Bertengkar?

66.4K 4K 1.7K
                                    

Febri menuruni tangga dengan cepat, dia berlalu pergi begitu saja sat Jayendra sibuk mengancam Nadin. Pipinya masih terasa sangat kebas.

Baru kali ini ia di tampar begitu kuat tanpa alasan yang jelas oleh orang lain. Bahkan ibu atau ayahnya saja tidak pernah melakukan kekerasan padanya.

Matanya memerah, memunculkan air mata yang kini berembun menghalangi pandangan. Febri terisak kecil, terus berjalan dengan kepala yang menunduk.

Kemungkinan ia bersumpah akan terus mengingatnya seumur hidup.

Rasa-rasanya ingin sekali menyalahkan Jayendra, tapi laki-laki itu juga tidak tahu jika akan ada Nadin yang melakukan hal tadi. Apalagi jika diingat, walau Jayendra tukang marah dia tidak pernah melakukan kekerasan yang spesifik seperti yang dilakukan Liam.

"Huks.. Sakit.."

Ia tidak ingin menangis terisak lirih seperti ini, tapi tetap saja di hanya seorang gadis biasa. Walau terkesan tangguh dan tidak takut tapi tetap saja ia merasa sakit hati diperlakukan seperti tadi oleh Nadin.

Toh, bukan dia yang menggoda Jayendra. Bukan kemauan dia juga berduaan di tempat itu. Bukan salahnya ia terlibat dengan mereka, pokoknya bukan, bukan salahnya!

"Hiks, nyebelin banget!"

Mana sekarang pasti Nadin akan menjadikannya bahan bullyan. Itu pasti, Febri sudah bisa menebak skenario yang akan dilakukan gadis antagonis itu.

Saat sedang sibuk menunduk dengan pikirannya, Febri tak sengaja menabrak tubuh seseorang. Membuatnya harus mundur dua langkah.

Febri membungkuk pelan, meminta maaf dengan lirih dan isakkannya malah bertambah.

"Kenapa?"

Mendengar suara yang familiar sontak Febri mendongak, yang tadinya hanya berkaca-kaca kini berderai air mata. Febri menangis dengan menyembunyikan wajahnya di dada Liam. Tidak peduli jika koridor itu masih banyak murid atau sudah kosong

Yang pasti ia sangat sakit hati!

"Kenapa?" Tanya Liam lagi, nadanya sangat tenang. Matanya menelisik keadaan sekitar.

Dirasa terlalu banyak yang memandangi mereka dengan bisikan heran, Liam membawa Febri pergi ke tempat yang lebih sepi.

"Siapa yang bikin ulah?"

Febri menggeleng, hanya menangis sebagai jawaban.

Liam memilih diam, menyenderkan punggungnya pada dinding seraya memeluk Febri lebih erat. Membiarkan gadis itu menangis lebih puas.

Tangan kirinya merogoh saku, memberikan sebuah chat pada Kevin dimana dia berada lalu kembali si ponsel ia kantongi.

Kepalanya menunduk, mengaitkan rambut Febri kebelakang telinga agar bisa melihat pipi yang memerah. Ia bisa sadar hanya dalam sekali lihat. Terlalu jelas jika ia tidak peka.

Mengusap pipi itu perlahan dengan gerakan lembut, dapat ia rasakan jika kulit wajah yang memerah Febri lebih hangat.

"Sakit?" Tanyanya.

Febri mengangguk pelan, masih menunduk enggan untuk mendongak. Menyebalkannya adalah tangisannya belum juga mau berhenti. Baru kali ini dia merasa cengeng begini. Tapi tetap saja, rasa sakit yang dibuat Nadin masih menjadi alasannya.

Liam mengeratkan rahangnya, mendesis pelan saat rasa marah masuk menelusup hatinya. Ia tahu betul Febri tidak akan menangis seperti ini jika itu salah satu dari mereka yang melakukannya.

Bahkan Febri pasti akan membalas.

Setidaknya walau satu yang bikin ulah pasti semuanya kena tuahnya. Dan Liam tidak mungkin menemukan Febri semudah ini. Apalagi Febri bukan gadis yang akan mengadu domba mereka.

Pemuas MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang