Usaha Pertama yang Gagal

24.4K 1.2K 18
                                    

"Selamat pagi, Pak Bos

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi, Pak Bos." Masita menyapa Satya yang sudah duduk di meja kerjanya dengan kopi yang sepertinya baru saja diseduh. Satya menatap Masita aneh. Sudah lebih dari seminggu ini penampilan Masita terlihat tak biasa. Make up tebal dengan lipstik merah menyala, rambut yang biasanya lurus terurai diubah menjadi curly di bagian ujungnya, dan pakaiannya ... Satya merasa itu terlalu kekecilan hingga menampilkan tubuh Masita yang datar.

Satya bukan pria yang selalu memperhatikan Masita. Masita bukan keluarganya, kekasihnya, atau asistennya yang mungkin akan berhubungan dekat dengannya di kantor. Namun, Masita adalah asisten CFO, yang saat ini sedang menggantikan Hisyam--Chief Financial Officer--yang masih dalam masa pemulihan karena kecelakaan 3 minggu yang lalu. Untuk itu, selama Hisyam masih belum kembali ke kantor, ia pasti akan sering melihat Masita berseliweran di dekatnya.

"Kenapa baru diantar sekarang. Kan sudah saya bilang beberapa kali kalau laporannya harus sudah ada sebelum saya datang," geram Satya. Jujur ia sangat tak nyaman melihat penampilan Masita yang seperti ini.

"Kan, gak sopan saya nyelonong masuk ruangan Bapak kalau gak ada orang di dalam," balas Masita dengan senyum manis yang dibuat-buat.

"Kan ada Mia, kenapa engga dititipin ke dia aja? makanya kalau saya ngomong tuh didengerin, jangan senyum-senyum enggak jelas gitu," Satya berucap sambil bergidik ngeri ke arah Masita. Entah apa yang terjadi dengan gadis itu. Apa beban pekerjaan yang dilimpahkan Hisyam terlalu berat sehingga membuat Masita stres?

Satya melirik Mia sekilas, lagi-lagi sekretarisnya yang juga merupakan kekasih Hisyam itu terkikik geli. Mia yang awalnya senang mendapat tontonan pagi hari buru-buru beralih menatap komputernya saat mendapatkan pelototan dari Satya.

"Kalau saya titipin laporannya ke Mbak Mia, Bapak enggak ketemu saya, dong. Nanti Bapak kangen lagi."

Satya langsung terbatuk. Diambilnya kopi di depannya, kemudian langsung meminumnya. Alhasil mulut dan bibirnya terasa terbakar karena kopinya masih terlalu panas.

"Aduh, Bapak hati-hati, dong. Nih minum air dulu," ujar Masita panik. Tangannya menyodorkan air putih kepada Satya. Pria 30 tahun itu langsung meneguk air yang disodorkan Satya sampai habis. Namun, rasa perih tetap ada di mulutnya.

"Udah ... mending kamu balik ke ruanganmu," usir Satya. Ia tak mau dekat-dekat Masita. Masita terlalu mengerikan.

"Sebelum saya keluar, mau saya bantu tiupin kopinya gak, Pak?"

"Masita ... ke-lu-ar-se-ka-rang!"

Mendengar geraman Satya yang menakutkan, Masita buru-buru meletakkan laporan keuangan yang ia bawa ke meja Satya. Kemudian ia berdiri tegak dan memberi sikap hormat.

"Saya permisi dulu, Pak Bos. Kalau butuh bantuan atau kangen saya, langsung call ya." Setelah mengucapkan itu, Masita buru-buru berlari pelan keluar ruangan Satya sebelum Pria itu menyemburnya dengan sumpah serapah.

"Good job, Sita. Jangan kapok, ya," ujar Mia sambil menunjukkan kedua jempol tangannya ke arah Masita.

"Sebelum janur kuning melengkung, Masita gak akan kapok deketin Pak Bos hehe. Bye, Mbak."

Mia terkikik geli. Ia dan Masita memang sudah dekat sejak pertama kali Masita bekerja di sini. Apalagi Masita yang merupakan asisten dari kekasihnya, Hisyam, membuat mereka semakin sering bertemu. Mereka seumuran. Mia hanya lebih tua satu setengah bulan dari Masita. Namun, Masita memanggilnya dengan embel-embel 'Mbak' walaupun Mia sering menyuruhnya untuk memanggil nama saja. Alasannya, karena Mia lebih senior di kantor ini, juga statusnya yang merupakan kekasih dari atasannya, jadi tidak enak memanggil dengan sebutan nama saja.

"Semangat, Pak Bos. Semoga langgeng, ya," goda Mia kepada Satya yang langsung memberikan tatapan membunuh padanya.

^MISYUNA^

"Galau lagi. Kamu kenapa sih akhir-akhir ini galau mulu?" tanya Rere, teman dekat Masita di kantor.

"Aku heran, deh. Udah seminggu lebih deketin Pak Bos, kok dia enggak ada tertarik-tertariknya sama Aku. Padahal Aku dandan gini kan demi dia," keluh Masita. Tangannya bergerak mengambil bakso dan memakannya sekali lahap.

Rere memicingkan matanya ke arah Masita, menatap temannya itu dari atas hingga bawah, dan kembali lagi ke atas, berhenti di wajah Masita yang penuh make up.

"Lagian kamu aneh, mau menarik perhatian si Bos, tapi malah dandan kayak badut empang. Kamu pikir Pak Bos ikan lele."

Masita mengerucutkan bibirnya tak setuju. "Tapi kan Pak Bos suka cewek yang dandan menor gini, kelihatan dewasa dan menggoda."

Rere berlagak ingin muntah. Membiarkan Masita yang tengah menatap lurus ke depan sambil tersenyum tak jelas. Seperti biasa, pasti dia sedang berandai-andai menikah dengan Satya. Lagipula, Rere heran dengan Masita. Sejak kapan ia suka dengan Satya? Yang dia tau, selama 3 tahun bekerja di perusahaan real estate ini, Masita sama sekali tidak pernah menyinggung atau membahas Satya. Bahkan ketika gosip bahwa Satya sedang dalam masa jomblo, Masita terlihat tak peduli. Hanya saja, sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu, Masita tiba-tiba mengatakan bahwa ia menyukai Satya dan ingin pria itu menjadi suaminya.

"Kamu dapat info dari mana, sih, kok bisa-bisanya menyimpulkan kalau Pak Bos suka cewek menor?"

Masita tampak berpikir sejenak. Ia mengambil garpu di mangkuknya yang sudah kosong, mengambil bakso dari mangkuk Rere, dan langsung melahapnya.

"Ck ... kebiasaan, deh," tegur Rere. Namun, Rere tak mempermasalahkan itu. Saat ini ia sedang dalam tahap penasaran dengan asal-usul keanehan Masita.

"Aku dapat info dari Tuti. Dia bilang Pak Bos sukanya cewek yang menggoda dan bermake up tebal."

Rere langsung menepuk dahinya. Ternyata memang benar, jatuh cinta bikin orang bodoh.

"Kamu tuh yang pinter dikit, dong. Udah tau Tuti juga suka sama Pak Bos. Mana mungkin dia kasih tau umpan rahasia buat saingannya."

Masita mendesah. "Iya juga, ya. Emang kampret si Tuti. Awas aja kalau ketemu."

Tuti adalah anak Marketing yang merupakan rival Masita. Bukan hanya soal drama asmara, tetapi juga tentang prestasi di kantor. Tuti adalah gadis yang cantik dengan body yang bisa dibilang bak gitar spanyol. Ia bisa dibilang kembang kantor divisi marketing. Nama lengkapnya adalah Kimberly Widyastuti. Orang-orang kantor sebenarnya memanggilnya dengan panggilan Widya atau Kim, tetapi Masita memilih memanggilnya dengan nama Tuti. Katanya nama Widya terlalu bagus untuknya. Dan panggilan Tuti itu akhirnya juga diikuti oleh Rere dan staf keuangan lainnya.

"Usahaku hampir 2 minggu ini gagal, dong," Masita berujar lemah. Ia meneguk es jeruk yang dipesannya hingga tandas.

"It's okey. Yang penting kamu udah usaha," ujar Rere menenangkan. "Nah, karena sepertinya kamu udah sadar, besok jangan dandan gini lagi, ya. Aku risih lihatnya. Bukan aku aja yang bilang. Mbak Rose, Mas Gilang, Mas Toni, Sigit, Andira, Revika, dan yang lainnya pada bilang kamu aneh."

Masita langsung menegakkan tubuhnya. "Sebegitu anehnya ya? Kok kalian gak bilang, sih?"

Rere tertawa. "Mereka mau bilang sebenarnya, cuma takut kamu tersinggung. Jadi mereka bilangnya ke Aku. Untung aja Pak Hisyam belum balik. Kalau udah bisa dirukyah kamu."

Rere kembali tertawa, sementara Masita cemberut meratapi kebodohannya. Akan tetapi dalam hati, ia merapalkan mantra, menyemangati dirinya sendiri, meyakinkan dirinya bahwa masih ada rencana-rencana selanjutnya.

Tunggu saja ... Masita dan Masatya akan terikat dengan mas kawin di masa depan.

Find A Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang