Minta Restu

12.2K 891 13
                                    

Sejak di mana Satya mengatakan bahwa dirinya dan Masita sedang berpacaran, Masita berusaha menghindari orang-orang yang berusaha untuk mencari informasi darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak di mana Satya mengatakan bahwa dirinya dan Masita sedang berpacaran, Masita berusaha menghindari orang-orang yang berusaha untuk mencari informasi darinya. Ia tutup mulut. Percuma juga jika Masita menyanggah, justru hal itu akan membuat mereka semakin menerka-nerka hubungan macam apa antara ia dan Satya.

Sementara Masita yang kebingungan, Satya justru menyukai situasi ini. Ia merasa senang mendengar gosip yang beredar, tentang hubungannya dengan Masita. Tetapi, makin hari gosip itu seakan menjadi-jadi. Masita dituduh menjadi perempuan yang tidak-tidak. Hal itu membuat Satya marah. Pria itu memberikan peringatan kepada semua karyawannya bahwa tak boleh ada yang menyakiti Masita sejengkal pun.

Namun sepertinya hal itu membuat Masita semakin menghindari Satya. Setiap kali mereka berpapasan di kantor, Masita selalu putar balik atau sekadar menunggu Satya menghilang dari hadapannya.

Satya memutuskan untuk pergi ke rumah Masita. Berbekal informasi dari CV Masita, Satya menemukan sebuah rumah minimalis di salah salah satu perumahan. Satya memarkir mobilnya tak jauh dari rumah bernuansa warna hijau itu.

Suara ketukan kaca mobilnya membuat Satya tersadar dari lamunannya. Seorang laki-laki paruh baya berdiri di samping mobilnya. Satya segera membuka kaca mobilnya.

"Iya, ada apa ya, Pak?"

"Maaf, Mas. Jangan parkir di sini. Saya enggak bisa keluar kalau Masnya parkir mobil di sini," ucap laki-laki paruh baya itu sembari menujuk mobilnya yang masih terparkir di depan rumah.

Satya merutuki dirinya sendiri. Malu-maluin, batinnya.

"Ngomong-ngomong ... Masnya mau cari siapa? saya belum pernah lihat Masnya sebelumnya."

Satya tersenyum sekaligus bernafas lega. Satya berpikir jika bapak ini akan marah-marah kepadanya karena raut wajahnya terlihat tegas. "Em ... saya mau cari Masita, Pak. Rumahnya betul yang warna hijau itu, kan?" Satya akhirnya bertanya. Jika berdasarkan CV Masita, memang benar rumah hijau itu adalah tempat tinggal Masita.

Laki-laki paruh baya itu tampak terdiam sejenak, kemudian kembali tersenyum menatap Satya. "Kalau boleh tau Masnya ini siapanya Masita, ya?"

Dengan percaya diri dan senyum jumawanya, Satya akhirnya menjawab, "Saya calon suaminya Masita, Pak."

***

Dikelilingi oleh dua orang yang menatap Satya tajam membuat nyali laki-laki itu mendadak menciut. Satya sungguh salah telah mengatakan jika dirinya adalah calon suami Masita. Ia tidak tau jika laki-laki paruh baya yang bertanya padanya adalah bapak Masita sendiri. Satya jadi khawatir. Bagaimana pandangan Mahfud kepada Satya jika diawal saja ia sudah mengaku-ngaku menjadi calon suami Masita?

"Jadi ... kamu atasan Masita atau calon suaminya?"

Satya meringis ketika perempuan paruh baya yang terlihat masih bugar menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Saya ... atasannya, Om, Tante. Dan kalau diizinkan saya juga berniat untuk menjadi calon suaminya," ujar Satya sedikit lantang, mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya.

"Cuma mau izin jadi calon suami? bukan jadi suami?"

Satya gelagapan. "Eh ... maksud saya jadi suami."

Terdengar suara batuk dari Masita yang dari tadi menunduk meremas tangannya. Ia merasa sangat kesal dengan Satya. Padahal ia sudah janji dengan dirinya sendiri bahwa ia tak akan membawa laki-laki yang belum ia yakini akan menjadi suaminya untuk bertemu kedua orang tuanya. Satya memang terlihat serius mengatakan ingin menjadi suaminya, tapi kok sekarang jadi Masita yang ragu.

Mahfud menghela nafas dan mengusap lengan istrinya. Kini ia beralih menatap Satya dengan tatapan yang lebih bersahabat. Tadi, ketika Satya mengatakan bahwa ia adalah calon suami putrinya, Mahfud sungguh terkejut. Ia lantas mengingat jika sosok di depannya itu adalah sosok yang beberapa kali diceritakan putrinya. Sosok yang pernah menjadi masa lalu putrinya. Dan sosok yang juga menjadi alasan putrinya mengundurkan diri dari perusahaan.

Namun, Masita telah menceritakan semuanya kepada Mahfud, membuat laki-laki paruh baya itu cukup mengerti situasinya. Mahfud tak bisa menyalahkan Satya atas apa yang terjadi.

"Saya meminta maaf jika lancang. Mungkin Masita sudah menceritakan tentang hubungan kami dan masa lalu kami. Saya benar-benar minta maaf dengan apa yang terjadi selama ini," ucap Satya serius.

Mahfud mengangguk. "Kami sudah memaafkan. Bapak sudah mendengar semua ceritanya. Bapak juga minta maaf dengan apa yang terjadi. Ini bukan salah kalian sepenuhnya. Semoga bisa menjadi pembelajaran."

Satya merasa terenyuh dengan sikap Mahfud, walaupun hatinya sedikit ketar-ketir saat melirik ibu Masita yang masih saja menatapnya tajam, seakan ingin mengulitinya hidup-hidup.

"Saya juga meminta maaf jika saya mengaku-ngaku sebagai calon suami-"

"Nah itu." Iis memotong ucapan Satya. Iis masih kesal karena hal itu. Namun, Mahfud segera menenangkan istrinya itu dengan elusan di lengannya.

"Maaf. Saya lancang mengaku-ngaku sebagai calon suami Masita. Tapi ... saya serius untuk meminta restu pada Om dan Tante-"

"Panggil Emak," potong Iis lagi.

"Iya. Saya izin meminta restu pada Om dan Emak-"

"Bapak dan Emak." Iis lagi-lagi memotong ucapan Satya.

"Baik. Saya izin meminta restu pada Bapak dan Emak untuk menjalani hubungan yang lebih serius dengan putri Bapak dan Emak. Saya janji akan membahagiakan Masita."

Mahfud tersenyum sambil mengelus punggung tangan istrinya. Ia yakin jika Iis sebenarnya tak masalah, hanya saja first impression yang diberikan Satya terhadapnya tidak cukup baik. Iis bukanlah sosok pendendam, tapi ia sosok yang cukup selektif. Untuk itu, mungkin bagi Iis, ia perlu melihat lebih dalam kesungguhan Satya terhadap Masita.

"Kami menurut Masita saja. Karena yang akan menjalani adalah putri kami. Tapi ... Bapak mohon jangan sia-siakan kepercayaan kami. Masita putri kami satu-satunya. Kami tidak memberikan kesempatan kedua bagi siapapun yang menyakitinya."

Mahfud menoleh ke arah Masita, begitu juga Satya dan Iis. Satu kata yang keluar dari mulut Masita membuat Satya lega luar biasa.

Seakan mendapat angin segar, Satya tersenyum lebar. Ia berterima kasih pada Mahfud dan Iis. Ia juga memberikan senyum lebarnya pada Masita yang tersenyum tipis. Sepertinya Satya akan mimpi indah malam ini.

Find A Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang