Hukuman 🔞

186K 3.2K 318
                                    

Ada yang nungguin?
Baru sempat aku. Maaf ya.

Chapter sekarang panjang banget, slow aja bacanya, ya.

****


"Yakk!"

Febri berseru keras sembari menggeliat. Mencoba melepaskan cekalan dikedua tangannya.

"Lepasin! Sakitt ini!!" Serunya lagi. Suaranya sudah hampir serak karena berteriak terus-terusan dari 15 menit yang lalu.

Namun dua lelaki yang berada disisi kanan dan kirinya acuh saja. Membuat Febri kesal bukan main.

Dia mengalami penculikan saat berusaha kabur lewat jalan belakang sekolah.

Ini serius. Penculikan yang sebenarnya. Mulutnya dibekap, dia diseret kedalam mobil hitam yang sudah menunggu, dan tangannya kini di cekal sampai tidak bisa bergerak sama sekali. Jangan lupakan jika tubuh kedua lelaki di kanan dan kirinya mempersempit ruang.

Entah bagaimana caranya mereka tahu jika Febri akan lewat kesana padahal dia sudah berdiam diri didalam sekolah selama satu jam setelah pertandingan selesai.

Febri pikir satu jam sudah cukup untuk mengelabui orang-orang. Tapi kenyataanya dia malah tertangkap.

Apa mereka memata-matainya atau justru mereka tahu ide kabur Febri?

Karena bisa saja mereka belajar dari masa lalu.

Juga sepertinya Febri lupa jika mereka ini anak-anak pintar satu angkatan.

"Ish!"

Akhirnya Febri mengalah, lebih memilih diam dan menghiraukan tangannya yang di cekal. Matanya melirik Kevin yang berada disisi kanan lalu pada Gio yang berada disisi kiri. Tak lupa pada Jayendra yang menjadi supir lalu disamping kemudi ada Liam yang tidak memiliki ekspresi apapun.

Suasana didalam mobil begitu hening, hanya suara deru kendaraan saja yang terdengar. Masing-masing dari mereka tidak ada yang berniat mengeluarkan suara.

Febri menghela panjang, menatap lurus jalanan yang terlihat padat. Sejak setengah jam dia berada didalam mobil, belum ada tanda-tanda kendaraan ini akan berhenti. Dan sudah pasti bukan menuju rumahnya.

Terserahlah, yang penting dia jangan di mutilasi saja.

Karena terlalu lama dalam suasana hening, kantuk Febri malah datang. Kepalanya ia bawa bersandar dan mulai terpejam. Febri bahkan tidak mau berusaha waspada pada mereka berempat.

Sampai beberapa menit mobil benar-benar hening, keempatnya mengernyit heran. Secara bersamaan mereka menoleh pada Febri yang sudah berada dialam mimpi dengan mulut kecilnya yang sedikit terbuka. Nyenyak sekali tanpa terganggu apapun.

Kevin yang pertama kali terkekeh, tangan kanannya menjawil pelan hidung Febri karena gemas. Gio hanya menggeleng, mempererat cekalan tangan Febri. Liam mengepal gemas sedangkan Jayendra meremat kuat setir kemudi.

Sedari tadi memang dialah yang paling marah dengan kejadian yang ada di lapangan basket. Namun amarahnya masih ia tahan sampai sekarang.

Sekitar satu lebih beberapa menit berlalu, mobil berbelok ke arah rumah berlantai dua yang cukup besar. Seorang penjaga dengan sigap membuka pagar tinggi berwarna hitam tersebut.

"Maaf Den, saya belum sempat beli bahan makanan."

Jayendra yang pertama turun dihampiri si penjaga. Kepalanya lantas mengangguk kecil.

"Gak masalah, Pak. Bapak libur aja sampai besok. Kami nginep disini. Oh, jangan bilang-bilang sama Mama, ya." Peringatnya, membuat si penjaga tersebut mengangguk paham dan berlalu pamit.

Pemuas MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang