Masih Ada Lagi

64K 2.7K 271
                                    

"Argh! Telat lagi?!"

Febri terburu-buru memasukkan buku kedalam tas yang sudah ia persiapkan diatas meja belajar.

Sesekali kepalanya menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 6.45. Sebenarnya dia bangun saat alarm berbunyi, dan seharusnya tidak bakalan telat tapi, Febri terlalu lama di kamar mandi.

"Sshh, sial. Aduh lupa! Uang jajan!"

Febri berbalik masuk lagi kedalam rumah saat akan mengunci pintu. Tentu dia tidak mau kalau sampai kejadian kemarin terulang. Setelah selesai dan dirasa tidak ada yang tertinggal Febri buru-buru mengunci pintu dan menyimpan kuncinya di pot yang biasa. Kalau ia bawa suka hilang entah dimana.

Pagar ia biarkan tidak terkunci karena percuma saja. Pagar setinggi pinggang itu dapat di langkahi atau loncat saja kalau besinya sedang macet.

Sebelum niatnya berlari menuju jalan raya, Febri dikejutkan dengan suara klakson mobil yang datang dari arah kanan. Keningnya langsung mengernyit heran, mobil hitam itu berjalan lambat dan berhenti tepat didepannya.

"Masuk."

Kaca mobil terbuka perlahan dan Febri bisa lihat ada Liam didepan setir kemudi.

"O-oh, Kak Liam." Febri meringis pelan, dengan kikuk dia masuk kedalam mobil dan duduk canggung disebelah Liam.

Entahlah, ini menurut perasaan Febri saja. Setelah mempunyai pengalaman menyebalkan di gudang alat olahraga dia merasa jika Liam ternyata lebih berbahaya dibanding Jayendra. Dulu ia pikir memang ekspresi Liam itu hanya datar tanpa adanya minat sama sekali tapi sekarang terlihat berbeda.

Mata tajam itu seolah bisa menguliti tanpa menyentuh.

Membuatnya merinding parah.

"Kenapa?"

Febri tersentak kecil, dia menoleh kearah Liam lalu menggeleng.

"Enggak, emangnya kenapa?" Tanya Febri balik.

"Lo kayak ketakutan."

Febri diam, memilih untuk menatap jalanan didepannya dibanding menjawab perkataan Liam barusan. Tidak mungkin ia mengangguk. Yang ada Liam akan semakin membuatnya ketakutan.

"Sebenarnya, tujuan taruhan yang kakak buat itu apa?" Tanya Febri, suara terdengar pelan dan ragu.

Matanya melirik Liam yang masih menampilkan ekspresi datar. Sejak Gio bilang mempunyai tunangan Febri menjadi gelisah sendiri. Dia pikir keempatnya murni hanya pemuda kurang waras yang suka mempermainkan perempuan.

Dari semalam juga dirinya bertanya-tanya apakah bukan hanya Gio yang sudah memiliki hubungan? Atau bahkan semuanya juga sudah? Apalagi dari perkataan Gio, dapat ia simpulkan jika pertunangan itu murni dari kedua orang tua lelaki itu. Artinya sudah melibatkan dua keluarga.

Itu berbahaya.

Febri tidak mau dicap sebagai seseorang yang menghancurkan hubungan orang lain.

"Dan, keuntungan yang gue dapetin dari taruhan itu apa?" Tanya Febri lagi kala Liam tidak menjawab.

Ini yang juga menjadi pikirnya. Apa keuntungan yang ia dapat? yang ada dia semakin dilecehkan.

Lalu terpikirkan lagi olehnya jika satu hari dimana dalam dua bulan ini dia ketahuan oleh semua orang. Apa dia akan lolos dari bahan bullyan penggemar keempat orang ini?

Kan? Tidak ada untungnya!

"Kalau dipikir-pikir lagi, posisi gue kayaknya cuma bakalan jadi korban aja." Ucap Febri lagi, kini dengan desahan kesal.

Pemuas MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang