan Rafael mengikutinya.
"Udah resiko. Gue nggak janjiin apapun sama dia. Cuma tunangan dan ya, pokoknya gue masih pengen bebas. Dia nggak berhak ngekang gue masalah apapun."
"Terus Friska gimana, lo nggak takut dia tahu. Gimanapun juga kan dia statusnya cewek lo."
"Friska itu bukan pacar. Dia itu cuma budak gue. Budak gratis selama satu tahun. Dan beberapa bulan lalu, lo semua tahu kan, dia juga udah berubah jadi budak seks gue. Jadi, gue nggak khawatir sama sekali Friska bakalan marah setelah tahu hal ini. Dia bucin parah sama gue. Gue suruh terjun ke sumurpun, si bego itu bakalan nyemplung."
"Terus kalau dia nanya gimana?" Tanya Fano penasaran.
"Dia nggak bakalan tahu kalau lo berdua tutup mulut. Alisa juga nggak akan berani bicara banyak atau gue mutusin pertunangan ini. Jadi, semua ini bakalan aman selama gue belum bosan sama dia."
"Gila, Raf. Lo mainin cewek yang salah kali ini. Friska itu cewek baik-baik, lo nggak kasihan kalau ternyata dia udah bucin parah sama lo."
"Cewek baik-baik itu ujung-ujungnya juga merangkak ke atas ranjang gue. Demi uang kalau lo berdua lupa. Jadi, kami sama-sama di untungkan bukan? Dia jual diri, ya gue terima. Nominalnya juga nggak sedikit kok."
Air mata Friska sontak menetes tanpa ia sadari. Jadi, hanya segitu arti dirinya dimata Rafael, perempuan bodoh yang menjual dirinya demi uang. Demi Tuhan, Friska benar-benar tidak menyangka Rafael berpikiran seperti itu.
"Bro, lo nggak mikir kalau nanti salah satu dari mereka hamil. Apa nggak ribet? Lo masih muda."
"Von, kenapa lo mikirnya kok ribet amat. Gue juga nggak bego kali. Lo berdua kayak orang suci aja nggak tahu cara mainnya. Alisa, jelas aman karena gue selalu pake pengaman tiap main sama dia atau cewek-cewek lain. Kalau Friska, dia udah pake pil, kalaupun hamil, ya tinggal kasih uang, gugurin, beres. Budak bodoh itu pasti luluh dengan sedikit rayuan. Oh My God, gue bener-bener nggak nyangka sebenernya ada orang pinter otaknya, tapi bodoh perasannya kayak Friska. Benar-benar satu paket yang aneh."
"Lo ngomong gugurin kayak itu anak ikan aja. Itu anak lo."
"Ya gimana lagi. Gue masih muda. Ya kali gue langsung ngurusin anak, apalagi sama wanita bodoh kayak Friska. Bisa stres seumur hidup gue."
Ketiganya tergelak, tidak menyadari keberadaan Friska di balik pilar yang sedari tadi dengan jelas mendengar pembicaraan mereka. Friska mematung syok, tidak menyangka dirinya dimanfaatkan habis-habisan oleh Rafael. Rupanya benar kata orang-orang, dirinya hanya salah satu gundik Rafael. Pria itu memang bajingan, dan Friska terlalu berekspektasi tinggi.
Menyadari tempatnya sekarang, Friska segera menghapus air matanya. Ia tidak boleh ketahuan. Ia sendiri maupun anaknya dalam bahaya. Jika Rafael tahu ia hamil, pria itu pasti akan memaksanya aborsi. Dan sedikitpun Friska tidak pernah berpikir akan membunuh darah dagingnya sendiri.
Friska segera mengendap-endap pergi dari tempat itu. Untungnya ia bisa keluar meskipun keamanan lumayan ketat. Friska keluar dari gerbang dengan membawa sampah, berpura-pura menjadi pelayan cathering.
Setelah keluar, ia segera memasuki taksi dan pulang. Friska harus memulihkan diri agar terlihat baik-baik saja. Rafael tidak boleh tahu kehamilannya. Friska akan menyimpannya rapat-rapat hingga suatu saat nanti ia pergi jauh dari Rafael demi anak yang ada di dalam perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex Slave (On Going)
RomansaBest seller 21+ Rafael Sebastian Hartono tidak menyangka, sepulangnya ia dari Amerika dan kini ditugaskan di perusahaan induk ayahnya, membuatnya bertemu seseorang yang sudah ia lupakan. Wanita pintar secara akademik tapi culun dan bodoh dalam hal...