Part 16

11.1K 378 9
                                    

Friska memukul-mukul dada Rafael agar tubuh pria itu menjauh dari tubuhnya. Namun seolah percuma, tenaga Friska tentu saja tidak seimbang dengan tenaga pria dengan tubuh tinggi besar seperti Rafael. Pria itu menghimpit tubuhnya dan menciumi bibir Friska dengan rakus hingga Friska kesulitan bernapas.

Setelah beberapa saat, Rafael melepaskan ciumannya, namun kedua tangan pria itu masih memegangi lengan Friska dengan erat, membuat Friska nyaris tidak bisa bergerak.

"Apa yang kau lakukan! lepaskan aku! jika kau macam-macam, aku akan teriak!"

Rafael terkekeh, kemudian tanpa mengatakan apapun, ia memanggul tubuh Friska seperti karung beras. Wanita itu berteriak keras sambil memukul-mukul punggung Rafael, namun tidak berpengaruh sama sekali karena tubuh pria itu sangatlah kokoh.

Friska menangis, berteriak meminta tolong sekuat tenaga, namun sepertinya sia-sia. Di jam segini, office boy juga sudah tidak ada. Mungkin hanya ada satpam yang berjaga di basemant dan tidak mungkin suara teriakannya terdengar hingga lantai bawah.

Rafael membanting tubuh Friska di ranjang yang ada di ruang istirahatnya. Friska mengamuk, ia hendak berdiri dan berlari, namun dengan sigap Rafael memegang pergelangan kaki wanita itu, membuat Friska menjerit saat Rafael menyeret kakinya hingga ke ujung ranjang.

"Menurutlah, kau tidak akan bisa melawanku."

"Aku tidak sudi. Aku benci padamu. Kau dulu hanya memanfaatkan aku. Sekarang aku bukan Friska yang bodoh seperti dulu. Aku tidak sudi menjadi budakmu lagi."

Rafael termenung sesaat, ia heran dari mana Friska tahu bahwa dulu ia hanya memanfaatkan wanita itu. Siapa yang sudah berani memberitahu Friska? Alisa? Devon atau Fano, tapi itu tidak mungkin. Kedua sahabatnya dan Alisa tidak mungkin berani buka mulut.

Saat Rafael terdiam, Friska mendudukkan tubuhnya dan hendak berlari. Namun Rafael yang menyadari hal itu segera membuang rasa terkejutnya. Itu sudah tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kembali memiliki wanita itu.

Rafael kembali memegangi kaki Friska. Ia merangkak ke atas ranjang dan memegangi tubuh wanita yang saat ini terus meronta. Karena kesal, Rafael meraih dasi yang ada di atas nakas dan dasi yang ia pakai. Rafael mengikat kedua tangan Friska ke pinggiran ranjang agar wanita itu tidak memberontak lagi.

"Mau apa kau!! Lepaskan aku!! Kau bajingan kurang ajar! Jika kau macam-macam padaku, aku akan melaporkanmu pada polisi!!"

Rafael tidak menanggapi perkataan kasar dan histeris wanita itu. Ia hanya tersenyum miring sambil melepaskan jasnya. Setelahnya, Rafael melepaskan kemejanya dan membuangnya sembarangan.

"Hentikan!! Kumohon hentikan Raf. Aku tidak mau. Jangan melakukan apapun padaku. Kumohon Raf, jangan apa-apakan aku. Aku takuuuut."

"Bukankah kau mau melaporkan aku pada polisi, kenapa sekarang jadi takut? Kemana Friska yang angkuh beberapa hari yang lalu. Kenapa kau jadi lembek seperti ini."

Friska yang tangannya terikat dan tidak bisa bergerak menangis sesenggukan. Membayangkan Rafael kembali menyentuh dan memasukinya membuat Friska ketakutan. Ia tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu. Rafael sering meniduri wanita sembarangan. Friska jijik sekali membayangkannya.

"Raf, aku mohon. Jangan seperti ini, aku takuuuut."

Friska terbelalak saat Rafael mengambil gunting yang ada di meja nakas. Lelaki itu tersenyum miring menatapnya, kemudian merangkak melingkupi tubuh wanita itu. Friska histeris saat Rafael menggunting kemeja dan rok span yang ia pakai. Kaki Friska menendang-nendang, namun dengan sigap Rafael menekan dengan kedua pahanya hingga Friska tidak bisa bergerak sama sekali.

Rafael tersenyum miring sambil menjilati bibirnya, menatap lapar pada payudara Friska yang membusung indah. Mungkin karena usianya sudah semakin matang, tubuh setengah telanjang Friska jauh lebih menggoda sekarang dari pada dulu waktu mereka masih kuliah.

Friska histeris, ia memejamkan matanya saat Rafael melepaskan bra-nya dan meremas payudaranya. Pria itu seolah menertawakan tangisannya dengan menjilat sebelah payudaranya yang lain.

"Raaaf, jangan begini Raf, kumohon lepaskan aku, aaaah." Friska mendesah saat tangan Rafael bermain-main di pangkal pahanya. Pria itu menusukkan jarinya ke bagian inti milik Friska hingga perempuan itu menggelinjang.

Rafael mencabut tangannya, kemudian menggantinya dengan lidah. Friska menjerit menahan kenikmatan saat lidah pria itu membelai miliknya. Tangan besar Rafael meremas kasar kedua payudaranya Friska, membuat tubuh Friska semakin menggelinjang hebat.

Saat gelombang kenikmatan itu tiba, Friska menjepit kepala Rafael yang ada di pangkal pahanya, ia menjerit saat merasakan orgasme untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Friska lemas, membuat Rafael terkekeh sambil menjilati cairan milik Friska yang ada di ujung bibirnya.

"Nikmat bukan? Kau selalu munafik Friska. Dulu kau berpura-pura polos dengan menolak berhubungan sebelum menikah. Nyatanya, kau sendiri yang merangkak ke atas ranjangku." Ucap Rafael sambil melepaskan celana dan boxernya, membuat pria itu telanjang bulat.

Friska melotot, ia semakin takut melihat tubuh telanjang Rafael. Apa pria itu benar-benar berniat memperkosanya? Friska jijik membayangkan pria itu kembali memasuki tubuhnya seperti dulu.

"Kau menipuku bajingan! Kau jahat."

"Oh ya. Tapi jangan lupa, bajingan ini yang berbulan-bulan memberikan kenikmatan padamu. Aku yakin, suamimu yang sudah mati itu tidak bisa memuaskanmu seperti aku. Jadi, jangan sok jual mahal lagi. Pasrahlah seperti dulu, dan hidupmu akan baik-baik saja selama aku menginginkanmu."

"Kau bedebah sialan! Lepaskan!!"

Rafael kembali merangkak ke atas ranjang kemudian membuka kedua kaki Friska, lalu tanpa mengatakan apapun, ia memasukkan miliknya ke dalam milik Friska, membuat perempuan itu memekik seketika. Friska berusaha memberontak, namun gagal karena kedua tangannya terikat.

Friska menangis saat Rafael menggeram penuh kenikmatan. Pria itu semakin perkasa menghujam keluar masuk tubuh Friska. Perempuan itu hanya menangis, tidak berdaya dan tidak bisa melawan karena tangannya terikat.

Rafael mencabut miliknya, kemudian merangkak menuju kepala Friska. Pria itu menjambak rambut Friska kemudian memaksa Friska mengulum bagian inti tubuhnya. Air mata Friska terus mengalir tidak karuan, namun tetap patuh karena ancaman terus keluar dari mulut Rafael hingga pria itu mendapatkan pelepasan di dalam mulutnya.

Saat Rafael melepaskan ikatan tangannya, Friska hendak memberontak, tapi dengan sigap pria itu menelungkupkan tubuh Friska kemudian kembali mengikat kedua tangan Friska menjadi satu ke kepala ranjang.

Friska memekik kembali saat Rafael kembali memasukinya dari belakang. Pria itu sama sekali tidak lelah meskipun baru saja mendapatkan pelepasan di dalam mulut Friska. Kenapa cara bercinta Rafael jadi kasar seperti ini. Tubuh Friska sudah lemas dan tidak berdaya.

Saat menyadari Friska sudah tidak memberontak, Rafael memukul bokong Friska lalu membuka ikatan tangannya. Ia kembali membalikkan tubuh Friska hingga terlentang dan kembali memasukinya.

Friska pasrah. Tubuhnya sudah lelah. Ia hanya diam saat Rafael terus bergerak keluar masuk tubuhnya sambil sesekali menciumi bibirnya. Meskipun jijik, Friska tidak melawan sama sekali karena percuma. Tenaganya juga sudah habis.

Rafael terus bergerak mencari kenikmatannya sendiri setelah membuat Friska orgasme berkali-kali. Ia meremasi payudara Friska, membuat perempuan itu mendesah lirih. Beberapa saat kemudian, Rafael mendapatkan pelepasannya, memasukkan cairan miliknya ke dalam milik Friska cukup dalam.

Mata Friska sudah kabur. Air mata dan rasa kantuk bercampur menjadi satu. Ia lemas, tidak bergerak sama sekali ketika Rafael mencabut miliknya dan berguling. Ia hanya mengerjap sesaat, sebelum kegelapan melingkupinya.

My Ex Slave (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang