Sama seperti biasanya, pagi ini Masita sudah sibuk bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Bedanya, kali ini akan mengajak kedua orang tuanya untuk ikut karena bertepatan dengan diadakannya Family Gathering di kantornya. Kegiatan itu akan dilaksanakan di salah satu taman wisata dekat kantor. Mereka akan berkumpul di kantor dan berangkat bersama-sama.
Suasana kantor sudah cukup ramai ketika Masita dan kedua orang tuanya sampai. Beberapa dari mereka tampak saling bertegur sapa dan berbincang seru, ada pula beberapa yang menyempatkan diri untuk sarapan bersama.
"Rere," sapa Masita yang melihat Rere yang baru saja sampai. Rere tersenyum dan segera berlari menuju ke arah Masita. Ia dengan sopan menyapa kedua orang tua Masita yang sudah ia anggap sebagai orang tua sendiri.
"Lama banget kamu enggak main ke rumah, Re. Emak kangen."
Rere hanya tertawa garing. "Iya, maaf, Mak. Rere sebenarnya juga kangen sama Emak Bapak. Tapi lebih kangen nasi uduk Neng Iis, sih," canda Rere. Emak tertawa dan sedikit menggeplak lengan Rere, membuat Masita meringis. Emaknya itu memang representasi dari perempuan masa kini. Ketawa dikit, mukul.
Rere datang sendiri, seperti biasanya. Keluarga Rere ada di luar kota. Di sini, Rere tinggal sendiri. Makanya sering kali Masita mengajaknya ke rumah, bahkan pernah menawarkan Rere untuk tinggal di rumahnya saja.
Keberangkatan berjalan lancar. Mereka sampai di lokasi cukup tepat waktu. Suara instruksi dari panitia membuat semua staf dan keluarganya masing-masing segera berbaris. Terlihat di depan, Satya memberikan sambutan, ditemani dengan jajaran petinggi perusahaan. Masita tersenyum malu saat melihat Satya yang mengedipkan sebelah mata ke arahnya.
Setelah diberikan arahan, peserta segera pergi untuk meletakan barang bawaan dan segera kembali untuk pembagian kelompok.
Dan entah kebetulan atau apa, keluarga Masita dan keluarga Satya dipasangkan menjadi satu kelompok. Dan parahnya lagi, Tuti juga turut satu kelompok dengan mereka.
"Hai. Lama gak ketemu. Aku ... em maaf baru menemuimu sekarang dan di waktu yang kebetulan. Tapi ... aku minta maaf tentang semua yang terjadi." Sofia tersenyum tulus ke arah Masita. Masita awalnya terkejut saat melihat Sofia ada di sini. Sebelumnya ia mendengar kabar jika Sofia ada project ke luar negeri beberapa bulan, tepat setelah hari ulang tahunnya.
"Enggak apa-apa, kok. Justru gara-gara kamu semuanya bisa clear."
"Syukurlah."
"Oh hallo. Kamu adiknya pak Satya, ya. Kenalin aku Kim." Tuti tiba-tiba menyerobot ke samping Masita, menyodorkan tangannya ke arah Sofia. Masita mencebikkan bibirnya kesal.
"Hati-hati kena rabies," ujarnya meninggalkan Tuti dan Sofia di sana. Kenapa juga dia harus satu kelompok dengan Tuti, padahal sudah bagus-bagus ia dengan calon mertua.
"Dasar enggak sopan. Huh ... bisa-bisanya pak Satya nerima karyawan kayak dia."
Masita memutar bola matanya mendengar celotehan Tuti yang berusaha menjilat Sofia. Tidak tau saja jika Masita adalah calon istri pemilik perusahaan ini.
Tak mau berdebat, Masita berjalan ke arah orang tuanya, di mana mereka tengah berbincang dengan Lisa.
"Eh ... dari mana aja? Emak cariin tadi. Ini kenalin adiknya Bu Dita."
"Bu Dita siapa, Mak?" bisik Masita bingung. Iis langsung menepuk lengan Masita. "Anak jaman sekarang, ya, sama tetangga aja enggak kenal. Makanya jangan di kamar terus." Bukannya menjawab, Iis justru mengomel cukup keras hingga membuat Masita meringis malu. Apalagi di depan calon mertua. Emaknya emang enggak bisa diajak kompromi.
Untuk mengalihkan perhatian Lisa, Masita langsung saja menyapa perempuan paruh baya yang tampak tersenyum itu. "Apa kabar, Tante?"
"Loh, tante baru tau kalau kamu anaknya Bu Iis."
"Loh kalian udah saling kenal?" tanya Iis lebih terkejut.
"Loh pie to," ujar Mahfud ikut-ikutan. Masita meringis menatap Bapaknya yang terkena sapuan tangan terbang milik emaknya.
"Tante Lisa ini mamanya Pak Satya, Mak."
Iis dan Mahfud sontak langsung berpandangan. "Berarti kita mau besanan?"
"Besanan?" Lisa tampak terkejut. Masita hanya bisa meringis, untung saja Satya datang tepat waktu.
"Kamu mau cerita sesuatu ke mama?" tuntut Lisa dengan tatapan menyelidiknya.
Ah ... Masita ingin bergabung dengan Tuti saja kalau begini.
***
"Jadi, kamu lamar anak orang tanpa bilang ke mama?" Lisa melipat tangannya di depan dada sambil menatap putra sulungnya.
"Bukan enggak mau bilang, Ma. Tapi belum."
"Terus kapan? Kalau aja Bu Iis enggak bilang tadi, pasti kamu enggak akan cerita."
Masita tersenyum tipis. Kalau saja Lisa tau jika Satya masuk ke rumahnya karena insiden ngaku-ngaku jadi calon suaminya, pasti Lisa semakin kesal.
"Iya maaf, Ma. Tapi mama setuju, kan, kalau Satya sama Sita?"
Masita langsung menegakkan badannya ketika Lisa berganti menatapnya. Lisa kemudian menghembuskan nafasnya perlahan.
"Mama enggak pernah larang kamu buat dekat dengan siapa pun. Tapi mama juga perlu tau siapa orangnya. Mama cuma agak menyayangkan kamu pergi melamar anak orang tanpa sepengetahuan mama. Untung aja mama sudah kenal sama orang tuanya juga."
Satya mendesah dan meminta maaf. "Berhubung Emak, Bapak, dan Mama sudah kenal dan tau hubungan kami, jadi ... kapan saya bisa ke rumah Emak dan Bapak untuk melamar Masita secara resmi?"
Masita melongo. Satya sat set das des wat wet sekali.
Tak lama, suara melengking terdengar dari arah belakangnya. "Pak Satya mau lamar Masita?!"
Itu suara Tuti. Keras sekali hingga membuat beberapa orang di sekitar mereka mengalihkan perhatiannya ke Satya dan Masita. Tak berselang lama, suara gedubrak membuat orang-orang di sana panik.
Tuti pingsan, membuat perhatian orang-orang beralih ke arahnya. Mereka juga segera berbondong-bondong untuk menolong gadis yang pingsan di tengah lapangan itu. Dan Masita bersyukur atas hal itu. Sepertinya ia perlu berterima kasih dengan Tuti. Atau ia perlu membuat undangan pernikahan VVIP untuk Tuti nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find A Husband (END)
ChickLit"Kenapa sih, Mak? Pulang-pulang kok cemberut gitu? enggak boleh ngebon lagi sama Mang Jali?" "Enak aja. Emak mana pernah ngebon." Iis menyerongkan tubuhnya menghadap putri semata wayangnya. "Kamu beneran enggak punya calon suami?" todongnya langsun...