Part 31

6.6K 345 12
                                    

Alisa menatap Friska berang, sedangkan Friska hanya menatap datar, tidak terpengaruh sama sekali oleh tatapan intimidasi dari wanita gatal itu. Ia sudah tahu, pasti Alisa akan bereaksi seperti ini jika melihatnya di kantor Rafael.

"Aku bertanya padamu. Ada urusan apa kau di kantor tunanganku? Jawab!"

"Maaf Nona Alisa, saya kepala divisi keuangan di kantor ini. Jika cuma itu yang ingin Nona tanyakan, saya permisi." Friska mengangguk, kemudian berniat meninggalkan Alisa sebelum suara perempuan itu menghentikannya.

"Tunggu, aku belum selesai bicara."

Friska berhenti tanpa menoleh, membuat Alisa kesal bukan main. Ia menghampiri wanita murahan itu dan menatapnya berang. Keduanya saling bertatapan dengan cara berbeda. Alisa penuh kebencian, sementara Friska datar tanpa ekspresi.

"Beraninya kau kemari, kau pikir aku percaya kau menjadi kepala divisi keuangan di kantor sebesar ini? Meskipun itu benar, aku yakin kau melacur pada Rafael seperti yang dulu-dulu. Benar-benar tidak tahu malu. Seharusnya kau sedikit punya harga diri sebagai wanita. Dulu kau dijadikan mainan. Sekarangpun tetap sama. Rafael akan tetap menjadi milikku, dan kau akan menguap seperti embun, sama seperti dulu."

Friska mengepalkan tangannya. Ia menahan diri untuk tidak mencabik-cabik mulut lancang Alisa. Untungnya tidak ada karyawan berlalu-lalang di koridor ini, jadi tidak ada yang mendengar makian menjijikkan penuh amarah dari Alisa.

"Saya di sini bekerja. Bukan menggoda tunangan Anda. Saya permisi." Friska kembali mengangguk kemudian berlalu menjauhi Alisa.

Sepeninggal Friska, Alisa mengepalkan tangannya, menahan rasa kesal yang membuncah di dada. Bagaimana mungkin Rafael bertemu lagi dengan wanita murahan dan miskin itu. Kenapa Rafael tidak memberitahunya. Apa mereka kembali menjalin hubungan tanpa sepengetahuannya?

Tidak tidak

Ia tidak boleh salah paham dulu. Hubungannya dengan Rafael baru saja membaik karena ia mengalah. Dan mungkin Alisa harus kembali menekan egonya, mengesampingkan amarahnya agar bisa tetap berada di sisi Rafael.

Alisa kembali berjalan ke ruangan Rafael dengan wajah muram. Bayangan-bayangan tentang hubungan yang terjadi antara Friska dan Rafael membuatnya benar-benar tidak tenang. Mengingat, di antara para wanitanya, dulu Rafael begitu mengistimewakan Friska. Berpura-pura jadi pria setia hingga wanita itu pergi entah karena apa.

Berulang kali Alisa menghembuskan napas panjang, kemudian berusaha tersenyum dan berjalan menuju ruangan Rafael. Ia harus bertanya dengan pelan agar Rafael tidak marah dan posisinya aman. Mengingat posisinya sebagai putri mahkota Rendi Baskara belum aman, ia harus terus bertahan disamping Rafael. Nanti ketika papa Rendi menyerahkan semua kekuasaan padanya, ia akan menekan Rafael agar segera menikah dengannya.

Alisa mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan Rafael. Ia tersenyum hangat, Rafael membalas ala kadarnya. Alisa dengan penuh kebahagiaan berjalan ke arah Rafael dan mencium pipi kanan kiri tunangannya itu.

"Hai sayang, maaf aku terlambat. Tadi ada syuting dadakan. Jadi aku tidak bisa langsung kemari. Maafkan aku." Alisa duduk diseberang Rafael, menatap penuh cinta pada tunangannya itu.

"Tidak apa-apa. Lagi pula acara kita hari ini hanya pergi untuk memilih gaun pengantin. Tapi mengingat waktu pernikahannya belum pasti, jadi kita pilih modelnya dulu saja."

"Baiklah, terserah padamu."

Setidaknya bagi Alisa, hal itu merupakan sebuah perkembangan. Tidak sia-sia ia terus mempengaruhi Tante Sarah agar mempercepat pernikahan mereka.

"Raf, aku mau tanya?"

"Tanya apa, katakan saja."

"Eeehm, di depan tadi aku tidak sengaja bertemu dengan Friska. Katanya dia bekerja sebagai kepala divisi keuangan di sini. Benarkah itu?"

Rafael menatap Alisa sejenak, kemudian menghembuskan napas berat. Sebenarnya ia tidak peduli Alisa cemburu atau tidak. Tapi Rafael malas jika wanita itu mengadu pada mamanya dan semua berakhir menjadi perdebatan.

"Dia sudah bekerja di sini selama dua tahun. Tapi, aku baru tahu ketika memegang perusahaan ini. Dulu, aku tidak pernah tahu menahu mengenai siapa saja karyawan papa."

"Tapi, kenapa harus dia?" Alisa mulai cemburu tidak jelas, dan sebenarnya Rafael mulai jengah menanggapinya.

"Dia sangat cekatan, cerdas dan kompeten. Papa sangat mengandalkannya. Aku hanya mewarisi para karyawan papa. Tapi, aku juga akan memecat yang tidak kompeten dan bermasalah."

"Eeeem, aku hanya kurang nyaman dia ada di dekatmu."

"Tidak usah terlalu dipikirkan. Hubungan kami hanya masa lalu dan dia dulu hanya budakku. Sekarangpun dia masih budakku, namun dalam pengertian yang lain. Dia karyawan andalan papa, dan tentu saja gajinya setara dengan beban pekerjaannya."

"Baiklah." Suara Alisa melemah. Ia tidak ingin ribut lagi dengan Rafael. Alisa harus bersabar sampai pria itu menikahinya. Setelahnya, Alisa akan benar-benar tutup mata. Rafael berselingkuh seratus kalipun, ia tidak akan peduli. Yang penting, statusnya berubah dari Nona Baskara, menjadi Nyonya Rafael Hartono.

"Aku sudah selesai. Kita bisa berangkat sekarang."

Alisa mengangguk. Ia ikut berdiri ketika Rafael beranjak. Alisa menggandeng lengan tunangannya itu sepanjang jalan menuju lobi, seolah menunjukkan pada semua orang bahwa ia adalah calon nyonya Hartono. Dan ketika Friska tidak sengaja berpapasan dengan mereka, senyum dibibir Alisa langsung mengembang seketika.

**

"Kak, kak Marcell tunggu." Marcell yang sedang berjalan pulang sambil berdiskusi dengan Raya, terkejut saat menyadari gadis yang kini seragamnya berubah menjadi putih abu-abu itu berlari ke arahnya. Raya, teman Marcell tergelak melihat remaja centil itu terus mengejar-ngejar pria dingin seperti Marcell.

"Itu, si centil mengejarmu lagi."

Marcell menghembus napas berat, berusaha menetralisir rasa kesalnya dan mengabaikan tertawaan Raya. Ia menatap datar gadis centil yang sayangnya mempunyai paras yang sangat cantik itu.

"Hai, Kak. Aku mencarimu sedari tadi. Kenapa kau sulit sekali ditemukan." Syafa terengah-engah sambil membungkuk di hadapan Marcell, membuat pemuda itu menghembuskan napas berat.

"Memangnya ada apa kau mencariku?" Tanya Marcell tanpa minat, meskipun begitu tidak mempengaruhi semangat Syafa yang tersenyum lebar ke arahnya.

"Eh, sebentar. Kakak ini temannya Kak Marcell kan?" Raya mengangguk sambil tersenyum kikuk, membuat Syafa terlihat senang.

"Begini, Kak. Ada ada perlu sebentar dengan Kak Marcell. Aku pinjam sebentar teman kakak ya."

Marcell dan Raya saling pandang kebingungan, tidak habis pikir dengan tingkah dan ajakan paksa gadis centil di hadapannya ini.

"Oke, aku anggap setuju. Baiklah, ayo pergi kalau begitu." Syafa menarik tangan Marcell, membuat pemuda itu kebingungan dan berusaha melepaskan cekalan gadis centil itu.

"Kau ini apa-apaan sih. Main tarik-tarik aja. Aku nggak mau. Aku sibuk." Tolak Marcell ketus, membuat Syafa menghembuskan napas berat.

"Ayolah Kak, ini hanya sebentar. Apa perlu aku menyewa bodyguard agar kau mau ikut denganku?"

"Tidak mau. Kau benar-benar mengganggu."

Tanpa menunggu persetujuan Marcell, Syafa menarik paksa lengan pria itu sambil mengomel. Meskipun uring-uringan, Marcell akhirnya ikut karena tidak ingin menjadi bahan tontonan. Keduanya tidak menyadari, sedari tadi Raya menatap keduanya penuh arti. Gadis itu mematung, menatap punggung Marcell dan Syafa hingga keduanya masuk ke mobil dan tidak terlihat lagi.

My Ex Slave (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang