Kabar rencana lamaran Masita dan Satya ternyata berdampak pada ketenangan pendengaran mereka, khusunya Masita. Banyak rekan-rekan kerjanya yang mulai berbisik membicarakan hal itu. Beberapa mengatakan jika Masita dan Satya adalah pasangan yang cukup cocok. Untuk yang ini justru Masita malah senang. Yang ia permasalahkan adalah ketika ada bisik-bisik yang mengatakan jika ia telah menggoda Satya dan mengatakan bahwa dirinya adalah perempuan murahan. Dan semakin masalah ketika ucapan itu menyentuh gendang telinga Iis.
Iis tentu marah. Tapi untung saja ada Mahfud yang berhasil membujuknya untuk tidak menjambak rambut rekan kerja Masita itu. Dan gantinya, Masita cukup bisa memberikan perkataan pedas hingga membuat rekannya itu menciut.
"Emak mau pulang aja kalau gini. Emak enggak mau dengar anak Emak dikata-katain begitu. Mana itu laki-laki yang katanya mau lamar kamu, kok diam aja lihat calon istrinya dihina-hina. Pengen Emak cabut aja izin restunya," ucap Iis sambil bersungut-sungut. Cuaca yang cukup gerah membuat suasana semakin panas.
Satya meringis. Mendengar sindiran yang ditujukan padanya membuatnya sedikit khawatir. Apalagi dengan nada mengancam seperti itu. Ia tidak mau restunya dicabut. Status bujangnya saja masih belum berganti.
"Iya, maaf, Mak. Bukan saya membenarkan maksud mereka. Tapi Saya ada cara lain. Kalau saya bela sekarang, takutnya semua orang tambah berpikir macam-macam."
Iis tampak tak setuju dengan penuturan Satya. Tapi lagi-lagi Mahfud berhasil untuk mendinginkan suasana hati istrinya.
"Maaf, ya, Bu. Saya enggak tau kalau akhirnya bakal kayak gini." Lisa memegang tangan Iis, meminta maaf atas apa yang terjadi, meskipun sebenarnya itu bukan kesalahannya.
"Dari pada nanti Masita dapat omongan yang jelek-jelek lagi, apa sebaiknya kita percepat saja untuk acara pertunangannya?" ucap Lisa lagi.
Masita berdeham, ia menoleh ke arah Satya. Berbeda dengan dirinya yang cukup terkejut, Satya justru menampilkan ekspresi yang terlihat sangat bahagia.
"Aku setuju," ujarnya dengan semangat.
***
Masita dan keluarganya akhirnya pulang dulu tanpa menunggu acara selesai. Iis sudah tidak mood lagi untuk mengikuti serangkaian agenda. Mahfud pun terlihat sudah cukup lelah untuk melanjutkan acara. Sementara Masita juga tampaknya juga sudah tak berminat lagi
"Emak sama Bapak emang beneran setuju kalau Masita bakal cepat-cepat tunangan?"
"Niat baik enggak boleh ditunda. Bapak malah berharap kalau kamu langsung nikah aja."
Masita meringis. Untuk urusan menikah, jujur sekarang Masita malah takut. Ia merasa belum sepenuhnya mengenal Satya yang sekarang.
"Kenapa? kamu enggak mau nikah sama Satya?" Emaknya bertanya.
"Em ... bukan enggak mau, Mak. Tapi Sita merasa belum siap aja."
Iis mendesah. "Semua orang yang mau nikah itu pasti ada rasa gak siapnya. Kalau kamu nunggu seratus persen siap, Emak jamin kamu enggak akan nikah-nikah. Lagian, kamu mau Satya nikah sama perempuan lain kalau kamu nunda-nunda terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Find A Husband (END)
ChickLit"Kenapa sih, Mak? Pulang-pulang kok cemberut gitu? enggak boleh ngebon lagi sama Mang Jali?" "Enak aja. Emak mana pernah ngebon." Iis menyerongkan tubuhnya menghadap putri semata wayangnya. "Kamu beneran enggak punya calon suami?" todongnya langsun...