Jam makan siang kali ini, seluruh staf keuangan berkumpul di kantin untuk menyantap makanan yang diberikan oleh Masita tadi pagi. Awalnya, mereka semua bertanya-tanya mengapa Masita tiba-tiba membawakan makanan untuk semua staf keuangan. Namun, Masita hanya bilang bahwa makanan itu untuk syukuran kecil-kecilan saja. Staf lain tak bertanya lebih lanjut karena sudah memasuki waktu bekerja. Akan tetapi di belakang Masita, ada beberapa staf yang berbisik-bisik mengutarakan kemungkinan alasan syukuran Masita. Ada yang menatap Masita dengan rasa prihatin karena mereka berpikir jika alasan Masita syukuran hari ini adalah karena Masita menderita sakit parah. Dengan Masita izin sakit kemarin cukup menguatkan dugaan mereka. Namun, mereka tak mau mengutarakan keprihatinan mereka karena melihat Masita yang hari ini terlihat ceria sekali. Dan mereka yakin jika wajah cerianya itu hanya untuk menyembunyikan kesedihannya atas penyakit yang dideritanya.
Beberapa Staf tidak terlalu memperdulikan alasan Masita karena sibuk dengan pekerjaannya. lainnya--termasuk Gilang dan Hisyam--hanya bisa senyum-senyum sendiri sambil sesekali melirik Masita. Mereka berdua sebenarnya ingin sekali mengutarakan alasan Syukuran Masita kepada semua orang, tetapi mungkin alangkah lebih baik jika Masita sendirilah yang akan mengumumkan kabar bahagianya itu.
"Hallo, maaf ya lama. Bos kalian agak susah diajak," ujar Mia yang datang terakhir dengan Satya yang mengekori di belakangnya. Mia langsung duduk di sebelah Hisyam, yang memang tempat itu sudah dipersiapkan sebelumnya. Sementara Satya tampak menoleh ke sekeliling, mencari tempat duduk kosong yang menurutnya paling nyaman, tetapi naasnya hanya ada di depan Masita.
"Saya duduk di tempat lain aja," ujar Satya akhirnya. Jika memilih duduk di depan Masita, Satya pasti akan merasa tidak nyaman. Jadi lebih baik ia mencari tempat duduk lain saja.
Menyadari Satya yang tak ingin duduk di depannya, Masita segera berinisiatif untuk pindah tempat duduk. "Pindah sini, Mas. Sita gak rela ya Mas Gilang pepetin Rere," ujar Masita membuat Satya yang awalnya ingin beranjak pergi, mengurungkan niatnya.
"Ah elah. Rere aja gak masalah aku pepetin. Salahku apa sih, Sit?" keluh Gilang, tetapi ia tetap beranjak berpindah tempat duduk.
"Salahmu karena namamu Gilang, tukang selingkuh." Masita berdecih sambil bergerak berpindah tempat duduk. Menyebut nama Gilang membuat hatinya sedikit panas karena teringat akan mantannya yang selingkuh. Ia melirik ke arah Satya yang masih bengong di tempatnya.
Siapa juga yang mau makan hadap-hadapan sama dia, batin Masita.
"Sini, Bro. Tempat lain udah pada penuh tuh," ujar Hisyam membuyarkan Satya. Mau tak mau Satya menurut. Di depannya sudah terhidang satu kotak makanan, sama seperti milik semua orang yang ada di meja panjang itu. Di atas kotak makan itu, ada stiker dengan logo 2 paha ayam dan ditambah dengan tulisan Dapoer Neng Iis.
Kekeluargaan dan pertemanan di kantor Satya memang begitu kental. Di luar pekerjaan, mereka cukup akrab dan tidak mengenal senioritas. Hanya saja beberapa karyawan akan bersikap lebih sopan ketika bersama Satya karena merasa sungkan. Namun, di luar pekerjaan, sebenarnya Satya tak mempermasalahkan jika ada karyawannya yang mencoba untuk akrab dengannya. Ia justru dengan senang hati merespon mereka. Akan tetapi, ketika menyangkut masalah pekerjaan, Satya adalah sosok yang tegas terhadap bawahannya.
Mengenai sisa makanan yang dibawa Masita tadi, ia sudah memberikannya kepada Tuti dan Miho. Mereka mengucapkan terima kasih, termasuk Tuti—yang sempat curiga jika Masita mmeberikan racun di makanan itu. Mereka berdua juga memilih untuk makan siang bersama tim marketing saja.
"Nah, demi keefektifan waktu makan siang. Alangkah lebih baiknya kita mulai acara syukuran hari ini dengan sambutan yang punya hajat. Silakan nyonya Masita." Gilang mempersilakan Masita untuk menyampaikan sepatah dua patah kata dan ia juga berharap jika Masita akan mengumumkan tentang pertunangannya. Namun, yang didapat malah pelototan Masita dan suara desisannya.
"Apasih, Mas. Cuma bagi makanan aja pake sambutan-sambutan segala," keluhnya.
"Lo lo lo ... Kamu gak mau menyampaikan berita penting?" Hisyam mulai buka suara, membuat semua staf keuangan menatap Masita.
"Ha? Berita penting apaan?" Tanya Masita bingung. Ia kemudian tersenyum mengingat sesuatu.
"Oh itu ... Jadi gini-...."
"Stop-stop," potong Hisyam. "Setelah dipikir-pikir alangkah lebih baiknya kita makan dulu. Mengingat ini kabar bahagia, supaya kita lebih bertenaga untuk merespon kabar bahagia dari Masita, jadi kita makan dulu saja," lanjutnya.
"Betul. Ayo makan dulu aja," timpal Rose yang memang sering merasa lapar sejak ia hamil.
Mereka memutuskan untuk makan dulu. Beberapa suara pujian akan kelezatan masakan bermerk Dapoer Neng Iis itu membuat Masita tersenyum. Mereka semua tampak menikmati. Tak terkecuali Satya yang tampak lahap menyantap masakan Emaknya.
Rugi Lu gak dapet mertua jago masak, batin Masita kesal.
"Nah karena semua sudah selesai makan dan waktu makan siang hampir habis. Mari nyonya Masita, sampaikan kabar bahagianya." Gilang membuka obrolan mereka kembali.
Masita berdehem dan mulai mengutarakan kabar bahagianya. "Jadi ... em ... Sita ingin menyampaikan kalau ... Dapoer Neng Iis ada menu baru. Kalau mau order atau mau tanya-tanya dulu, bisa langsung lewat Sita ya."
Semua orang di sana yang memang sudah sering memesan makanan di tempat Emak Masita bersorak heboh, kecuali Satya yang memang tak tau menahu tentang Dapoer Neng Iis. Gilang sempat ikut bersorak, tetapi ia tersadar jika bukan kabar itu yang ia tunggu.
"Diam semuanya," Gilang menginterupsi. "Kok kabar ini? Kabar yang ...." Gilang tak melanjutkan kalimatnya, ia hanya memberikan isyarat kepada Masita dengan menggerakkan jari tangan kirinya membentuk bulatan dan mengarahkannya ke jari manis tangan kanannya.
"Apaan sih, Mas. Mesum banget."
Gilang gelagapan. "Bukan bukan. Bukan itu maksudku. Ck gimana ya bilangnya?" Gilang menggaruk rambutnya bingung.
"Bos," ujar Gilang menyerah dan mencoba meminta bantuan kepada Hisyam.
Hisyam menegakkan tubuhnya dan menatap Masita. "Jadi gini, sebagai teman sekaligus rekan kerja yang baik, alangkah lebih baik kalau kabar bahagia tidak perlu dirahasiakan. Kami sebenarnya menunggu kamu yang memberitahukan. Tapi karena kamu sepertinya malu-malu mengatakannya, jadi biar saya saja yang mewakilkan."
Masita mengerutkan dahinya bingung. Entah apa maksud Hisyam berkata seperti itu. Masita adalah tipe orang yang cukup terbuka kepada teman-temannya. Dan saat ini, ia tidak merasa menyembunyikan sesuatu. Lalu apa yang dimaksud oleh Hisyam dan Gilang?
"Oke tanpa berlama-lama. Berikan selamat untuk Masita atas acara tunangannya kemarin. Wuuuu."
Semua orang terkejut. Rere yang sudah tau akan hal ini hanya bisa diam dan tak ingin berkomentar. Satya sempat terbatuk-batuk. Mia melirik ke arah Masita dengan raut tak percaya. Masita melotot. Sedangkan staf lain bergantian memberikan selamat, termasuk juga yang sempat mengira jika Masita sedang menderita penyakit yang parah tadi.
"Tunggu-tunggu. Siapa yang ... tunangan?" Tanya Masita bingung.
"Loh, bukannya syukuran hari ini karena kamu habis tunangan?" Ujar Hisyam balik bertanya.
Masita diam sebentar. Matanya melirik ke arah Satya yang ternyata juga menatapnya tajam. Kemudian ia tersenyum. Sepertinya akan menyenangkan jika Masita terlihat tidak jomblo lagi. Lagipula ini kesempatannya untuk membuktikan kepada Satya bahwa ia juga bisa bertunangan. Ia bukan perempuan yang suka mengejar laki-laki.
"Ah itu ... Hehehe makasih ya doa dan ucapannya," ujar Masita pada akhirnya.
"Cepet banget move onnya?" Tanya Mia tiba-tiba. Ia sempat melirik Satya yang wajahnya tampak keruh.
"Hehe iya, mba. Kenapa juga harus move on lama-lama," jawab masita lantang dan dihadiahi tepukan tangan oleh rekan kerjanya.
Di samping suasana riuh kabar dari Masita itu, tanpa disadari semua orang, Satya mengepalkan tangannya di bawah meja dengan suasana hati yang buruk.
Jadi kemarin-kemarin dia mendekatiku hanya untuk main-main? Batin Satya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find A Husband (END)
Chick-Lit"Kenapa sih, Mak? Pulang-pulang kok cemberut gitu? enggak boleh ngebon lagi sama Mang Jali?" "Enak aja. Emak mana pernah ngebon." Iis menyerongkan tubuhnya menghadap putri semata wayangnya. "Kamu beneran enggak punya calon suami?" todongnya langsun...